![]() |
Kampanye penyampaian gagasan, visi dan misi calon Duta Demokrasi dari kelas XI-4. |
[Jombang,
Pak Guru NINE] - Sebagai fasilitator dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila di kelas XI-4 SMAN 2 Jombang, saya mendapat kesempatan melihat
bagaimana proses demokrasi dijalankan dengan penuh antusias oleh para murid
pada tahun pelajaran 2024/2025. Tema proyek ini adalah "Suara
Demokrasi," dengan subtema “Suaramu, Ekspresimu,” yang bermuara pada
kegiatan "Pemilihan Duta Demokrasi." Ini bukan sekadar proyek sekolah
biasa, melainkan pelajaran hidup tentang demokrasi yang nyata, yang memperkenalkan
murid-murid pada proses memilih secara adil dan terbuka, yang akan mereka temui
dalam kehidupan bermasyarakat di masa mendatang.
Demokrasi
yang Diterapkan di Kelas
Setelah
mengikuti berbagai kegiatan pembekalan dan proyek penguatan karakter, akhirnya
murid-murid tiba di puncak kegiatan, yaitu pemilihan duta demokrasi di tingkat
kelas. Langkah-langkah yang mereka lalui dalam merancang pemilihan ini
benar-benar mencerminkan proses demokrasi yang sesungguhnya, dimulai dari
pembentukan Panitia Pemilihan yang dibentuk secara sukarela. Panitia ini
terdiri dari murid-murid yang memiliki rasa tanggung jawab tinggi untuk
mengawal jalannya pemilihan, memastikan aturan ditegakkan dan proses berjalan
lancar.
Selanjutnya,
mereka menyusun aturan pemilihan, dengan memperhatikan keadilan dan
transparansi. Proses pencalonan pun dilakukan dengan sangat terbuka. Setiap
kelompok murid berhak mengusulkan satu calon duta demokrasi yang akan mewakili
mereka. Dari lima kelompok yang ada, masing-masing mengajukan calon, sehingga
ada lima calon duta yang nantinya akan bertarung dalam ajang pemilihan di
kelas.
Kampanye
dan Presentasi Visi
Ketika
tiba saatnya kampanye, murid-murid dengan semangat mempresentasikan visi, misi,
dan gagasan mereka di hadapan teman-teman sekelas. Kampanye ini menjadi ruang
di mana mereka menunjukkan kemampuan berpikir kritis, retorika, dan
argumentasi. Tidak hanya berbicara tentang hal-hal ideal, namun mereka juga
harus menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman mereka,
bahkan beberapa sesi debat terjadi. Dalam suasana penuh intelektualitas ini,
terlihat jelas siapa di antara mereka yang unggul dalam menyampaikan visi dan
misinya. Semua tampak berjalan dengan sangat demokratis dan mencerdaskan.
Namun,
ketika tiba pada hari pemungutan suara, situasi justru menjadi semakin menarik.
Dengan model pemungutan suara tertutup, setiap murid memiliki kebebasan penuh
dalam memilih siapa yang mereka anggap pantas menjadi duta demokrasi. Tidak ada
tekanan atau rasa sungkan karena semua suara diambil secara anonim. Inilah
momen di mana otonomi pribadi benar-benar diaplikasikan.
Hasil
pemungutan suara akhirnya diumumkan, dan hasilnya ternyata cukup mengejutkan.
Murid yang unggul dalam presentasi dan debat justru tidak mendapatkan suara
terbanyak. Di kelas XI-4, seperti halnya di beberapa kelas lain yang
melaksanakan proyek ini, yang terpilih sebagai duta demokrasi bukanlah mereka
yang paling mencolok dalam kemampuan berbicara atau menyampaikan gagasan. Ini
tentu menjadi pertanyaan besar bagi saya. Mengapa murid yang tampak begitu kuat
dalam visi, misi, dan gagasannya justru kalah dalam pemungutan suara?
Pelajaran
tentang Keadilan dan Kesempatan
Setelah
melakukan riset sederhana dan refleksi mendalam, saya pun menemukan jawabannya.
Ternyata, di balik keputusan yang diambil oleh murid-murid ini, ada sebuah
kebijaksanaan yang mungkin tidak langsung terlihat. Murid-murid yang terlibat
dalam pemilihan ini, secara kolektif, tampaknya ingin memberi kesempatan bagi
mereka yang belum pernah tampil. Mereka memahami bahwa murid yang paling unggul
dalam penyampaian gagasan sudah sering mendapatkan sorotan di berbagai kegiatan
sekolah. Memberikan kesempatan kepada murid-murid lain yang jarang tampil
dianggap sebagai bentuk pemerataan kesempatan.
Hal
ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana demokrasi bukan sekadar soal
siapa yang paling kuat atau paling pandai berbicara. Demokrasi juga melibatkan
rasa solidaritas dan keadilan dalam memberikan kesempatan yang sama kepada
semua orang. Murid-murid memahami bahwa jika kesempatan ini selalu jatuh kepada
mereka yang sudah sering tampil, maka yang lain akan terus berada di belakang.
Dengan memilih seseorang yang belum banyak mendapat sorotan, mereka ingin
membuka peluang baru bagi teman-teman mereka.
Namun,
tidak semua berjalan mulus. Murid-murid yang unggul dalam penyampaian gagasan,
pada awalnya, terlihat kecewa. Mereka sudah berusaha sebaik mungkin dan
berharap akan menang. Kekecewaan mereka adalah hal yang wajar, karena setiap
orang tentu ingin meraih hasil yang sebanding dengan usaha yang telah
dilakukan. Tetapi, inilah konsekuensi dari proses demokrasi yang bebas dan
bertanggung jawab. Mereka harus menerima kenyataan bahwa suara mayoritas
memutuskan pilihan lain.
Sebagai
fasilitator, saya mencoba memberikan pencerahan kepada mereka. Saya menjelaskan
bahwa dalam demokrasi, bukan hanya kemampuan individu yang dihargai, tetapi
juga keputusan kolektif yang mewakili kehendak banyak orang. Sikap murid-murid
yang memilih untuk memberi kesempatan kepada temannya yang lain patut dihormati
sebagai bentuk kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menjalani proses demokrasi.
Mereka telah menunjukkan bahwa kemenangan bukanlah segalanya, dan yang lebih
penting adalah pemerataan kesempatan dalam mengembangkan diri.
Apa
yang terjadi di kelas XI-4, dan di beberapa kelas lain di SMAN 2 Jombang yang
menjalankan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, memberikan pelajaran
berharga bahwa demokrasi membutuhkan kedewasaan dalam menerima hasilnya,
meskipun tidak sesuai harapan. Setiap orang yang ikut berkompetisi harus siap
menerima keputusan yang diambil oleh mayoritas. Pada akhirnya, siapapun yang
terpilih sebagai duta demokrasi harus dihormati sebagai representasi kelas, dan
setiap orang di kelas tersebut harus mendukung wakil mereka untuk memenangkan
kompetisi di tingkat antar kelas.
Proses
ini mengajarkan kepada kita semua bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih
pemimpin, tetapi juga soal menghargai pilihan orang lain, memberikan kesempatan
kepada semua pihak, dan bekerja sama sebagai satu kesatuan. Di sinilah letak
esensi demokrasi yang sesungguhnya.
Belajarlah demokrasi di sini, di kelas-kelas ini, di tengah proses yang penuh pelajaran hidup bagi murid-murid SMAN 2 Jombang.[pgn]
0 Komentar