[Pacarpeluk, Pak Guru NINE] - Tadi malam,
Selasa, 2 September 2025, saya berkesempatan mengikuti Istighosah
dan Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa yang diselenggarakan oleh
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang di kantor lama mereka di Jalan
Gatot Subroto. Acara ini dihadiri jajaran pengurus dari tingkat Cabang, MWC,
hingga Ranting, serta masyarakat umum, baik secara luring di 21 titik kantor
MWCNU se-Kabupaten Jombang maupun daring dari rumah masing-masing. Saya sendiri
mengikuti jalannya acara secara daring dari rumah saya di Pacarpeluk.
Suasana malam itu begitu
syahdu. Rangkaian dzikir, istighosah, dan shalawat menggema penuh kekhusyukan,
menghadirkan ketenangan di tengah berbagai kegelisahan sosial yang melanda
bangsa ini. Namun, acara tidak berhenti di situ. Seusai doa bersama, KH. Achmad
Hasan, Rois Syuriyah PCNU Jombang, memimpin kajian tentang Mukadimah
Qonun Asasi Nahdlatul Ulama—sebuah teks historis yang memuat
dasar-dasar pemikiran dan arah perjuangan NU sejak berdirinya.
Yang menarik, dalam mukadimah Qonun
Asasi ini termuat sejumlah ayat Al-Qur’an yang dijadikan rujukan
utama para pendiri NU, termasuk Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, untuk
meneguhkan pentingnya persatuan umat, semangat perjuangan, dan musyawarah dalam
menyelesaikan persoalan bersama. Ayat-ayat inilah yang kemudian dikaji KH.
Achmad Hasan, sekaligus dikaitkan dengan kondisi sosial-politik Indonesia saat
ini.
Salah satunya adalah firman
Allah dalam QS. Al-Ankabut [29]: 69:
"Orang-orang yang berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar
bersama orang-orang yang berbuat kebaikan."
KH. Achmad Hasan menjelaskan,
ayat ini menegaskan bahwa setiap perjuangan yang dilandasi keikhlasan akan
diberi petunjuk dan keberkahan oleh Allah. Di tengah kerusuhan dan provokasi
yang marak akhir-akhir ini, umat Islam dituntut untuk bersungguh-sungguh
menjaga persatuan dan tidak mudah terhasut isu-isu yang memecah belah bangsa.
Ayat berikutnya, QS.
Al-Ahzab [33]: 56, mengajak umat Islam memperbanyak salawat
kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Salawat bukan sekadar ibadah lisan, tetapi wujud kecintaan sekaligus komitmen
meneladani akhlak beliau dalam membangun masyarakat yang damai dan berkeadaban.
Kemudian, QS.
Asy-Syura [42]: 38 menekankan pentingnya musyawarah:
"(Juga bagi) orang-orang
yang menerima seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka."
Menurut KH. Achmad Hasan, ayat
ini sejalan dengan sila keempat Pancasila: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Musyawarah adalah kunci
menyelesaikan perbedaan tanpa kekerasan, membangun kesepahaman tanpa
permusuhan.
Adapun QS.
At-Taubah [9]: 100 mengisahkan para sahabat Nabi ﷺ—Muhajirin dan Anshar—serta generasi
setelahnya yang setia mengikuti jejak mereka. Persaudaraan mereka yang kokoh
menjadi fondasi kejayaan peradaban Islam. Dari sinilah KH. Achmad Hasan
mengingatkan pentingnya ukhuwah: persaudaraan
vertikal antara rakyat dan pemimpin, serta persaudaraan horizontal sesama umat
dan sesama anak bangsa.
Di tengah kajian, KH. Achmad
Hasan juga menyinggung situasi bangsa saat ini. Presiden Prabowo sedang diuji
menghadapi berbagai kerusuhan. "Kita harus membelanya, bukan
memprovokasi," tegas beliau. Ucapan ini terasa relevan ketika beredar
video kerusuhan massa di berbagai daerah, bahkan ada yang diiringi lagu Genjer-Genjer—lagu
yang dulu identik dengan PKI dan tragedi 30 September 1965. Karena itu, beliau
mengajak jamaah mewaspadai segala upaya yang dapat merusak persatuan, baik
melalui ideologi maupun provokasi politik.
Namun pesan utama malam itu
jelas: doa harus diiringi persaudaraan. "Yang tua menyayangi yang muda,
yang muda menghormati yang tua," pesan KH. Achmad Hasan, mengutip spirit
ukhuwah yang diwariskan para pendiri NU.
Di era media sosial, di mana
fitnah dan ujaran kebencian mudah menyebar, istighosah ini mengingatkan bahwa
menjaga lisan dan jari adalah bagian dari ibadah sosial. Bangsa ini butuh
kesejukan, musyawarah, dan persatuan—bukan permusuhan dan perpecahan.
Malam itu saya merasakan,
istighosah bukan sekadar doa bersama, tapi ikhtiar spiritual untuk mengokohkan
tekad: menjaga Indonesia tetap damai dan bermartabat. Sebab, sebagaimana janji
Allah dalam QS. Al-Ankabut, mereka yang bersungguh-sungguh di jalan-Nya pasti
akan ditunjukkan jalan keselamatan.
Keselamatan bangsa ini, akhirnya, adalah tanggung jawab kita semua: rakyat, pemimpin, dan doa-doa yang tulus dari setiap hati yang mencintai negeri ini.[pgn]
0 Komentar