Aksi Demokrasi yang Menginspirasi dari Kelas XI-3 SMAN 2 Jombang

 

Saksikan video podcast dadakan "Bedah Gagasan Calon Ketua MPK & OSIS SMAN 2 Jombang 2025-2026 dengan klik tautan ini!

[Pacarpeluk, Pak Guru NINE] - Kamis, 4 September 2025, suasana kelas XI-3 SMAN 2 Jombang terasa berbeda. Hari itu, saya mengajar di dua jam terakhir—waktu yang sering disebut sebagai “jam-jam kritis” karena pikiran siswa biasanya sudah penuh, tenaga menipis, dan rasa kantuk mulai menyerang. Namun, sebuah ide spontan mengubah suasana yang semula lesu menjadi hidup dan penuh semangat.

Di saat saya masuk kelas untuk memulai pembelajaran, Nicotama, salah satu siswa yang duduk di bangku depan, menyampaikan informasi menarik: di kelas XI-3 ada dua siswa yang menjadi kandidat ketua organisasi penting di sekolah, yaitu Queenzha Nabila Wijaya sebagai calon Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas) dan Sabian Jethro Rananta sebagai calon Ketua OSIS.

Mendengar itu, saya langsung terpikir untuk membuat suasana kelas menjadi berbeda. “Bagaimana kalau kita adakan podcast dadakan di kelas ini? Kita bedah gagasan kedua kandidat ini,” tawar saya spontan. Tak disangka, seluruh kelas menyambut dengan tepuk tangan riuh.

Tanpa banyak pertimbangan, rencana ulangan harian yang semula sudah siap saya gelar pun langsung saya batalkan. Tiga kursi segera ditata di depan kelas: saya di tengah sebagai moderator, dengan Sabian di satu sisi dan Queenzha di sisi lainnya.

Karena tidak ada tripod untuk menopang kamera ponsel, saya meminta satu siswa yang tangannya tidak mudah gemetar untuk menjadi juru kamera. Arka Nur Rakhman pun mengangkat tangan dengan penuh semangat menjadi relawan.

Tanpa skrip dan persiapan panjang, podcast dadakan ini dimulai. Di sesi pembuka, kedua kandidat diberi kesempatan memaparkan visi, misi, serta program kerja yang mereka tawarkan untuk MPK dan OSIS SMAN 2 Jombang. Kedua calon menyampaikan ide-ide mereka dengan penuh semangat, menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar pencari jabatan, tetapi benar-benar membawa gagasan untuk kemajuan organisasi siswa di sekolah.

Setelah pemaparan, dua siswa—Nicotama Zada Haryono dan Ladysta Risky Maharani—diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kritis. Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan lugas dan penuh keyakinan oleh Sabian dan Queenzha, memperlihatkan kesiapan mereka memimpin.

Sebagai moderator, saya pun tak ketinggalan memberi pertanyaan. Kali ini tentang pengalaman organisasi yang pernah mereka jalani sebelumnya, sebagai modal untuk memimpin MPK maupun OSIS. Jawaban yang muncul sangat jujur dan penuh refleksi, seolah menegaskan bahwa kepemimpinan bukan sekadar soal popularitas, melainkan tentang komitmen, pengalaman, dan tanggung jawab.

Sesi tanya jawab kemudian berlanjut. Mukhamad Satrio Duto Palebdo dan Vebe Rasalgue Aurelia Widodo melontarkan pertanyaan tajam yang memancing kedua kandidat menjawab dengan penuh semangat. Suasana kelas yang sebelumnya lesu kini bergemuruh oleh ide, debat sehat, dan tepuk tangan meriah dari teman-teman mereka.

Menjelang akhir, saya memberikan pertanyaan penutup yang sederhana namun penting: “Jika tidak terpilih, apa komitmen kalian?” Dengan tegas, keduanya menyatakan akan tetap berkhidmat bagi MPK dan OSIS, apapun hasil pemilihan nanti. Jawaban itu disambut tepuk tangan panjang dari seluruh siswa—tanda apresiasi atas kedewasaan dan semangat demokrasi yang mereka tunjukkan.

Siang itu, kelas XI-3 tidak hanya belajar tentang pendidikan agama Islam atau kewarganegaraan. Mereka belajar tentang demokrasi, kepemimpinan, dan sportifitas langsung dari praktik nyata. Podcast dadakan itu membuktikan bahwa ruang kelas bisa menjadi laboratorium demokrasi yang menyenangkan, mendidik, dan inspiratif.

Bagi saya, inilah pembelajaran paling berharga: bahwa pendidikan sejati tidak selalu harus kaku dengan buku dan teori. Terkadang, ia lahir dari kreativitas spontan, ruang diskusi terbuka, dan kemauan untuk mendengar gagasan-gagasan baru dari generasi muda yang berani bermimpi dan siap berkontribusi.[pgn]

Posting Komentar

0 Komentar