Saudara-saudara dan Masa Kanak-kanak

 

Keluarga Pak Guru NINE dalam formasi lengkap saat berlibur di Malang. 

[Pacarpeluk, Pak Guru NINE]

Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Bapak Syamsul Huda dan ibu Dewi Alfiyah memiliki empat orang anak. Anak pertama bertama berjenis kelamin perempuan, diberi nama Ririn Eva Hidayati. Penulis biasa memanggilnya neng Ririn. Ia dilahirkan pada 25 Pebruari 1978.

Terekam dalam ingatan penulis, sejak kecil neng Ririn adalah anak yang berprestasi. Karena kecerdasannya, ia menamatkan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyyah Praja Putra Sentul hanya dalam waktu 5 (lima) tahun. Dulu belum ada program pendidikan akselerasi, namun atas rekomendasi dari para guru dan kepala sekolah, ia meloncat kelas dari kelas 2 (dua) kelas 4 (empat).

Selama belajar di madrasah itu, neng Ririn tinggal menetap di rumah pakdhe H. Masbuchin dan budhe Hj. Ainun Jariyah di desa Sentul. Inilah pengalaman pertamanya berjauhan dengan orang tua dalam proses belajar. Ya ini adalah pengalaman mondoknya yang pertama kali. Biasanya Bapak dan Ibu menjemput neng Ririn seminggu sekali, saat libur.

Anak kedua Bapak dan Ibu adalah seorang anak laki-laki yang diberi nama Nine Adien Maulana. Jarak kelahiran anak kedua dengan anak pertama relatif berdekatan, yakni sekitar 19 bulan. Anak kedua ini dilahirkan pada 7 September 1979. Beda dengan neng Ririn, penulis tidak dimondokkan di rumah H. Masbuchin dan budhe Ainun Jariyah, tapi tinggal bersama Bapak dan Ibu rumah Peluk. Penulis mengenyam pendidikan sekolah di desa Pacarpeluk. Bapak dan Ibu memasukkan penulis di TK Pertiwi Pacarpeluk. Di taman pendidikan ini penulis belajar bersama dengan neng Ririn. Saat penulis di kelas 0 (nol) kecil, neng Ririn sudah di kelas 0 (nol) besar.

Setelah menamatkan pembelajaran di TK Pertiwi, penulis dimasukkan ke SD Negeri Pacarpeluk 2 yang ada di desa tempat tinggal penulis. Sekolah ini menjadi wahana penulis menunjukkan prestasinya, khususnya dalam hal akademik. Mungkin karena persaingan kemampuan prestatif yang relatif rendah di antara murid sekelas, penulis selalu berada di antara peringkat 1,2 atau 3 sejak kelas I hingga kelas VI. 

Karena tinggal di rumah bersama Bapak dan Ibu, penulis memiliki banyak waktu bermain ala anak-anak desa, misal: mandi di kali, mancing, kekean (gasing kayu tradisional), jumpritan (petak umpet), nekeran (kelereng), bentik patelelekarkaran (kartu), memelihara jangkrik, burung emprit dan marmut, dan berbagai pemainan yang lain. Inilah masa-masa penulis dalam mengukir kreatifitas sebagaimana anak-anak pada umumnya.

Anak ketiga adalah seorang perempuan. Bapak dan Ibu memberinya nama Nia Erva Zuhriyah. Dek Nia, demikian panggilannya, dilahirkan pada 4 November 1985. Sebagaimana neng Ririn, dek Nia juga disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyyah Praja Putra Sentul dan mondok di rumah pakdhe H. Masbuchin dan budhe Hj. Ainun Jariyah.

Anak keempat adalah juga seorang perempuan. Ia adalah anak terakhir Bapak dan Ibu yang terlahir pada 12 Desember 1988. Sebagaimana saudara-saudara perempuannya, dek Rista juga sekolah dan tinggal di Sentul. Dengan demikian hanya penulis yang tidak pernah disekolahkan di Sentul dan dimondokkan di rumah pakdhe H. Masbuchin dan budhe Hj. Ainun Jariyah.

Penulis tidak begitu ingat kenangan masa kecil dek Nia dan dek Rista. Mungkin itu disebabkan oleh ego kekanak-kanakan penulis waktu yang sangat ingin memiliki adek laki-laki. Namun, Allah SWT ternyata memberi adek berjenis kelamin perempuan. Karena sikap egois itu, penulis tidak begitu perhatian dengan masa kecil adek-adek. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin inilah, penulis yang masih kecil tidak nyaman jika mengajak adek-adek ikut nimbrung bermain dengan teman-teman.

Meskipun demikian, alhamdulillah, ketika kami telah dewasa dan berumahtangga persaudaraan, keakraban dan kekeluargaan kami tampak sangat kompak. Semoga kami tetap istiqamah dalam kehangatan keluarga ini. Amiin.[png]        

Posting Komentar

0 Komentar