Simfoni Terakhir

 

Puisi ini dicipta dan dibacakan pertama kali oleh Taliya Kayana dalam dalam grand final Lomba Cipta Baca Puisi Festival Bulan Bahasa 2024 di MAN 2 Jombang. 

Simfoni Terakhir
 
Rajawali tak lagi menjelajah angkasa,
Sayapnya jatuh, terbakar tak tersisa,
Gunung-gunung yang gagah kini luruh,
Kota dan desa lenyap, menjadi debu tak berjejak.
 
Ketika bumi terguncang,
Ombak dendam memukul pantai-pantai bisu,
Lidah api menari, meretas malam,
Langit-Mu bergejolak, dan bumi-Mu berkabung.
 
Telah datang suara yang dijanjikan,
Nafiri ditiup di segenap penjuru,
Langkahku goyah, terhuyung tanpa arah,
Siapkah aku untuk penghakiman ini?
 
Wahai Rasul yang dirindukan,
Di manakah iman yang kucari selama ini?
Di manakah Islam yang kuyakini?
Di manakah ihsan yang kulupa tanamkan?
Wahai Rasul, jadilah saksi bagi nurani ini.
 
Kini terbentang tiga jalan,
Di kanan yang penuh berkat,
Di kiri yang penuh sesal dan derita,
Serta mereka yang dekat, di sisi-Nya.
 
Ya Allah,
Surga-Mu itu begitu indah, bagaikan pelita tanpa batas,
Namun bukan keindahan yang kuburu,
Bukan pula derita neraka yang kutakuti,
Bukan panas Jahim atau pohon zaqum yang membuatku gentar.
 
Namun, kerinduan akan wajah-Mu.
Kerinduan akan wajah Rasul-Mu,
Sebuah harapan akan naungan syafaat-Mu melalui Rasul-Mu,
Ketika kata-kata terakhir terucap lirih,
"Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullah."

Posting Komentar

0 Komentar