![]() |
Pak Guru NINE bersama Sekrataris Umum dan jajaran Komisi DP MUI Kabupaten Jombang. |
[Pacarpeluk, Pak Guru NINE] – Siang itu di aula
SMAN 2 Jombang, saya sedang asyik mengikuti acara In House Training. Tiba-tiba,
ponsel saya bergetar, menandakan adanya pesan WhatsApp masuk. Pengirimnya
adalah KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi, yang akrab disapa Gus Awis. Sebagai
seorang santri, nama ini tidak asing bagi saya. Dengan penuh penasaran, saya
membuka pesan tersebut.
Pesan singkat namun penuh makna itu membuat saya
segera membalasnya. "Dien, bisa telepon? Biar cepat dan jelas!" bunyi
pesan Gus Awis. Tanpa menunggu lama, saya berpindah tempat, mencari sudut yang
tidak terlalu bising di bagian belakang aula. Tujuanya adalah agar komunikasi
di antara kami menjadi jelas dan tidak terganggu oleh suara-suara lain.
Telepon pun tersambung, dan dari seberang, Gus
Awis menyampaikan kabar penting. Beliau mengabarkan bahwa akan menerima amanah
sebagai ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang,
menggantikan KH. Cholil Dahlan, yang notabene adalah pakdhenya sendiri. Sebuah
tanggung jawab besar yang tentu saja memerlukan dukungan dari banyak pihak.
"Dien, sampean tak masukno dalam kepengurusan
MUI ya?" tanya Gus Awis dengan nada penuh harap. Sebuah permintaan yang
tidak pernah saya duga sebelumnya. Dengan spontan, saya menjawab, "Gus,
saya gak pantes ada di sana. Biar saya khidmat di LAZISNU PCNU Jombang
saja."
Namun, Gus Awis memiliki pandangan lain. "Aku
butuh bantuan sampean. Sampean membantu saya di bagian sekretaris yang ngurusi
publikasi kegiatan," jelasnya dengan tegas. Sebagai seorang santri yang
putrinya mondok di asrama Hidayatul Quran milik Gus Awis, saya merasa memiliki
kewajiban moral untuk memenuhi permintaannya. Saya pun akhirnya menyanggupi.
"Baik Gus Awis. Saya bersedia karena saya
ingin khidmat kepada panjenengan. Semoga putri saya yang mondok di pondok
panjenengan bisa mendapatkan ilmu yang manfaat dan barokah," jawab saya
dengan tulus.
Singkat cerita, saya pun mendampingi Gus Awis
dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten
Jombang, di jajaran sekretaris. Tugas utama saya adalah mengurusi grafis
publikasi dan media sosial serta media online lainnya. Kemampuan dasar
jurnalistik dan desain grafis yang saya miliki sangat menunjang tugas ini,
sesuai harapan Gus Awis.
Setiap kali Gus Awis menyampaikan pidato dalam
sebuah acara, saya menjadi pendengar yang setia. Kemudian, saya merangkai
kata-kata beliau dalam bentuk berita. Proses ini saya lakukan dengan penuh
hati-hati. Setelah merangkai kalimat-kalimat tersebut menjadi paragraf yang
rapi, saya mengirimkannya kepada Gus Awis untuk dikoreksi. Jika sudah
mendapatkan persetujuan beliau, barulah saya melemparkannya ke ruang publik
melalui berbagai platform media sosial dan online.
Saya berusaha semaksimal mungkin menjadi juru
ketik yang baik, bekerja di balik permukaan dengan penuh dedikasi. Pekerjaan
ini saya nikmati, karena melalui khidmat ini, saya berharap bisa memberikan
yang terbaik untuk putra-putri saya dan mendapatkan berkah dari Allah SWT.
Alhamdulillah, usaha kami tidak sia-sia. Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang kini mulai dikenal
oleh publik berkat publikasi yang masif melalui media sosial dan media online.
Semoga hal ini bisa menjadi motivasi bagi pergerakan yang lebih produktif demi
kemaslahatan masyarakat.
Perjalanan khidmat ini mengajarkan banyak hal
kepada saya. Dari mulai merangkai kata, memahami esensi setiap pesan yang ingin
disampaikan, hingga menjaga komunikasi yang baik dengan publik. Setiap detil
dalam proses ini, saya lakukan dengan penuh cinta dan rasa hormat kepada Gus
Awis dan seluruh jajaran Dewan Pimpinan MUI Kabupaten Jombang.
Dalam setiap langkah, saya selalu ingat bahwa
tugas ini bukan sekadar pekerjaan biasa. Ini adalah bentuk pengabdian, sebuah
khidmat yang diharapkan membawa keberkahan bagi keluarga dan masyarakat luas.
Semoga segala upaya dan dedikasi ini mendapatkan ridha dari Allah SWT, dan
memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. [pgn]
0 Komentar