![]() |
Zakat, Infaq dan Sedekah adalah ibadah yang berbentuk kepedulian kepada sesama manusia. |
[Jombang,
Pak Guru NINE]
Zakat
berupa makanan pokok yang harus dikeluarkan oleh hampir semua Islam pada bulan
Ramadlan dikenal dengan sebutan populer zakat fithrah.
Sebutan populernya ditulis dengan huruf f, i, th, r, a, dan h. Kata fithrah
jika ditulis dengan huruf Arab terdiri dari tiga huruf yaitu: Fa’ (ف), Tha (ط), Ra’ (ر), dan Ta’ Marbuthah (ة). Kata itu bermakna sifat pembawaan
(fithrah).
Jika
dirunut dari sabda Rasulullah Muhammad SAW yang tertulis dalam kitab-kitab
hadits yang membahas tentang zakat ini, ternyata istilah yang beliau kemukakan
bukanlah zakat fithrah, akan tetapi zakat fithri (زكاة الفطر).
Hal ini juga dapat diketahui pada bacaan niat yang diucapkan saat mengeluarkan
zakat ini, “nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsiy fardhal lillaahi
ta’aalaa”. Fithri dalam istilah ini
bermakna hal yang berkenaan dengan makan atau hal berbuka puasa.
Makna
fithrah dan fithri ternyata sangat jauh berbeda. Sayangnya banyak orang
memaknai zakat itu dengan makna fithrah, yakni sifat pembawaan (suci). Zakat
ini dimaknai sebagai upaya mengembalikan jiwa manusia kepada sifat asalnya yang
suci. Makna ini memang tidak menyimpang dari tujuan zakat, namun sangat tidak
tepat dirujukan kepada makna asli zakat fithri.
Zakat
fithri dinamakan demikian karena memang tidak lepas dari makna asalnya yakni
hal yang berkenaan dengan makan atau hal berbuka puasa. Ia dinamakan fithri
karena harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokoknya. Tujuannya pun juga
tidak lepas dari asalnya, yakni untuk memastikan tidak ada umat Islam dari kaum
fakir miskin yang kelaparan karena tiada ada yang bisa dimakannya pada saat
memasuki hari raya yang berbahagia yaitu Idul Fithri. Tidak hanya itu hari raya
itu disebut Idul Fithri juga karena semua umat Islam harus makan atau berbuka
atau diharamkan berpuasa pada saat hari raya itu. Dengan demikian zakat Fithri
dan Idul Fithri memiliki garis penghubungnya, yaitu hal yang berkenaan dengan
makan atau hal berbuka puasa.
Zakat
fithri ternyata disebut oleh sebagian besar Umat Islam di Indonesia dengan
istilah zakat fithrah. Walaupun secara semestinya hal ini tidak tepat, namun
penyebutan ini telah jamak dilakukan, sehingga sangat popular. Sedemikian
populernya, sehingga jika ada seseorang yang menyebutnya secara tepat dengan
sebutan zakat fithri, maka hampir bisa dipastikan hal itu akan dipernyatakan
atau bahkan dikoreksi oleh pendengarnya.
Inilah
yang dinamakan salah kaprah. Sesuatu yang tidak tepat, namun dilakukan secara
massif tanpa koreksi sehingga dipersepsi sebagai suatu kebenaran. Sebaliknya,
sesuatu yang tepat dan benar, namun dilakukan oleh kelompok minoritas
masyarakat di tengah-tengah mayoritas masyarakat yang melakukan hal yang kurang
tepat, pasti akan juga akan dianggap tidak tepat atau salah.
Salah
kaprah ini sebenarnya hanya pada penyebutan saja, bukan pada substansi
obyeknya. Hal ini semata-mata urusan budaya yang terbuka peluang untuk
berkreasi. Baik yang menyebut zakat fithrah maupun zakat fithri sama-sama
sepakat bahwa yang dimaksud adalah zakat berupa makanan pokok yang dikeluarkan
kepada yang berhak pada bulan Ramadlan hingga sebelum shalat Idul Fithri
dikerjakan.
Setidak-tidaknya
ada dua kreasi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki salah kaprah penyebutan
istilah zakat ini. Yang pertama adalah yang paling ideal, yakni mengganti
penyebutannya dengan sebutan yang paling tepat yakni zakat fithri. Setiap umat
Islam yang telah memahami bahwa ini adalah istilah yang paling tepat, maka
seharusnya secara bertahap mengucapkannya zakat fithri. Dalam setiap kesempatan
mereka memakai istilah ini. Jika ada orang yang menegornya, mempertanyakannya
atau mengoreksinya, maka ia harus siap menyampaikan argumentasinya, sehingga
orang itu bisa menerimanya dengan baik.
Kreasi ini
memang membutuhkan energi yang lebih ekstra, karena pasti akan terus memantik
reaksi dan membutuhkan penjelasan argumentasi. Jika hal ini dilakukan terus
menerus maka lambat laun masyarakat luas akan mengikutinya karena memang bahasa
dibentuk berdasarkan kesepakatan (konfensi). Sebenarnya ada cara yang paling
cepat untuk menyosialisasikan penggunaan istilah baru, yaitu melalui media
massa baik cetak maupun elektronik. Jika semua media massa memakai istilah ini,
maka masyarakat luas akan segera mengikutinya.
Jika anda
tidak bersedia menggunakan kreasi pertama, maka silakan memakai kreasi kedua,
yaitu mengompromikan antara penyebutan istilah zakat fithrah yang telah jamak
itu dengan istilah zakat fithri yang lebih tepat. Komprominya adalah tetap
memakai istilah yang berbunyi zakat fithra, namun penulisannya dengan
menghilangkan huruf H, sehingga cukup ditulis dengan huruf F, I, T, H, R, dan
A.
Dengan
memakai istilah ini, kita tidak akan banyak ditanya saat mengucapkannya karena
bunyinya hampir sama dengan istilah yang telah salah kaprah itu. Orang lain
mungkin baru bertanya jika mengetahui tulisannya tanpa menggunakan huruf H.
Pemakaian
istilah ini disebut sebagai kompromi karena lafadz FITHRI dan FITHRA memiliki
makna yang sama yaitu hal yang berkenaan dengan makan atau hal berbuka puasa.
Perbedaannya terletak pada kaidah bahasanya. Secara bahasa pengucapan frase
zakat fithri memang lebih tepat daripada zakat fithra. Frase itu diucapkan
dengan FITHRI, karena kedudukannya dalam bahasa Arab sebagai mudhaf ‘ilai yang
harus dibaca majrur dengan tanda kasrah. Oleh karena itu jika frase itu
diucapkan FITHRA, maka hal itu kurang tepat menurut kaidah Bahasa Arab.
Meskipun
penyebutan FITHRA tidak tepat, namun hal itu tidak menjadi suatu masalah
yang berarti dalam konteks komunikasi sehari-hari masyarakat Indonesia ini yang
tidak berbahasa Arab. Bahasa Indonesia atau Jawa tidak mengenal I’rab sebagaimana
dalam bahasa Arab, sehingga hal ini menjadi celah kompromi dengan menyebut
zakat fithra tanpa diakhiri dengan huruf H.
Akhirnya, apakah anda memilih menggunakan istilah zakat fithri atau zakat fithra, maka hal itu kembali pilihan ijtihadiyyah anda masing-masing. Itu hak anda. Keduanya memiliki konsekwensi. Namun, mulai sekarang anda harus memilih tidak mengartikan fithri (fithra) sama dengan arti fithrah. Keduanya memiliki maksa sangat berbeda. [pgn]
0 Komentar