![]() |
Pak Guru NINE saat mendengarkan penjelasan pengalaman Kepala SMAN 2 Jombang tentang Dilema Etika dalam mengambil suatu keputusan. |
Demontrasi
Kontekstual - Modul 3.1
NINE
ADIEN MAULANA, M.Pd.I.
CGP
Angkatan 9 dari SMAN 2 Jombang
LAPORAN
HASIL WAWANCARA
DAN
ANALISISNYA TENTANG PENERAPAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. WAWANCARA
Berikut
ini adalah hasil wawancara saya, Nine Adien Maulana (NAM), dengan dua orang responden dari pimpinan
sekolah. Yang Pertama adalah Kepala SMAN 2 Jombang, Budiono (B). Ia telah
menjabat sebagai Kepala Sekolah di beberapa SMAN di kabupaten Jombang, sebelum
akhirnya menjadi Kepala SMAN 2 Jombang.
Yang
kedua adalah Raden Abdul Gani (RAG). Ia sekarang menjabat sebagai Wakil Kepala
Sekolah bidang Hubungan Masyarakat (Humasy). Ia juga pernah menjadi Wakil
Kepala Sekolah bidang Kesiswaan.
Responden
1
NAM : Selama ini, bagaimana Anda dapat
mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?
B : Identifikasi dilema etika dan bujukan
moral. Dilema etika adalah benar berkontradiksi dengan benar. Artinya ada dua
kebenaran yang kita tidak bisa memilih keduanya, tetapi harus memilai salah
satu. Sehingga, ketika kita memilih salah satu, maka ada kebenaran lain yang
tidak bisa tunaikan.
Sedangkan
untuk bujukan moral adalah kita mulai melakukan suatu kebaikan. Namun di dalam
kebaikan itu, ternyata ada hal lain, yang mengikutinya itu sebuah pelenggaran-pelanggaran
etika, atau suatu ketidakbenaran.
NAM : Selama ini, bagaimana Anda menjalankan
pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada
dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?
B : Pengalaman pengambilan keputusan
dilema etika di sekolah saya. Biasaya saya cari informasi atau data atau juga
berapa orang yang terlibat dalam kepentingan tersebut untuk berdiskusi, berkomunikasi,
berkolabirasi dari berbagai pihak tadi, sehingga dari sana kita dapatkan beberapa
informasi yang bisa kita pakai untuk menjadi pertimbangan di dalam pengambilan
keputusan untuk menyelesaikan dilema etika tersebut. Di samping itu juga perlu
kita pelajari hal-hal yang terkait dengan norma, etika, aturan, undang-undangan
dan seterusnya sebagai pertimbangan.
NAM : Langkah-langkah atau prosedur seperti apa
yang biasa Anda lakukan selama ini?
B : Langkah-langkah atau prosedur yang
biasa saya lakukan sebagai berikut: Yang pertama, saya berusaha menganganalisa
permasalahan yang ada dari sisi urgensi, atau tingkat kepentingannya. Yang mana
yang wajib. Yang Mana segera. Yang mana yang harus diutamakan.
Yang
kedua, dianalisa tingkat kemanfaatan. Mana yang manfaatnya lebih besar. Mana
yang manfaatnya lebih luas. Mungkin yang ketiga adalah tingkat risiko. Ketika
kita tidak memilih salah satu pilihan, maka seberapa risiko yang akan harus
kita hadapi.
Setelah
itu, kita komunikasikan dari semua pertimbangan tadi dengan pihak-pihak yang
berkepentingan atau yang terlibat pada permasalahan tersebut, sehingga
keputusan yang kita ambil bisa diterima oleh semua pihak yang mampu
meminimalisir semua risiko yang terjadi terhadap pilihan lain yang tidak kita
ambil.
NAM : Hal-hal apa saja yang selama ini Anda
anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
B : Mengomunikasikan permasalahan dengan pihak-pihak
yang berkepentingan atau yang terlibat pada permasalahan tersebut untuk
mendapatkan pertimbangan-pertimbangan menjadi hal yang sangat efektif dalam
pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika. Setidak-tidaknya, kita
bisa merasa ada banyak pihak yang bisa meringankan beban dari konsekwensi atas keputusan
yang kami ambil.
NAM : Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan
tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
B : Sedangkan kendala yang mungkin terjadi
di lapangan. Terkadang ketika kita berusaha menyampaikan hasil keputusan atau
pengambilan kuputusan ada beberapa teman guru yang mungkin saat itu ada
halangan atau kepentingan sehingga tidak ikut di dalam sebuah rapat atau sosialisasi.
Mereka hanya melihat keputusannya saja tanpa melihat konteks sosial budaya yang
melingkupinya (asbabun nuzul), sehingga ini bisa menimbulkan sebuah pertanyaan,
mungkin, karena belum ada pencerahan. Tetapi dengan berjalannya waktu,
sosialiasai dan kolaborasi dari semua steakholder insyallah semua permasalahan
itu bisa teratasi.
NAM : Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau
jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda
langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk
menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?
B : Permasalahan dilema etika bervariasi.
