![]() |
Semoga prestasi ini menginspirasi keluarga besar SMAN 2 Jombang untuk senantiasa belajar dan juga berprestasi demi kemaslahatan dan peradaban manusia. |
[Jombang,
Pak Guru NINE] - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencatatkan
sejarah penting dalam dunia akademik dengan menggelar Sidang Terbuka Dewan
Profesor untuk mengukuhkan lima guru besar baru (Kamis, 16/1/2025). Salah satu
nama yang menjadi sorotan dalam acara ini adalah Prof. H. Agus Muhamad Hatta,
S.T., M.Si., Ph.D., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Teknik Fisika dalam
Ranting Ilmu Instrumentasi Optik.
Prof.
Agus Muhammad Hatta adalah alumnus SMAN 2 Jombang angkatan 1997 yang kini menjabat
sebagai Wakil Rektor ITS Bidang Riset, Inovasi, Kerjasama, dan Kealumnian.
Prestasi gemilangnya ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi keluarga besar
ITS, tetapi juga bagi almamaternya di Jombang.
Dalam
pidato pengukuhannya, Prof. Hatta menyampaikan orasi ilmiah berjudul ”Peran Instrumentasi Optik untuk Mendukung Industri Berkelanjutan." Di era global yang
penuh tantangan, isu keberlanjutan menjadi perhatian utama dalam hampir setiap
aspek kehidupan. Dari perubahan iklim hingga kelangkaan sumber daya, dunia
menghadapi urgensi untuk menciptakan solusi inovatif yang mampu menjawab
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan generasi mendatang. Dalam pidato
pengukuhannya sebagai Guru Besar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya, alumnus SMAN 2 Jombang ini menyoroti kontribusi penting teknologi
instrumentasi optik dalam mendukung terwujudnya industri berkelanjutan. Melalui
penelitian dan inovasi di bidang ini, Prof. Hatta memberikan peta jalan menuju
masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia.
Industri Berkelanjutan dan
Tantangannya
Konsep industri berkelanjutan didasarkan pada
prinsip keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam konteks
ekonomi, keberlanjutan berarti meningkatkan produktivitas dan efisiensi tanpa
mengabaikan aspek keadilan sosial serta dampak lingkungan. Namun, di Indonesia,
penerapan industri berkelanjutan masih menghadapi banyak hambatan, seperti
kurangnya pemanfaatan teknologi mutakhir, rendahnya kesadaran akan pentingnya
keberlanjutan, serta infrastruktur yang belum memadai.
Di tengah tantangan tersebut, teknologi
instrumentasi optik menawarkan solusi nyata. Dengan mengintegrasikan teknologi
sensor serat optik, sistem pencitraan, dan pencahayaan buatan, industri dapat
meningkatkan efisiensi, mengurangi dampak lingkungan, dan memastikan
keberlanjutan dalam berbagai sektor, termasuk infrastruktur, pangan, dan
agrikultur.
Sensor Serat Optik: Pilar
Keandalan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan fondasi penting bagi
pertumbuhan ekonomi. Jembatan, bendungan, jalan raya, hingga pipa gas
membutuhkan pemantauan yang cermat untuk memastikan keandalan dan keamanannya.
Sensor serat optik adalah teknologi revolusioner yang mampu mendeteksi
perubahan fisik, seperti tekanan, suhu, regangan, dan getaran, dengan presisi
tinggi.
Keunggulan teknologi ini tidak hanya terletak pada
sensitivitasnya, tetapi juga pada kemampuannya untuk bekerja di lingkungan
ekstrem. Dengan ukurannya yang kecil dan ringan, sensor serat optik dapat
dipasang di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau. Teknologi ini juga tahan
terhadap gangguan elektromagnetik dan mampu mengirimkan data secara real-time.
Dengan demikian, kerusakan infrastruktur dapat dideteksi sejak dini,
memungkinkan tindakan pencegahan yang lebih efektif dan hemat biaya.
Sebagai contoh, penerapan sensor serat optik pada
jembatan dan bendungan telah terbukti mampu meningkatkan keselamatan dan
memperpanjang umur infrastruktur tersebut. Teknologi ini juga dapat
dimanfaatkan untuk memantau pipa gas dan kabel listrik tegangan tinggi,
mencegah bencana yang dapat merugikan masyarakat luas.
