![]() |
Inilah acara debat argumentatif yang hidup dan menarik. |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Saat berkesempatan
menjadi juri dalam Lomba Debat Bahasa Indonesia tingkat pelajar SMP sederajat
sekabupaten Jombang, saya menyaksikan sebuah dinamika yang berbeda dari debat
publik yang sering kita saksikan di layar televisi. Acara yang diadakan oleh
Forum MGMP Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Jombang dalam rangka Bulan Bahasa
pada 22 dan 29 Oktober 2024 ini diisi dengan semangat dan kreativitas para
siswa yang berlomba menampilkan argumen terbaik mereka. Di waktu yang sama,
debat calon kepala daerah juga sedang ramai-ramainya disiarkan menjelang
Pemilihan Kepala Daerah serentak pada 27 November 2024. Dengan latar belakang
ini, saya pun tergelitik untuk membandingkan keduanya—dan tak disangka, ada
banyak alasan mengapa debat antar siswa justru terasa lebih “hidup”
dibandingkan debat kandidat calon pemimpin!
Pada ajang ini, setiap tim siswa harus
mempersiapkan diri dengan argumentasi pro maupun kontra terhadap mosi yang
diberikan. Tantangan ini tidak mudah; mereka harus menguasai kedua sisi isu
yang diperdebatkan, dengan kemampuan menyampaikan argumen yang cerdas dan
cepat, sesuai peran yang ditetapkan saat itu. Mereka berdebat tanpa
slogan-slogan klise, mengandalkan logika, fakta, dan analisis kritis. Di
sinilah debat siswa menunjukkan kelebihannya—debat yang penuh gairah belajar,
pemikiran kritis, dan semangat kompetisi sehat. Lalu, apa yang membuat debat
siswa terasa lebih menarik?
1. Pemikiran Kritis yang Dinamis
Debat antar siswa bukan sekadar ajang
untuk berpidato; mereka harus memahami berbagai sudut pandang, menyusun argumen
yang masuk akal, dan berani mengajukan analisis yang mendalam. Inilah proses
belajar yang nyata: siswa didorong untuk memilah informasi, menilai fakta, dan
menghargai opini berbeda dengan cara yang konstruktif. Ini adalah dasar dari
pendidikan yang sesungguhnya—membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis
dan analitis.
Sebaliknya, dalam debat calon kepala
daerah, kita lebih sering mendengar “program kerja” yang terlihat disusun
dengan hati-hati oleh tim sukses, tapi jarang ada spontanitas atau pemikiran
orisinal dari para kandidat. Akibatnya, debat politik sering berjalan kaku dan
lebih menyerupai ajang “jualan program” daripada pertukaran ide yang dinamis.
2. Komunikasi yang Lugas dan Persuasif
Debat antar siswa melatih mereka untuk
menyampaikan argumen dengan lugas, meyakinkan, dan persuasif. Mereka berlatih
bicara di depan umum, memperhatikan intonasi, bahasa tubuh, hingga teknik
persuasi. Mereka tidak sekadar berdebat untuk menang, tetapi juga belajar agar
gagasan mereka bisa diterima audiens dengan baik.
Di sisi lain, dalam debat calon kepala
daerah, bahasa yang digunakan cenderung kaku, penuh jargon, bahkan terkadang
membingungkan. Alih-alih memperjuangkan ide yang jelas, kandidat politik sering
kali mengulang janji program mereka tanpa upaya lebih untuk benar-benar
menjelaskan. Ini sering membuat debat kandidat terasa datar dan kurang
menggugah.
3. Belajar Mendengarkan dan Menghargai
Perbedaan
Lomba debat siswa mengajarkan para
peserta untuk tidak hanya bicara, tetapi juga mendengarkan argumen lawan.
Mereka harus merespons dengan cerdas, tanpa menyinggung lawan, dan tetap fokus
pada esensi perdebatan. Ini mengajarkan sikap saling menghargai, serta melatih
mereka menghadapi perbedaan pendapat dengan kepala dingin.
Sebaliknya, dalam debat calon kepala
daerah, sering kali kita melihat kandidat yang justru menyerang atau
mengabaikan pertanyaan penting yang diajukan oleh moderator. Sikap defensif
atau tanggapan balik yang kurang relevan membuat debat calon kepala daerah
terlihat kurang konstruktif dan menurunkan minat audiens.
4. Wawasan yang Kuat melalui Riset
Mendalam
Debat siswa membutuhkan riset mendalam
dan keterampilan dalam menganalisis informasi. Mereka harus menyiapkan fakta,
data, dan pendapat ahli agar argumen mereka dapat dipertanggungjawabkan. Ini
mengajarkan pentingnya riset dan pemahaman yang kuat atas isu-isu di
masyarakat.
Sedangkan dalam debat calon kepala
daerah, banyak kandidat yang terlihat hanya memaparkan “poin-poin program” tanpa
memperlihatkan wawasan atau pemahaman yang mendalam. Sering kali publik merasa
debat tersebut tidak menyentuh kebutuhan nyata atau kurang memberi solusi yang
benar-benar relevan.
5. Atmosfer yang Inspiratif dan
Kompetitif
Lomba debat siswa memiliki atmosfer
yang sangat positif. Setiap peserta berkompetisi secara sportif, dengan sikap
menghargai lawan. Perdebatan mereka terasa hidup dan menegangkan dalam artian
positif—saat satu tim mencoba menangkis argumen lawan dengan cara yang cerdas.
Sebaliknya, debat kandidat sering menimbulkan ketegangan negatif, dengan
perdebatan yang cenderung personal dan menyerang.
6. Membangun Kepercayaan Diri dan
Kebebasan Berpendapat
Dengan berdebat di depan publik, para
siswa dilatih untuk tampil percaya diri dan berani menyampaikan opini. Mereka
belajar menghadapi kritik dan menyusun respons dengan kepala dingin, sebuah
bekal penting dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, debat politik kandidat
kerap terlihat kaku, dengan pesan yang sudah disusun matang oleh tim sukses tanpa
ada sentuhan pribadi atau ekspresi jujur. Ini membuat debat politik terasa
kurang natural dan lebih seperti “tugas” daripada sarana untuk mengenal
karakter kandidat.
Debat Siswa, Inspirasi Bagi Debat
Publik
Dengan berbagai kelebihan di atas, tak heran jika lomba debat antar siswa terasa lebih berwarna, menggugah, dan penuh makna dibandingkan debat politik. Siswa berdebat dengan sikap terbuka, jujur, dan berfokus pada esensi perdebatan. Mungkin kita semua, termasuk para politisi, bisa belajar dari mereka—menerapkan pemikiran kritis, menghargai lawan bicara, dan berani menyampaikan opini dengan cara yang sopan namun tegas. Jika debat publik bisa diwarnai dengan semangat debat siswa ini, mungkin perdebatan politik akan jauh lebih inspiratif bagi kita semua.[pgn]
0 Komentar