Menyambungkan Sanad Kependekaran

 

Ini adalah makam KH. Masbukhin di Sentul, Tembelang, Jombang. Dulu selama hidupnya, beliau terkenal sebagai pendekar yang bernyali. Sebagai warga PSNU Pagar Nusa, Caraka Shankara juga seorang pendekar. Atas dasar itulah, ziarah kubur ini ibarat usaha menyambungkan sanad kependekaran di antara mereka (Kamis, 2/3/2023).   


[Pacarpeluk, Pak Guru NINE]

Saat beliau masih hidup, saya biasa memanggilnya Pakde Bu. Beliau adalah kakak kandung ibu saya. Namanya adalah Abuchin. Setelah melaksanakan ibadah haji, namanya disempurnakan menjadi Masbuchin. Penyempurnaan nama ini tidak mengubah pengucapan panggilan “Bu”. Saya tetap memanggilnya Pakde Bu. Ibu saya juga tetap memanggilnya Cak Bu. Orang-orang juga tetap biasa memangilnya Aba Abu.

Pakde Bu dikenal sebagai seorang ayah yang sangat fanatik terhadap pendidikan keislaman putra-putrinya. Perhatiannya terhadap pendidikan kesantrian untuk putra-putrinya amat besar. Semua putra-putrinya mendapatkan pendidikan di Madrasah. Kedua putranya juga dimasukkan dalam pondok pesantren. Putra pertamanya sempat mondok beberapa waktu, namun akhirnya boyong karena alasan tidak kerasan. Putra keduanya sangat kerasan mondok dalam asuhan KH. Muhammad Djamaluddin Ahmad di Tambakberas untuk memdalami ilmu-ilmu kepesantrenan dan dalam asuhan KH. Masduqi Abdurrohman Perak untuk mendalami tahfidh al-Quran.

Beliau bercita-cita mendirikan Pondok Pesantren yang diasuh oleh putranya yang mumpuni dalam ilmu kepesantrenan dan tahfidh al-Quran ini. Alhamdulillah cita-cita beliau telah menjadi nyata. Di belakang rumahnya, kini telah berdiri Pondok Pesantren Hidayatul Quran Sentul Tembelang Jombang dengan jumlah santri yang terus bertambah.    

Pakde Bu juga seorang pendekar kanuragan yang spiritualis. Banyak orang yang mengakui kelebihan beliau. Hampir tiap hari, ada saja orang yang bertamu kepadanya untuk meminta bantuannya.  Khidmat ini dijalaninya hingga menjelang wafat. Kelebihan inilah yang kini menurun kepada salah satu putranya yang tinggal di Kediri.

Didorong keinginan kuat untuk menyambungkan sanad keilmuan pesantren, saya dan istri berkomitmen memondokkan Caraka Shankara di Pondok Pesantren Hidayatul Quran itu. Dulu selama mondok di Tambakberas, saya juga mendapat bimbingan intensif ilmu-ilmu kepesantrenan dari beliau pengasuh pondok pesantren ini. Oleh karena itu wajar jika saya menyambungkan sanad keilmuan kepesantrenan kepada anak pertama saya itu dari guru saya itu.

Sayangnya, baru dua setengah tahun mondok, Caraka Shankara minta boyong karena lebih tertarik menekuni Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa. Sebagai orang tuanya, terus terang kami kecewa. Namun, kami harus tetap mengapresiasi keputusannya itu. Dalam kekecewaan itu, kami tetap berhusnudhan, “jangan-jangan pilihan anak kami ini menurun dari pilihan anak pertama Pakde Bu yang boyong dari pondok karena tidak kerasan dan lebih menyukai beladiri dan kanuragan.”

Saya sering berpesan kepada anak pertama saya ini bahwa PSNU Pagar Nusa adalah warisan para kyai Nahdlatul Ulama. Ini bukan Pencak Silat biasa. Selain sebagai badan otonom NU, pencak silat ini adalah bagian khazanah budaya santri. “Oleh karena itu, jangan melepas diri dari sanad para kyai itu. Berakhlaklah dengan akhlak santri. Berziarahlah ke makam-makam beliau untuk mendoakan dan menyambungkan sanad keilmuanmu.”

Selain menyambungkan sanad kepada para kyai Nahdlatul Ulama, saya juga berpesan kepada Caraka Shankara untuk menyambungkan sanad kependekaran kepada Pakde Bu. “Ayah bukan seorang pendekar. Ayah juga tidak pernah punya angan-angan sampean menjadi pendekar. Tapi nyatanya, sampean menguasai kependekaran dan kanuragan. Oleh karena itulah, Ayah berhusnudhan bahwa bisa jadi sampean mewarisi nasab kependekaran dan kanuragan dari Mbah Abu.”, jelas saya kepada anak pertama saya itu.

Atas dasar itulah, saya memintanya menyambungkan sanad kependekaran dan kanuragannya dengan berziarah ke makam Pakde Bu. Dia pun memahami penjelasannya saya, sehingga tanpa sepengatahuan saya ia pun beberapa kali berziarah ke makam Pakde Bu.

Beberapa hari menjelang berangkat ke Kediri untuk mengikuti seleksi sebagai calon murid di salah satu SMAN yang diinginkannya, saya pun mengajaknya untuk berziarah lagi. Saya, isteri saya, Caraka Shankara dan Wacana Bawana berkunjung ke Sentul untuk mohon doa restu kepada keluarga Pakde Bu dan berziarah dan berdoa di makamnya. Inilah yang saya maksud dengan menyambungkan sanad kependekaran itu.

Jika akhirnya dia lolos seleksi dan menjadi murid di sekolah tersebut, maka rekam jejaknya memang tidak bisa dilepaskan dari sanad kependekaran yang telah dipilihnya. Semoga Allah SWT senantiasa menempatkannya dalam tempat yang paling diridhaiNya. Aamiin. [pgn]

Posting Komentar

0 Komentar