![]() |
Pembelajaran diawali dengan pembacaan doa. |
[Jombang, Pak Guru NINE]
Menjadi guru adalah pilihan hidup, sebagaimana
pilihan terhadap profesi-profesi yang lain. Ketika seseorang telah memilihnya,
maka pada saat itulah ia mengemban amanat agung dari Allah SWT, yaitu
menyampaikan ilmu-ilmuNya kepada para murid. Ia bertugas mengupayakan
murid-muridnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dari
menyimpang menjadi lurus. Intinya, guru berkewajiban mengupayakan para muridnya
menjadi lebik baik daripada sebelumnya.
Amanah guru ini mirip amanah yang diemban para
RasulNya, yaitu menyampaikan wahyuNya kepada umat manusia agar menjadi manusia
yang berakhlak mulia. Tidak sekadar menyampaikan, Rasul berkewajiban mengajak
mereka yang tersesat menjadi tidak tersesat. Rasul juga berkewajiban mengajak
mereka yang masih terbelenggu dalam kesyirikan menjadi menjadi manusia yang
beriman dan bertauhid. Intinya, rasul berkewajiban menyeru dan mengajak umat
manusia agar menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya dengan
bimbingan langsung wahyu dari Allah SWT.
Dilihat dari fungsi dan maksud keberadaannya, guru
dan Rasulullah memiliki kesamaan sebagaimana dipaparkan di atas. Dengan
kemiripan itu, maka tidak berlebihan jika dipahami bahwa guru juga merupakan
utusan Allah SWT. Mereka sama-sama berupaya menjadikan orang yang diajarnya
menjadi manusia yang mulia baik menurut pandangan umum manusia maupun menurut
aturan-aturah Tuhan Yang Maha Esa. Mereka sama-sama mengemban amanah dakwah,
yakni mengajak siapa menjadi pribadi yang berakhlak mulia dengan mengikuti
petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW. Mereka juga sama-sama bertugas
menyebarkan kasih sayang dan kedamaian di alam semesta.
Bedanya adalah bahwa guru adalah profesi pilihan
yang bisa diupayakan oleh siapa saja yang berminat, sedangkan rasul adalah
mutlak atas kehendak Allah SWT terhadap siapa saja yang dikehendakiNya. Dalam
hal ini manusia tidak ada mampu mengupayakan dirinya menempati kedudukan itu,
bahkan jika ada manusia yang mendeklarasikan dirinya sebagai rasulullah,
sepeninggal Nabi Muhammad SAW, maka hal itu diyakini sebagai kesesatan yang
nyata, karena menyimpang dari akidah.
Berdasar sisi kesamaannya itu maka tidak berlebihan
jika disebut bahwa menjadi guru adalah amanat kenabian (nubuwwah). Ini adalah pilihan hidup yang sangat mulia,
karena ia menjadi sarana bagi siapa saja untuk menggapai kesuksesan yang
dicita-citakan. Ia juga menjadi jembatan bagi siapa saja yang bermaksud menjadi
pribadi mulia baik menurut pandangan manusia maupun Allah SWT. Sedemikian mulia
tugas keguruan ini dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan
oleh At Turmudzi dari Abi Umamah.
إِنَّ
اللهَ سُبْحَانَهُ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضِهِ حَتَّى
النَّمْلَةَ فِيْ حُجْرِهَا وحَتَّى الْحُوْتَ فِيْ الْبَحْرِ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى
مَعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ (رَوَاهُ التُّرْمِذِي)
Artinya: Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan para
malaikatNya serta semua penghuni langit dan bumiNya, hingga semut dalam
liangnya dan ikan di dasar laut sekalipun, niscaya senantiasa memintakan rahmat
bagi orang-orang yang mengajar kebaikan kepada manusia. (HR. Turmudzi)
Sedemikian besar kemuliaan yang disandang guru dari
perspektif iman mendorong banyak orang yang telah belajar dan menguasai suatu
ilmu untuk berlomba-lomba mengajarkannya atau menjadi guru di berbagai lembaga
pendidikan, baik negeri maupun swasta, baik di sekolah maupun luar sekolah.
Baginya mengajar adalah panggilan hati sebagai konsekwensi adanya iman dalam
hati mereka. Atas dasar inilah, mereka tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang
rendah dari hasil mengajarnya. Mereka rela tidak mencari gaji melalui aktifitas
guru, namun melalui usaha lain.
Bagi, kita yang telah menjadi guru, maka tiada pilihan bagi sekarang ini selain memohon agar Allah SWT, memberikan kita istiqamah di jalan ini. Tanpa pertolongaNya, mustahil kita mampu setia menjalani amanah mulia namun berat ini. Inilah salah satu jalan pengabdian kita kepadaNya, sebagai konsekwensi kehambaan kita.[pgn]
0 Komentar