![]() |
Ahmad Muhibbuddin memberi kata pengantar buku "Serpihan Hikmah dari Sudut Sekolah". |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Dalam hidup, terkadang satu nama bisa menjadi
penanda lahirnya sebuah kesadaran baru, arah baru, bahkan identitas baru.
Itulah yang saya alami ketika pada tahun 2019, untuk pertama kalinya saya
dijuluki secara tertulis sebagai Pak
Guru Nine. Sebutan ini tidak datang dari sembarang orang. Dialah
Ahmad Muhibbuddin, General Manager Astra Honda Motor, sekaligus kakak
kelas kami di MAPK
Jember. Dalam testimoninya di buku saya “Serpihan
Hikmah dari Sudut Sekolah”, sebutan itu mengalir begitu alami namun
sarat makna. Sejak saat itu, saya tidak lagi sekadar Nine. Saya menjadi Pak Guru Nine—sebuah
nama yang saya peluk dengan hangat dan saya bawa dalam perjalanan hidup dan
pengabdian saya sebagai pendidik.
Apa
istimewanya sebutan ini? Barangkali terdengar sederhana. Tapi bagi saya, nama
ini lebih dari sekadar rangkaian kata. Ia adalah afirmasi terhadap tiga aspek
mendasar dalam hidup saya, yaitu
penghormatan sebagai seorang laki-laki ("Pak"), identitas profesi
sebagai pendidik ("Guru"), dan keunikan personal saya
("Nine"). Tiga kata yang terkesan biasa namun begitu personal dan
mengakar. Ia merangkum siapa saya, apa yang saya lakukan, dan bagaimana saya
ingin dikenang.
Saya
tidak bisa memungkiri bahwa selama ini nama “Nine” sering kali mengundang
kesalahpahaman. Dalam banyak kesempatan, saya kerap disangka perempuan. Saat
mengikuti tes seleksi calon murid MAPK Jember, saya dimasukkan ke kelompok
putri. Saat Prajab CPNSD Kabupaten Jombang, saya ditempatkan di asrama
perempuan. Di surat-surat resmi, bahkan tak jarang saya dipanggil “Ibu Nine”.
Di awal-awal, ini cukup membuat kikuk. Tapi saya sadar, nama bukan hanya soal
bagaimana orang lain memahaminya, tapi bagaimana kita memberi makna
terhadapnya.
Itulah
sebabnya sebutan Pak Guru NINE
terasa
menyelamatkan. Ia seperti jawaban yang tak perlu dijelaskan. Ia menjadi
penegasan jati diri saya di tengah simpang-siur persepsi. Dan yang paling
penting, nama ini saya maknai sebagai doa dan harapan—agar dalam profesi saya
sebagai guru, saya bisa terus memberi makna dan manfaat, dengan membawa nama
yang tidak umum namun penuh makna ini.
Dengan
semangat itu, saya mulai memantapkan identitas Pak Guru NINE
ke ranah publik. Saya membangun kehadiran di berbagai platform media sosial:
Instagram, TikTok, YouTube, dan Threads. Nama Pak Guru NINE
mulai saya gunakan
sebagai penanda digital diri. Hanya di Facebook, saya tetap memakai nama lama
saya: Abacaraka—nama yang punya sejarah panjang dan kedekatan batiniah yang tidak ingin saya lepaskan.
Langkah
berikutnya adalah menciptakan ruang berbagi yang lebih luas melalui blog
pribadi. Awalnya, saya memilih domain gratis www.pakgurunine.blogspot.com.
Sebuah langkah kecil, tapi berarti besar bagi saya. Di sana, saya menulis,
membagikan pengalaman, refleksi, inspirasi, dan tentu saja serpihan-serpihan
hikmah dari dunia pendidikan dan kehidupan. Header blog itu saya desain
sendiri, dengan grafis bertuliskan Pak Guru NINE
dalam huruf
kapital. Lagi-lagi, ini adalah bentuk afirmasi: menegaskan bahwa saya bangga
dengan nama saya, dan bahwa saya hadir untuk berbagi sesuatu yang bernilai.
Sambutan
publik cukup menggembirakan. Nama Pak Guru NINE
mulai dikenal dan
mendapat tempat. Maka saya pun memantapkan langkah dengan mengganti domain blog
menjadi versi professional, yaitu:
www.pakgurunine.com.
Tepat pada 24 Juni 2024, situs ini resmi diluncurkan. Hari itu menjadi tonggak
baru, bukan hanya dalam karier digital saya, tetapi juga dalam misi saya
menyebarkan inspirasi lewat dunia maya.
Kini,
blog Pak
Guru NINE telah menginjak usia satu tahun. Tidak terasa,
puluhan artikel telah saya tulis. Dari refleksi pendidikan, kisah santri,
hikmah keseharian, sampai catatan tentang kebudayaan dan keagamaan. Semuanya
hadir dengan satu semangat yaitu
berbagi kebaikan. Dalam satu tahun ini, saya menyaksikan bagaimana satu
identitas bisa menjadi jembatan untuk memperluas kemanfaatan. Tak jarang tulisan-tulisan
saya dikutip, dibagikan ulang, bahkan menjadi rujukan dalam diskusi-diskusi
kecil di dunia nyata.
Blog
ini bukan sekadar tempat menulis. Ia adalah ruang aktualisasi. Ia menjadi bukti
bahwa seorang guru tidak berhenti mengajar di dalam kelas. Ia bisa mengajar
lewat kata-kata, lewat internet, lewat media sosial, lewat semua sarana yang
tersedia di era digital ini. Dan saya percaya, semakin banyak guru yang
bersuara, semakin kuat pengaruh positif yang bisa kita tularkan pada masyarakat
luas.
Sebagai
penutup, saya ingin mengajak siapa pun yang membaca ini untuk percaya bahwa
nama bukan sekadar tanda, tetapi juga arah. Dan bahwa identitas yang kita pilih
bukan soal pencitraan, melainkan pilihan sadar untuk menjadi versi terbaik dari
diri kita. Pak Guru NINE mungkin hanya nama, tapi di balik nama itu ada
harapan, ada perjuangan, ada dedikasi, dan ada mimpi-mimpi yang terus tumbuh
untuk menjadikan dunia pendidikan lebih bermakna dan manusiawi.
Semoga blog Pak Guru NINE terus menjadi jendela hikmah yang menyejukkan. Semoga nama ini terus menginspirasi, bukan hanya untuk saya pribadi, tetapi juga untuk semua yang percaya bahwa menjadi guru adalah jalan hidup yang mulia—yang layak disuarakan, dikenang, dan dibanggakan.[pgn]
0 Komentar