Sistem Pencitraan: Jaminan
Ketahanan dan Keamanan Pangan
Ketahanan pangan adalah salah satu pilar utama
industri berkelanjutan. Namun, sektor pangan sering menghadapi tantangan
seperti kontaminasi, pemalsuan produk, dan penyakit pada tanaman serta hewan
ternak. Dalam hal ini, sistem pencitraan memainkan peran penting untuk menjawab
tantangan tersebut.
Teknologi pencitraan hiperspektral, misalnya,
mampu mendeteksi zat berbahaya, seperti pestisida atau mikroorganisme patogen,
pada bahan pangan secara cepat dan akurat. Selain itu, pencitraan 3D dapat
digunakan untuk menginspeksi kualitas produk pangan olahan, seperti mendeteksi
cacat pada permukaan buah atau mengukur volume produk secara otomatis. Dengan
teknologi ini, keamanan pangan dapat terjamin, sekaligus meningkatkan efisiensi
proses produksi.
Lebih jauh lagi, sistem pencitraan juga berperan
dalam deteksi dini penyakit pada tanaman dan ternak. Dengan algoritma berbasis
kecerdasan buatan, sistem ini mampu mengidentifikasi pola-pola visual yang
menunjukkan gejala penyakit, memungkinkan tindakan pencegahan dilakukan lebih
awal. Hal ini tidak hanya mengurangi kerugian produksi, tetapi juga mendukung
keberlanjutan dalam sektor agrikultur.
Pencahayaan Buatan: Optimalisasi
Produktivitas Agrikultur
Pertanian modern semakin mengandalkan teknologi
untuk meningkatkan produktivitas di tengah keterbatasan lahan dan perubahan
iklim. Salah satu inovasi utama adalah penggunaan pencahayaan buatan, khususnya
lampu LED dengan spektrum cahaya yang dapat dikontrol. Teknologi ini
memungkinkan petani untuk mengoptimalkan fotosintesis tanaman di berbagai
kondisi lingkungan.
Dengan mengatur intensitas dan spektrum cahaya,
pencahayaan buatan dapat meningkatkan kualitas hasil panen sekaligus
mempercepat pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh, penggunaan spektrum merah dan
biru pada lampu LED terbukti efektif untuk meningkatkan efisiensi fotosintesis
pada tanaman sayuran. Selain itu, teknologi ini juga mendukung pertanian
vertikal di perkotaan, di mana lahan yang tersedia sangat terbatas.
Keunggulan lain dari pencahayaan buatan adalah
efisiensinya dalam penggunaan energi. Dibandingkan dengan sumber cahaya
konvensional, lampu LED lebih hemat energi dan ramah lingkungan. Hal ini
sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan untuk mengurangi emisi karbon
dan meminimalkan dampak lingkungan.
Sinergi Teknologi untuk Masa
Depan Berkelanjutan
Salah satu poin menarik dari penelitian Prof. Hatta adalah potensi integrasi ketiga elemen instrumentasi optik ini untuk
menciptakan sistem yang lebih canggih dan efisien. Sebagai contoh, kombinasi
antara sensor serat optik dan sistem pencitraan dapat digunakan untuk memantau
kualitas produk agrikultur secara menyeluruh, mulai dari kondisi internal hingga
cacat eksternal.
Di sisi lain, integrasi antara sistem pencitraan
dan pencahayaan buatan memungkinkan pemantauan real-time terhadap pertumbuhan
tanaman, sekaligus pengaturan spektrum cahaya yang optimal. Sinergi ini tidak
hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menciptakan efisiensi sumber daya
yang signifikan.
Mengukir Masa Depan dengan
Teknologi
Pidato pengukuhan Prof. H. Agus Muhammad Hatta bukan
hanya perayaan akademik, tetapi juga seruan untuk berinovasi demi masa depan
yang lebih baik. Dengan memanfaatkan teknologi instrumentasi optik, Indonesia
memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam industri berkelanjutan.
Namun, ini membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, akademisi, dan
sektor industri untuk mendukung riset dan pengembangan teknologi.
Keberhasilan dalam memanfaatkan instrumentasi optik tidak hanya akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan lingkungan yang lebih lestari. Kini, saatnya bagi kita semua untuk mengambil bagian dalam perjalanan ini, menjadikan teknologi sebagai alat untuk mengukir masa depan yang lebih baik, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan.[pgn]
0 Komentar