![]() |
Ujian lisan membaca dan menghafalkan ayat-ayat pilihan di salah satu kelas SMAN 2 Jombang. |
[Jombang, Pak Guru Nine]
“Harap tenang. Ada ujian!” Itulah kalimat seruan yang amat populer
ditulis atau dipasang di papan pengumuman sekolah saat sedang berlangsungnya
ulangan atau ujian, khususnya saat ujian sekolah dan ujian nasional. Suasana
sekolah dikondisikan tenang dari segala kebisingan dan kegaduhan, sehingga
kesan sakralnya sangat terasa.
Bel tanda mulai dan berakhirnya waktu pengerjaan ujian menjadi
tanda dimulainya dan berakhirnya kesakralan itu. Diakui atau tidak kesakralan
itu ujung-ujungnya berubah menjadi kehororan bagi peserta ujian. Jantung
berdetak dengan lebih cepat daripada sebelum bel masuk berbunyi. Doa pun
dipanjatkan untuk membantu menenangkan hati.
Kesakralan ini sudah lama mendapat kritik dari para pemerhati
pendidikan. Mereka beranggapan bahwa ujian adalah salah satu proses wajar dan
alami dalam kegiatan pembelajaran. Jika kegiatan pembelajaran sekarang
diarahkan kepada terciptanya kondisi yang menyenangkan (joyfull learning),
maka seharusnya ujian juga diupayakan demikian. Atas dasar pertimbangan itulah,
maka huruf t pada kata tenang seharusnya diganti dengan huruf s, sehingga
kalimat seruannya menjadi “Harap senang ada ujian!”
Hal ini tidak berarti bahwa ketenagan dalam ujian tidak diperlukan lagi. Ketenangan itu tetap diperlukan dalam proses pembelajaran, apalagi penilaian yang mengukur tingkat ketercapaian suatu kompetensi tertentu. Lingkungan yang tenang menjadi salah satu indikator kondusifnya pelaksanaan ujian, sehingga memudahkan peserta ujian lebih berkonsentrasi dalam mengerjakan soal-soal yang diujikan. Tenang dan senang harus tetap diupayakan dan dikondisikan. Oleh karena itulah, kalimat seruan yang paling tepat dipakai seharusnya adalah “Harap tenang dan senang. Ada ujian!”. {abc}
0 Komentar