Moderasi Beragama: Menemukan Keseimbangan di Tengah Tantangan Zaman

 

Peserta halaqoh mengabadikan kebersamaan dengan para pemateri sebelum meninggalkan tempat.

[Jombang, Pak Guru NINE] -  Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang, melalui Komisi Ukhuwwah Islamiyah, menyelenggarakan Halaqah bertajuk "Implementasi Moderasi Beragama." (Sabtu, 22/6). Acara ini diadakan di lantai 2 Ruang Pertemuan Kantor Pusat Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang. Halaqah ini dipandu oleh Gus Izzuddin, anggota Komisi Ukhuwwah Islamiyah, dan dibuka oleh Ketua Umum DP MUI Kabupaten Jombang, Dr. KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi, yang akrab disapa Gus Awis.

Dalam pidato pembukaannya, Gus Awis menekankan pentingnya sikap moderat bagi umat Islam. Ia mengutip Surah Al-Baqarah ayat 143, "wakadzalika ja'alnakum ummatan wasathan..." yang berarti "dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian sebagai umat yang adil dan pilihan." Gus Awis menjelaskan bahwa moderasi dalam beragama adalah sikap tengah yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Sebagai cucu pendiri Pesantren Njoso, ia memberikan contoh-contoh nyata tentang moderasi dalam berbagai aspek kehidupan beragama, mencakup aqidah, ibadah, dan akhlak.

Dalam hal aqidah, Gus Awis menjelaskan bahwa seorang muslim harus bertindak tawasuth, yang berarti menghindari ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi atau mengabaikan dalam beragama). Ia mengingatkan bahwa penting untuk berada di jalan tengah antara tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dan ta’thil (meniadakan sifat-sifat Allah).

Gus Awis juga mengutip beberapa hadis Nabi Muhammad yang mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam beribadah sehingga mengabaikan kebutuhan diri sendiri dan orang lain. Misalnya, Nabi Muhammad mengingatkan umatnya agar tidak berdiri terus-menerus dalam shalat tanpa istirahat, atau tidak berpuasa tanpa berbuka. Moderasi dalam ibadah ini bertujuan agar umat Islam dapat menjalankan ibadah dengan penuh keseimbangan tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Selain itu, moderasi dalam akhlak juga sangat penting. Gus Awis menekankan bahwa dalam berdoa dan berderma, umat Islam diajarkan untuk tidak bersikap terlalu keras atau terlalu lunak. Sikap moderat ini diharapkan dapat menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.

Dr. H. Muhajir, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, turut hadir sebagai narasumber pertama. Dalam paparannya, ia menyampaikan konsep dan praktik moderasi beragama yang menjadi program Pemerintah Republik Indonesia. Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris MUI Kabupaten Malang ini menekankan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menjaga kerukunan dan perdamaian di tengah masyarakat yang majemuk.

"Agama itu sudah moderat, sehingga yang diperlukan untuk dimoderasi adalah pemahaman dan praktik beragama kita. Jadi, Moderasi Beragama, bukan Moderasi Agama," ujarnya di hadapan para peserta yang terdiri dari delegasi MUI dari 21 Kecamatan dan delegasi lintas organisasi.

Yusuf Suharto, Ketua Komisi Ukhuwwah Islamiyah MUI Jombang, dalam paparannya menyampaikan beberapa istilah dalam Al-Qur'an yang erat berhubungan dengan moderasi beragama. Istilah-istilah tersebut antara lain Wasath (sikap proposional; moderat), al-'Adl (keadilan), al-Khair (kebaikan), al-Tawazun (keseimbangan), dan Shirath Mustaqim (jalan lurus; moderasi).

"Shirath Mustaqim adalah Moderasi Beragama itu sendiri, bahkan kunci utama dalam memahami Moderasi Beragama, sebagai jalan pertengahan antara yang al-maghdhub (dimarahi karena mengabaikan; tafrith) dan al-dhall (tersesat karena berlebihan dalam beragama; ifrath). Moderasi Beragama itu ya aplikasi dari Ahlussunnah wal Jama'ah," pungkas pria kelahiran Banyuwangi ini.

Halaqah ini menjadi momentum penting bagi MUI Kabupaten Jombang untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya moderasi dalam beragama. Dengan pemahaman yang benar dan penerapan yang tepat, moderasi beragama dapat menjadi pilar utama dalam menciptakan kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang beragam.

Acara ini diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab yang aktif, menunjukkan antusiasme peserta untuk mendalami konsep moderasi beragama. Harapannya, hasil dari halaqah ini dapat menjadi panduan praktis bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan beragama yang seimbang, adil, dan harmonis di tengah tantangan zaman modern.[pgn]

Posting Komentar

0 Komentar