![]() |
Smartphone siswa dimanfaatkan untuk membantu pelaksanaan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. |
[Jombang, Pak Guru Nine]
Upaya
menjadikan pertemuan atara guru dan murid dalam suasana pembelajaran sebagai
proses yang penuh kegembiraan, tanpa ketegangan sudah lama dilakukan dengan
konsep pembelajaran menyenangkan (joyfull learning). Berbagai model dan teknik dilakukan untuk
mengahadirkan pembelajaran yang menyenangkan dengan asumsi bahwa model
pembelajaran itu bisa memperkaya pengalaman belajar.
Sayangnya,
pembelajaran
yang dianggap menyenangkan
ternyata dalam praktiknya seringkali hanya menyenangkan salah satu pihak saja.
Bisa jadi ia hanya menyenangkan pihak guru saja. Guru merasa nyaman dengan
model pembelajaran yang dilakukannya, namun murid tidak merasakan hal yang
sama. Bisa jadi pula pembelajaran itu hanya menyenangkan pihak murid saja,
namun tidak menyenangkan bagi guru. Hal terakhir ini biasanya terjadi saat guru
tidak bisa menguasai pengelolaan kelas dengan baik, sehingga murid senang
beraktifitas sendiri di luar kendali guru.
Atas dasar dasar itulah, saya lebih senang menggunakan istilah pembelajaran ceria daripada
pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran ceria menuntut peran aktif guru
menghadirkan keceriaan dirinya dan keceriaan pembelajaran yang dilakukannya
bersama murid-murid. Sejak awal masuk kelas guru dituntut menghadirkan
keceriaan melalui bahasa tubuhnya, sapaan komunikasinya dan pengaturan model
pembelajarannya. Tanpa menunggu waktu lama, murid dengan cepat bisa menangkap
pesan ceria itu, sehingga kedua belah pihak dapat langsung menghadirkan
keceriaan dalam pembelajaran yang dilakukan bersama-sama itu.
Jika guru sejak awal telah menghadirkan keceriaan, maka
murid-murid pun awal terbawa dalam keceriaan. Ini adalah konsekwensi interaksi
timbal balik antara guru dan murid. Meskipun guru menggunakan model
pembelajaran yang disebut sebagai pembelajaran yang menyenangkan, namun jika
guru tidak menghadirkan keceriaan sejak awal masuk kelas maka mustahil tercipta
kondisi menyenangkan yang dialami dan dirasakan baik oleh guru maupun murid
secara bersamaan.
Ada banyak cara yang dibisa dilakukan oleh guru
menghadirkan keceriaan dalam pembelajaran, baik melalui tampilan fisik dan
komunikatifnya maupun dengan menggunakan alat bantu. Salah satu alat bantu yang
paling bisa manfaatkan guru dalam menghadirkan pembelajaran yang penuh
keceriaan adalah telefon genggam yang telah dimiliki oleh hampir semua murid.
Telefon genggam kini telah menjadi kebutuhan mayoritas
masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi telefon genggam itu telah
dikembangkan menjadi smartphone (telefon genggam cerdas karena
bisa berfungsi sebagai komputer mini yang bisa diinstall dengan berbagai
aplikasi yang memudahkan terpenuhinya kebutuhan gaya hidup manusia
sehari-hari). Dengan harga yang terjangkau, hampir semua masyarakat dari
berbagai jenjang telah memiliki benda kecil ini. Bahkan, benda ini telah
menjadi barang yang seolah-olah tidak bisa ditinggalkan dalam berbagai
aktifitas, termasuk dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Memegang dan memainkan smartphone kini
telah menjadi hal yang sangat menarik dan menyenangkan bagi pemiliknya. Melalui
alat kecil ini siapa saja bisa mengetahui dan melakukan apa saja baik yang
bernilai positif maupun negatif. Untuk kepentingan praktis dan instan yang
berhubungan kompter dan hubungan internet, smart phone kini
telah menggeser keberadaan laptop maupun personal computer (PC),
oleh karena itu benda ini tidak sekadar menjadi gaya hidup namun telah bergeser
menjadi kebutuhan. Karena benda ini selalu bersama dengan murid-murid, maka
sangat tepat jika barang tersebut dimanfaatkan dalam aktifitas pembelajaran.
Murid-murid tetap bisa senang dengan benda kesayangannya, namun digunakan
secara terarah demi tercapainya tujuan pembelajaran dengan lebih mudah. Guru
pun bisa memanfaatkannya untuk memudahkan tugas-tugasnya dalam melaksanakan
pembelajaran.
Perpaduan antara keceriaan yang dihadirkan oleh guru dan
pemanfaatan smart phone dalam pembelajaran, diharapkan mampu meningkatkan
kualitas pembelajaran baik pada proses maupun hasilnya. Proses pembelajaran
menjadi lebih penuh pengalaman belajar. Murid tidak sekadar menguasai
kompetensi dasar sesuai dengan kurikulum tertulis, namun bisa mendapatkan
pengalaman belajar yang lebih kaya lagi. Akhirnya, hasil pembelajarannya
menjadi lebih memuaskan karena mampu meningkatkan kompetensi pada rana afektif,
kognitif dan psikomotorik sekaligus.
Atas dasar itulah saya melakukan pengembangan pembelajaran ceria dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti berbasis pemanfaatan smartphone untuk meningkatkan hasil belajar murid-murid. Peneliti pada tahun pelajaran ini mengajar di kelas tersebut dan telah melakukan model pembelajaran ceria dengan memanfaatkan smartphone. Hasilnya sangat memuaskan. Suasana pembelajaran tampak hidup dan hasil belajarnya pun tidak mengecewakan. Semoga pengalaman ini bisa diadopsi dan dikembangkan oleh guru-guru yang lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang mereka lakukan. {abc}
0 Komentar