Kadang muncul hari ini, besok harus sudah diselesaikan. Tapi kadang kita masih
punya ruang waktu berfikir dengan tenang, berfikir dengan bijak,
menimbang-nimbang dari semua pertimbangan yang ada tadi. Tapi adakalanya juga
tidak ada waktu untuk seperti itu, sehingga kecermatan dan ketepatan serta
perhitungan dari seorang pimpinan kadang-kadang diperlukan. Dan yang tidak
kalah lebih penting lagi adalah keberanian seorang pimpinan. Ketika sudah
mengambil pilihan A dan bukan B. Itu sudah betul-betul dengan berbagai
pertimbangan yang matang, baik itu dari tingkat urgensi kepentingannya, kemanfaatnya,
termasuk risikonya. Itu harus diperhitungkan dengan matang walaupun dalam waktu
yang sangat singkat.
Intinya
tidak ada jadwal ketika ada sebuah masalah harus kita selesaikan kapan, karena
di lapangan itu bervariasi. Jadi jadwal itu ditentukan oleh tuntutan yang ada
di lapangan.
NAM : Adakah seseorang atau faktor-faktor apa
yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan
dalam kasus-kasus dilema etika?
B : Kami di sekolah selalu memiliki tim
dalam berbagai macam urusan. Dan, tim-tim inilah yang saya manfaatkan, selain
untuk membantu saya untuk menjalankan berbagai tugas, juga sebagai teman di
dalam berbagai hal ketika kita menghadapi berbagai dilema etika. Merekalah yang
setiap saat saya ajak untuk berdiskusi, berkomunikasi dan menimbang-nimbang,
kira-kira mana pilihan yang paling benar dan paling tepat diantara beberapa
pilihan yang lain.
Jadi
bisa saja orangnya berbeda dengan tugas dan permasalahan yang berbeda. Jadi
bisa seorang wakil kepala sekolah, ketika ini kaitannya dengan hal-hal yang
terkait dengan pengelolaan sekolah. Bisa saja juga tim guru agama ketika ini
terkait dengan permasalahan anak-anak yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Bisa juga tim saya dari BK (Bimbingan dan Konseling), ketika ini
terkait dengan permasalahan belajar dari anak didik.
NAM : Dari semua hal yang telah disampaikan,
pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan
dilema etika?
B : Dari semua hal yang saya sampaikan ada
sebuah refleksi resume bahwa seorang pemimpin mau tidak mau, suka-tidak suka
akan berhadapan dengan berbagai pilihan yang kita sebut tadi dilema etika. Yang
jelas pemimpin harus berani mengambil keputusan, tetapi dengan harus dengan
pertimbangan-petimbangan yang sangat matang, dengan kalkulasi-kalkulasi yang
sangat cermat, supaya keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang paling
tepat diantara keputusan benar yang lainnya. Dan keputusan tersebut ternyata
satu-satunya yang berisiko yang paling kecil. Itulah tantangan terbesar dari
seorang pemimpin. Berani mengambil keputusan yang terbaik di antara
pilihan-pilihan yang baik. Terima kasih. Wassalaamu alaikum Wr.Wb.
Responden 2
NAM : Selama ini, bagaimana Anda dapat
mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?
RAG : Yang pertama, Adanya gesekan secara
individual seorang guru dengan Bapak Ibu guru yang lain. Yang kedua, adanya
perbedaan gagasan antara pendapat seorang guru dengan Bapak Ibu guru yang lain.
NAM : Selama ini, bagaimana Anda menjalankan
pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada
dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?
RAG : Jadi semuanya berbasis kepada peraturan
yang berlaku di sekolah. Semuanya kita kembalikan kepada aturan yang berlaku di
sekolah di SMAN 2 Jombang.
NAM : Langkah-langkah atau prosedur seperti apa
yang biasa Anda lakukan selama ini?
RAG
: Yang pertama, mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan atau
mengidentifikasi masalah. Yang kedua, menentukan siapa yang terlibat dalam
situasi ini. Yang ketiga mengumpulkan fakta-fakta, Yang keempat diuji
berdasarkan peraturan yang ada. Yang kelima, kita membuat keputusan. Yang
keenam kita merefleksikan.
NAM : Hal-hal apa saja yang selama ini Anda
anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
RAG : Ya itu membandingkan seluruh risiko yang
akan terjadi dari pihak-pihak yang berkasus.
NAM : Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan
tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
RAG : Yang pertama merasa benar sendiri. Yang
kedua egois. Yang ketiga emosional. Yang keempat kurang mendapatkan sosialisasi
program dari sekolah.
NAM : Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau
jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda
langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk
menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?
RAG : Untuk sekolah kami, belum punya jadwal
yang tetap. Biasanya ditangani jika ada kasus.
NAM : Adakah seseorang atau faktor-faktor apa
yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan
dalam kasus-kasus dilema etika?
RAG : Jadi, para pihak yang pertama, punya sikap
terbuka. Yang kedua mudah diajak diskusi. Yang ketiga penuh pengertian. Yang
keempat mudah menerima.
NAM : Dari semua hal yang telah disampaikan,
pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan
dilema etika?
