![]() |
Pembagian rapor hasil belajar semester genap tahun pelajaran 2024/2025 kelas XI-4 SMAN 2 Jombang. |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Jumat pagi ini bertepatan tanggal 20 Juni 2025. Seperti pagi-pagi pembagian rapor
di akhir semester pada umumnya, suasana di sekolah ramai oleh lalu-lalang orang
tua, senyum para murid, dan riuh suara panggilan di lorong-lorong kelas. Namun,
bagi saya pribadi, hari ini bukanlah hari biasa. Hari ini adalah momen terakhir
saya sebagai wali kelas XI-4. Perasaan hangat bercampur haru menyelimuti hati,
karena saya akan mengakhiri perjalanan satu tahun mendampingi, membimbing, dan
menyaksikan tumbuhnya anak-anak hebat di kelas ini.
Malam
sebelumnya, saya menyempatkan diri mengirim pesan di grup WhatsApp kelas. Saya
mohon agar orang tua atau wali dari setiap siswa bisa hadir langsung dalam
pembagian rapor kali ini. Saya ingin menyapa mereka, mengenal wajah-wajah di
balik cerita anak-anak yang selama ini saya temui tiap hari di kelas. Inilah
momen perpisahan saya sebagai wali kelas sebelum mereka melangkah ke jenjang
akhir di kelas XII nanti dengan pendamping baru.
Dalam
ruang kelas XI-4 yang pagi itu terasa lebih hangat dari biasanya, satu per satu
wali murid hadir, duduk di bangku-bangku yang biasanya diduduki anak-anak
mereka. Saya membuka pertemuan dengan menyampaikan ucapan terima kasih atas
kehadiran mereka, dan juga permohonan maaf jika selama ini dalam menjalankan
tugas sebagai wali kelas saya belum mampu memberikan pelayanan terbaik.
Seperti
amanat rutin dari pihak sekolah, saya menyampaikan beberapa informasi global
tentang pencapaian sekolah, rencana agenda semester depan, dan himbauan umum
lainnya. Namun lebih dari itu, saya ingin menitipkan sejumput refleksi, sebagai
catatan kecil tentang pembelajaran kita bersama—guru, orang tua, dan murid.
Saya
memulai dengan menyampaikan refleksi menarik tentang siswa-siswa kelas XII yang
baru saja lulus tahun ini. Banyak dari mereka diterima di perguruan tinggi
negeri ternama melalui jalur SNBP maupun SNBT. Namun, fakta yang cukup
mengagetkan adalah bahwa sebagian besar dari mereka ternyata berasal dari
kelas-kelas yang selama ini tidak dianggap sebagai "kelas unggulan".
Bahkan beberapa berasal dari kelas yang cenderung dikenal memiliki berbagai
tantangan perilaku atau akademik.
Apa
artinya ini? Ini mengajarkan kita bahwa tidak ada satu pun dari kita yang
berhak tergesa-gesa memberi label atau vonis kepada anak-anak kita hanya karena
mereka belum menunjukkan performa terbaiknya hari ini. Mereka sedang berproses.
Jalan hidup mereka sedang dibentangkan satu per satu. Bisa jadi, hari ini
mereka tampak biasa-biasa saja, tapi esok lusa mereka menjadi bintang terang
yang melebihi ekspektasi siapa pun.
Saya
pun mengajak para orang tua untuk tidak terlampau risau dengan nilai-nilai
rapor yang mereka terima hari ini. Nilai memang penting, tapi lebih penting
lagi adalah semangat untuk terus belajar, kemauan untuk memperbaiki diri, dan
dorongan yang bijak dari keluarga. Selama anak-anak kita terus bertumbuh dan
berusaha, maka masih sangat terbuka ruang-ruang keberhasilan di masa depan.
Saya
juga menyinggung soal sikap kita terhadap pemberian nilai oleh guru. Dalam
dunia pendidikan, kepercayaan antara guru dan orang tua adalah fondasi yang
penting. Maka, izinkanlah para guru menilai murid-murid dengan jujur, adil, dan
penuh kasih sayang berdasarkan hati nuraninya. Nilai bukan sekadar angka, tapi hasil refleksi dari usaha,
kompetensi, dan perkembangan karakter anak. Intervensi orang tua yang
berlebihan justru bisa mematahkan objektivitas dan makna sejati pendidikan.
Poin
lain yang tak kalah penting adalah tentang harapan besar orang tua agar anaknya
diterima di perguruan tinggi impian. Tentu, kita semua ingin yang terbaik.
Namun, mari kita sadari bahwa nilai akademik tinggi bukan satu-satunya tiket
menuju impian itu. Banyak faktor lain yang juga menentukan, termasuk
keberuntungan, kesiapan mental, dan yang paling utama: ridha dan kehendak Allah
SWT. Maka, ikhtiar yang maksimal seharusnya selalu diiringi doa yang
sungguh-sungguh. Doa orang tua adalah senjata paling tajam yang bisa membuka
pintu rezeki dan masa depan anak-anak kita.
Setelah
sesi refleksi selesai, satu per satu wali murid saya panggil untuk menerima
rapor anak-anak mereka. Di balik setiap lembar nilai, saya melihat tatapan
penuh harap, bisikan syukur, senyum lega, bahkan ada yang bertanya dengan penuh
perhatian. Rasanya hangat sekali. Kelas ini bukan lagi hanya tempat belajar,
tapi telah menjadi ruang perjumpaan hati—antara guru, siswa, dan orang tua.
Hari
itu saya tidak hanya membagikan rapor, tapi juga harapan dan kepercayaan. Bahwa
masa depan anak-anak XI-4 bukan ditentukan oleh status mereka hari ini, tapi
oleh proses yang terus mereka jalani dengan ketekunan, doa, dan dukungan tulus
dari orang-orang terdekat mereka.
Setelah
semua rapor selesai dibagikan, perlahan para orang tua pun meninggalkan kelas.
Saya menatap bangku-bangku yang kosong, tempat anak-anak itu biasa bercanda,
berdiskusi, kadang juga dimarahi. Sebuah masa telah selesai, dan masa baru
sedang menunggu mereka.
Sebagai
wali kelas XI-4, saya pamit dengan perasaan penuh syukur. Terima kasih
anak-anak, terima kasih para orang tua. Terima kasih atas kesempatan menemani
setahun perjalanan kalian. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan langkah
kalian menuju masa depan yang penuh cahaya.
Jika di antara semua proses ini ada yang belum sempurna dari saya, izinkan saya memohon maaf. Semoga Allah menyempurnakan niat baik kita semua. Aamiin.[pgn]
0 Komentar