![]() |
Cahaya yang sebenarnya itu anugerah Tuhan, bukan dari sorot pandangan manusia. |
Sorot yang Pudar
Di
kota santri yang sunyi berilmu,
terdapat sekolah... berdiri biru.
SMAN Angan-angan—tempat impian berteduh,
di sana, langit dijangkau... dengan peluh dan doa yang utuh.
Melati...
berdiri di lorong yang dingin,
mendung tergantung—bagai rahasia yang enggan berpindah angin.
Matanya terpaku pada papan pengumuman,
dan satu nama... mencabut napas dari dada yang diam.
Mawar.
Teman kecil yang dulu bicara dengan mata, bukan kata.
Bukan juara, bukan bintang.
Namun kini, namanya menjulang...
dengan gelar—yang nyaris menyentuh langit terang.
Tapi
Melati tahu...
Mawar tak pernah punya bukti yang bisa disusun rapi.
Tak pernah ada sertifikat itu,
hanya mimpi...
yang pernah tumbuh diam-diam di antara luka dan sepi.
Musim
berlalu.
Mawar... katanya sakit.
Tumor otak.
Namun, foto-foto prestasi berdatangan,
bersama senyum yang tak pernah terlihat secara nyata—
hanya dalam layar... dalam kata.
Guru
mulai saksama,
Barcode... fiktif.
Surat medis... tak resmi.
Dan prestasi...
mungkin hanya cerita—yang ditulis demi harga diri.
Tapi...
siapa yang bisa menyalahkan sepenuhnya?
Ia hanya ingin...
menjadi anak yang dibanggakan ibunya.
Hingga
satu sore,
rekaman itu datang.
Suara Mawar... getar dan basah:
"Maafkan aku, Bu...
aku hanya... takut Ibu kecewa."
"Aku ingin jadi cahaya...
tapi aku lupa...
bahwa cahaya sejati…
tak datang dari panggung dunia."
Sunyi.
Sunyi lebih nyaring dari segala tepuk tangan.
Sunyi adalah ruang—di mana kebenaran...
akhirnya pulang.
Hari
kelulusan datang tanpa Mawar.
Namun, satu surat dibacakan,
dengan suara yang menembus batas diam:
“Jangan
tukar kejujuran...
dengan pengakuan yang fana.
Jangan biarkan rasa takut...
menenggelamkan doa yang seharusnya melangit.”
“Allah
tahu...
mana langkah yang sungguh,
dan mana yang hanya ingin tampak megah.”
“Aku
pernah ingin jadi bintang...
tapi kini aku tahu—
cahaya paling abadi... datang dari langit,
bukan dari sorot manusia.”
Biarlah
dunia tak tahu siapa kita,
asal Allah tahu...
kita sedang kembali kepada-Nya.
Pacarpeluk, 4 Mei 2025
0 Komentar