Qurban Kita, Bumi Kita

 

Klik tautan ini untuk menyaksikan perbincangan Pak Guru NINE dengan dua muridnya yang aktivis lingkungan hidup tentang Eco Qurban di SMAN 2 Jombang!


[Jombang, Pak Guru NINE] - Sabtu pagi, 7 Juni 2025, halaman SMA Negeri 2 Jombang diselimuti semangat kebersamaan yang hangat. Siswa, guru, dan tenaga kependidikan sekolah berkumpul dalam kegiatan penyembelihan hewan qurban yang rutin digelar setiap tahun. Namun, ada yang berbeda dalam pelaksanaannya beberapa tahun terakhir ini. Di bawah komando Nine Adien Maulana sebagai Ketua Panitia, pelaksanaan qurban di SMAN 2 Jombang kini membawa semangat baru, yakni Eco Qurban.

Bukan sekadar menyembelih hewan dan membagikan daging, kegiatan ini sekaligus menjadi bentuk nyata ibadah yang peduli pada kelestarian lingkungan. Nilai spiritual tetap dijaga, namun tidak menutup mata dari tanggung jawab ekologis sebagai manusia yang diberi amanah memakmurkan bumi. Qurban bukan hanya tentang hubungan dengan Allah, tetapi juga dengan sesama dan alam sekitar.

Di tengah padatnya aktivitas mengelola daging dan mengatur distribusi, dua siswi kelas XI-2 yang aktif dalam kegiatan lingkungan hidup, Fairuz Imaniar dan Rachel, menyempatkan diri untuk mewawancarai Nine Adien Maulana di Ruang Guru. Pertanyaan mereka sederhana namun tajam: bagaimana hubungan antara praktik beragama, seperti qurban, dengan kesadaran terhadap lingkungan, khususnya penggunaan kemasan ramah lingkungan?

Nine menjawab pertanyaan itu dengan tenang namun mengalir penuh semangat. Ia menjelaskan bahwa SMAN 2 Jombang sudah mulai menerapkan konsep Eco Qurban sejak dua tahun lalu. Memang belum sempurna, namun langkah-langkah nyata telah diambil.

Langkah pertama adalah pengadaan septitank khusus di lapangan belakang sekolah. Septitank ini digunakan untuk menampung limbah kotoran hewan dan air bekas mencuci jerohan. Daripada mencemari selokan atau sungai, limbah ini diarahkan menjadi kompos alami yang nantinya bisa menyuburkan tanah. “Kita ingin jejak qurban tidak berakhir sebagai pencemar, tapi justru memberi manfaat bagi tanah kita,” ujar Nine.

Langkah kedua, sekolah mengganti plastik kresek sekali pakai dengan besek dari anyaman bambu dan daun jati sebagai wadah distribusi daging. Di era modern ini, mungkin banyak yang beralih ke kantong plastik demi kepraktisan, tapi SMAN 2 Jombang memilih jalan berbeda. “Dengan membeli besek, kita juga memberdayakan para pengrajin lokal. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal ekonomi kerakyatan,” jelasnya.

Langkah ketiga adalah penggunaan tinwall—wadah plastik keras yang bisa dipakai ulang. Warga sekolah dianjurkan untuk menggunakannya kembali untuk keperluan rumah tangga. “Kami ingin mendorong kesadaran bahwa kemasan itu bukan untuk dibuang, tapi untuk digunakan kembali. Sekali pakai itu menyumbang sampah, berulang kali pakai itu solusi,” tambahnya.

Jawaban-jawaban itu membuka cakrawala baru bagi Fairuz dan Rachel. Ternyata, beragama dengan benar juga berarti bertanggung jawab terhadap lingkungan. Qurban bukan hanya ritual penyembelihan, tapi juga cerminan kesadaran ekologis. Dalam setiap irisan daging yang dibungkus dengan besek, ada pesan bahwa kita bisa peduli pada sesama sekaligus menjaga bumi.

Langkah-langkah Eco Qurban ini mungkin tampak kecil. Tapi di tengah krisis iklim dan membanjirnya sampah plastik, tindakan kecil yang konsisten justru menjadi sangat berarti. SMAN 2 Jombang telah membuktikan bahwa sekolah bukan hanya tempat belajar teori, tetapi juga tempat menanam praktik baik yang menyentuh banyak dimensi: spiritual, sosial, dan ekologis.

Lebih jauh lagi, Eco Qurban menjadi bentuk pendidikan karakter yang konkret. Para siswa tidak hanya diajarkan untuk berbagi dan berempati kepada yang membutuhkan, tetapi juga diajak untuk bertanggung jawab terhadap dampak dari tindakan mereka. Dengan memilih besek daripada plastik, mereka tidak hanya membantu pengrajin bambu, tetapi juga menjaga sungai tetap bersih. Dengan membuang limbah di tempat yang tepat, mereka tak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga menyuburkan tanah untuk masa depan.

Konsep seperti ini seharusnya menjadi inspirasi bagi banyak sekolah lain di Indonesia. Bahwa pelaksanaan ibadah bisa dipadukan dengan kepedulian lingkungan. Bahwa menjalankan ajaran agama tak harus menutup mata terhadap kerusakan bumi, justru seharusnya menjadi pelopor penyelamatnya.

Akhirnya, wawancara singkat di ruang guru itu membawa pesan besar; bahwa ibadah yang baik adalah yang tidak hanya mendekatkan kita kepada Allah, tetapi juga menjadikan kita lebih bertanggung jawab terhadap bumi. SMAN 2 Jombang, dengan segala kesederhanaan dan keterbatasannya, telah menunjukkan bahwa qurban bisa menjadi ruang belajar yang luas—tentang iman, tentang tanggung jawab sosial, dan tentang cinta pada bumi.

"Qurban kita, bumi kita" bukan hanya slogan. Ia adalah panggilan; untuk kita semua! [pgn]

Posting Komentar

0 Komentar