![]() |
Pak Guru NINE bersama Pak Abdul Mu'thi dalam International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy 13-14 November 2023. |
[Jombang,
Pak Guru NINE] - Selasa, 14 November 2023, saya berkesempatan berada dalam satu
forum dengan sosok yang selama ini saya kagumi, Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed.,
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Acara ini adalah bagian dari International Conference on
Cross-Cultural Religious Literacy, yang diselenggarakan oleh
Leimena Institute di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta. Prof. Mu’ti adalah
salah satu pembicara dari Indonesia, dan saya mengikuti konferensi ini sebagai
salah satu peserta.
Dari
kejauhan, saat beliau berbicara, saya langsung menangkap keunikan gaya
komunikasinya. Cair, ringan, namun penuh isi. Setiap kata yang keluar dari
mulutnya mampu menyejukkan pikiran, sekaligus menggugah semangat berpikir
kritis. Tidak terasa berat, tetapi sarat makna. Beliau adalah contoh seorang
akademisi yang mampu menyampaikan gagasan besar dengan bahasa sederhana yang
bisa dipahami siapa pun, bahkan orang awam sekalipun. Ini salah satu alasan
mengapa saya selalu mengaguminya.
Setelah
sesi presentasi selesai, saya mencegat beliau untuk meminta foto bersama. Saat
saya memperkenalkan diri, “Prof. Mu’ti, saya Nine Adien Maulana dari Jombang,”
beliau langsung menanggapi dengan spontan dan tertawa ringan, “Orang NU ya?”
Saya mengiyakan sambil tersenyum, dan menambahkan, “Pak, saya adalah kader
Nahdlatul Ulama yang suka dengan gaya komunikasi ilmiah dan sosial Njenengan.”
Sambutan beliau sangat hangat, dan tanpa kesan formalitas yang berlebihan. Kami
pun berfoto bersama dengan bantuan salah satu peserta konferensi.
Pertemuan
singkat ini semakin memperkuat kesan saya terhadap gaya komunikasi Prof. Mu’ti,
yang terasa seperti perpaduan unik antara kelembutan tradisi Nahdliyyin dengan
keilmiahan Muhammadiyah. Di tengah dunia akademik yang kerap terasa kaku,
beliau hadir dengan kepribadian yang rileks, cair, bahkan tak jarang
menyelipkan humor di sela-sela pembicaraannya. Gaya seperti ini jarang dimiliki
oleh para ulama Muhammadiyah lainnya yang cenderung lebih formal dan serius.
Ternyata,
ada latar belakang menarik di balik gaya komunikasinya yang begitu khas ini.
Dalam sebuah acara Mata
Najwa di Metro TV, bertajuk “Belajar dari KH Ahmad Dahlan & KH
Hasyim Asy'ari,” Prof. Mu’ti mengakui bahwa ia sebenarnya lebih dulu belajar di
lingkungan NU sebelum kemudian mendalami Muhammadiyah. “Sebelumnya saya itu
lebih dulu belajar NU. Jadi saya lebih mengerti bagaimana cara keberagamaan NU
dibanding Muhammadiyah,” ungkapnya. Dari pengakuan ini, terlihat jelas bahwa
meskipun sekarang beliau menjadi salah satu tokoh penting Muhammadiyah, jejak
NU dalam cara berpikir dan berkomunikasi beliau masih sangat terasa.
Prof.
Mu'ti baru benar-benar belajar pemikiran Kiai Ahmad Dahlan ketika menjadi
mahasiswa di UIN Walisongo, Semarang. Di sinilah beliau mulai mendalami
ideologi Muhammadiyah dan akhirnya menjadi bagian dari organisasi tersebut.
Meski ‘baru’ di Muhammadiyah, karier Abdul Mu'ti melesat. Beliau pernah
menjabat sebagai Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah dan kini dipercaya sebagai
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Ini membuktikan bahwa pemikiran dan
kepemimpinan beliau sangat dihargai di dalam organisasi besar ini.
Kekaguman
saya terhadap Prof. Mu'ti bukan hanya karena posisinya yang strategis dalam
Muhammadiyah, tetapi juga bagaimana beliau mampu menjadi jembatan yang
menghubungkan dua tradisi besar dalam Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah.
Meskipun beliau kini dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah, beliau tidak pernah
meninggalkan jejak keberagamaan yang ia pelajari di NU. Dalam setiap
penampilannya, beliau selalu hadir dengan gaya yang terbuka, penuh dialog, dan
tidak pernah segan untuk bercanda, bahkan dengan orang-orang yang berbeda latar
belakang organisasi seperti saya. Di sinilah letak kekuatan Prof. Mu’ti: beliau
mampu merangkul perbedaan dengan hati yang luas dan pemahaman yang mendalam.
Saya
semakin kagum setelah memikirkan situasi politik yang tengah berkembang di
Indonesia saat ini, menjelang pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan
Wakilnya Gibran Rakabuming Raka. Dalam konteks politik yang dinamis ini, saya
melihat Prof. Mu’ti sebagai sosok yang sangat berpotensi masuk dalam kabinet
pemerintahan baru, apalagi beliau juga telah menghadiri undangan di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pengalamannya yang luas dalam dunia pendidikan, komunikasi
lintas budaya, serta peran strategisnya di Muhammadiyah membuat saya
memprediksi bahwa beliau akan dipilih sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan
Menengah di kabinet Prabowo-Gibran.
Sebagai
seorang kader NU yang berbeda organisasi dengan beliau, saya tetap merasakan
kecocokan dalam cara berpikir dan pendekatan beliau. Gaya komunikasi yang cair
namun berisi, rileks namun mendalam, adalah ciri khas yang sangat langka di
kalangan ulama Muhammadiyah. Dalam hati, saya merasa bahwa meskipun kami
berasal dari organisasi yang berbeda, saya bisa belajar banyak dari beliau,
terutama dalam hal bagaimana menyampaikan gagasan besar dengan cara yang
sederhana namun penuh makna.
Pertemuan singkat dengan Prof. Mu’ti di konferensi internasional ini menjadi momen yang sangat berkesan bagi saya. Beliau mengajarkan bahwa dialog dan tawa adalah dua senjata ampuh dalam menjembatani perbedaan, baik dalam ranah organisasi maupun pemikiran. Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed. adalah teladan seorang akademisi yang mampu menjembatani NU dan Muhammadiyah, dengan gaya komunikasi yang penuh kehangatan dan kecerdasan. Saya berharap ke depan beliau terus berkontribusi dalam membangun pendidikan dan masyarakat.[pgn]
0 Komentar