RAG : Yang pertama mungkin, untuk suatu lembaga
khususnya lembaga sekolah atau mungkin perusahaan, dilemma etika pasti ada dan
selaly muncul, sehingga sekolah perlu atau harus membuat SOP penanganan
kasus-kasus, khususnya kasus dilemma etika ini . Yang kedua di dlaam menangani
kasus-kasus, khusunya dilemma etika ini, harus mempertimbangkan risiko-risiko
yang akan muncul dari keputusan yang dibuat.
B. ANALISIS
HASIL WAWANCARA
1. Analisis
Berdasarkan 4 Paradigma Dilema Etika
a. Individu
lawan Kelompok (Individual vs Community)
Budiono
menekankan pentingnya melibatkan semua pihak yang terlibat dalam kepentingan
atau dilema etika tersebut. Dia mencari informasi dari berbagai sumber dan
berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk mendapatkan sudut pandang yang
holistik.
Sedangkan
Raden Abdul Gani lebih menekankan pada penerapan aturan yang berlaku di sekolah
sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan. Pendekatannya cenderung lebih
berfokus pada kepentingan kolektif atau kelompok, dengan memprioritaskan
konsistensi dan keadilan dalam tindakan.
b. Rasa
Keadilan lawan Rasa Kasihan (Justice vs Mercy)
Budiono
menekankan pentingnya mempertimbangkan semua aspek yang terlibat, termasuk
manfaat yang lebih luas dan tingkat risiko dari setiap keputusan. Pendekatannya
cenderung lebih objektif dan berbasis hasil akhir.
Sedangkan
Raden Abdul Gani mencoba untuk memahami dan memperhitungkan risiko-risiko yang
mungkin timbul dari setiap keputusan yang diambil. Pendekatannya cenderung
lebih analitis dan berbasis pada pertimbangan berbagai risiko yang terlibat.
c. Kebenaran
lawan Kesetiaan (Truth vs Loyalty)
Budiono
menekankan pentingnya keberanian dalam mengambil keputusan yang dianggap paling
tepat, meskipun harus mempertimbangkan loyalitas terhadap pihak-pihak yang
terlibat. Pendekatannya lebih berfokus pada prinsip berpikir berbasis hasil
akhir.
Sedangkan
Raden Abdul Gani enyoroti pentingnya memiliki sikap terbuka, kemudahan dalam
berdiskusi, dan pengertian terhadap berbagai pandangan. Pendekatannya lebih
berorientasi pada kepedulian terhadap individu atau kelompok yang terlibat.
d. Jangka
Pendek lawan Jangka Panjang (Short Term vs Long Term)
Budiono
mengakui bahwa penyelesaian dilema etika dapat bervariasi, terkadang
membutuhkan waktu yang singkat untuk mengambil keputusan dengan cepat dan
tepat. Namun, dia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak jangka
panjang dari keputusan yang diambil.
Sedangkan
Raden Abdul Gani menyadari bahwa penyelesaian dilema etika tidak selalu dapat
dilakukan secara instan. Dia mengakui bahwa waktu dan ruang untuk merenungkan
berbagai pertimbangan dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas kasusnya.
2. Analisis
Berdasarkan 3 Prinsip Pengambilan Keputusan
a. Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
Budiono
dan Raden Abdul Gani keduanya mengutamakan pertimbangan terhadap hasil akhir
dari keputusan yang diambil. Mereka memperhitungkan manfaat dan risiko dari
setiap opsi yang tersedia.
b. Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking):
Raden
Abdul Gani lebih cenderung untuk mempertimbangkan aturan dan peraturan yang
berlaku di sekolah sebagai panduan dalam pengambilan keputusan, sementara Budiono
lebih fleksibel dalam pendekatannya, mencari berbagai pertimbangan dan sudut
pandang.
c. Berpikir
Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Budiono
(menekankan pentingnya berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pihak-pihak yang
terlibat, menunjukkan kepedulian terhadap perspektif dan kebutuhan mereka. Raden
Abdul Gani juga menyoroti pentingnya memiliki sikap terbuka dan penuh
pengertian terhadap berbagai pandangan dalam proses pengambilan keputusan.
3. Analisis
Berdasarkan 9 Langkah Pengambilan Keputusan dan Pengujian Keputusan
Kedua
responden, baik Budiono maupun Raden Abdul Gani secara umum mengikuti
langkah-langkah yang mencakup mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan,
menentukan siapa yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta relevan, melakukan
pengujian benar atau salah, melakukan pengujian paradigma, melakukan prinsip
resolusi, mengeksplorasi opsi trilema, membuat keputusan, dan merefleksikan
kembali keputusan yang diambil.
Dari
analisis ini, terlihat bahwa Budiono dan Raden Abdul Gani memiliki pendekatan
yang berbeda dalam menangani dilema etika, namun keduanya memperhatikan
berbagai prinsip dan langkah-langkah yang penting dalam proses pengambilan
keputusan yang etis. Ini menunjukkan pentingnya memiliki pendekatan yang
holistik dan seimbang dalam menangani dilema etika di lingkungan sekolah.
0 Komentar