Ketika AI Menjadi Sahabat Guru PAI

 

Pelaksanaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMAN Kabupaten Jombang di SMAN Kabuh pada Selasa, 18 November 2025.

[Pacarpeluk, Pak Guru NINE] - Selasa, 18 November 2025, suasana di SMAN Kabuh, Jombang, terasa berbeda. Udara yang tenang berpadu dengan semangat guru-guru Pendidikan Agama Islam dari seluruh SMA Negeri di Kabupaten Jombang yang berkumpul dalam pertemuan rutin Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dari pukul 09.00 hingga 13.30 WIB, ruang pertemuan menjadi tempat berbagi gagasan, memperluas wawasan, dan merumuskan langkah baru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran PAI di era digital.

Kegiatan dibuka dengan nuansa religius yang mendalam. Dzikir tahlil dipimpin oleh Ustadz Lasimin (SMAN Bandar Kedungmulyo), kemudian shalawat mengalun merdu oleh Ustadz Muhammad Arif Ridhwan (SMAN Bareng). Keduanya mengingatkan bahwa setiap ikhtiar guru adalah bagian dari ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT.

Setelah itu, acara dipandu oleh Ustadz Ahmad Sofyan Baihaqi (SMAN Ploso), sebelum akhirnya dibuka secara resmi oleh Ustadz Mokh. Fakhruddin Siswopranoto yang sekaligus menyampaikan Hasil Kongres ROHIS Nasional 2025 serta rancangan pendalaman materi PAI. Diskusi berlangsung produktif, memperlihatkan bahwa kolaborasi antarguru tetap menjadi kekuatan utama dalam ekosistem pendidikan.

Pada sesi akhir, tiba giliran saya untuk menyampaikan materi tentang Pemanfaatan Aplikasi Pembelajaran PAI serta Berbagi Praktik Baik Pembelajaran. Saya memperkenalkan dua platform digital yang telah saya kenal, yakni www.rubel.web.id sebagai pusat materi pembelajaran PAI kelas X, XI, dan XII, serta www.pakgurunine.com yang melengkapi dan selaras dengan materi tersebut. Keduanya saya jelaskan sebagai bagian dari upaya mempermudah akses siswa terhadap materi, sekaligus memberikan contoh nyata penerapan pembelajaran berbasis digital.

Namun inti pemaparan saya tidak berhenti di sana. Saya menyampaikan bahwa selain pemanfaatan blog, kini terdapat dua instrumen kecerdasan buatan (AI) yang dapat menjadi “mitra cerdas” bagi guru PAI, yaitu Gemini dan ChatGPT. Keduanya saya jelaskan sebagai alat bantu yang sangat powerful, bukan untuk menggantikan peran guru, melainkan untuk mengoptimalkan waktu, energi, dan kreativitas guru.

AI sebagai Asisten Cerdas bagi Guru PAI

Saya memulai dengan mengajak para peserta memandang AI bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai sahabat kerja. Gemini dan ChatGPT saya jelaskan sebagai dua model AI terkini yang mampu membantu guru dalam tiga ranah besar: perencanaan (planning), pelaksanaan (execution), dan penilaian pembelajaran (assessment).

1. Perencanaan Pembelajaran

Gemini dan ChatGPT dapat menjadi “generator ide” yang tak pernah lelah. Misalnya:

  • Menghasilkan analogi kreatif untuk menjelaskan konsep abstrak seperti qada dan qadar.
  • Menyusun draf modul ajar, ATP, hingga rubrik penilaian.
  • Mencarikan dalil Al-Qur’an atau hadis terkait tema tertentu.

Namun saya menegaskan bahwa verifikasi wajib dilakukan guru, terutama untuk teks dalil. AI dapat salah mengutip, sehingga guru tetap menjadi penentu kebenaran ilmiah dan keagamaan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

Dalam sesi ini saya memaparkan bagaimana AI dapat:

  • Membuat skenario studi kasus kekinian, seperti hukum paylater, digital banking syariah, atau transaksi marketplace.
  • Memberikan ide ice breaking Islami, kuis sejarah Islam, atau teka-teki bernuansa SKI.
  • Merancang dialog, role play, atau simulasi pembelajaran interaktif.

Gemini dan ChatGPT memiliki gaya bahasa berbeda, sehingga pengguna dapat memilih mana yang paling sesuai untuk kebutuhan kelas. Guru tetap menjadi fasilitator utama yang menghidupkan suasana belajar.

3. Penilaian Pembelajaran

Pada ranah ini, AI benar-benar terasa manfaatnya. Guru dapat:

  • Meminta Gemini atau ChatGPT membuat soal HOTS beserta kunci dan pembahasannya.
  • Meminta analisis struktur argumen siswa dalam tugas esai untuk mempercepat koreksi.
  • Menghasilkan variasi soal dengan stimulus kontekstual yang relevan dengan dunia remaja Jombang.

Saya tekankan bahwa AI mempercepat pekerjaan teknis, tetapi keputusan akhir tetap pada guru.

Agar Guru Tetap Menjadi Nahkoda

Saya mengingatkan peserta agar tidak terjebak pada pola “AI yang menentukan guru”, tetapi sebaliknya “guru yang menuntun AI”. Caranya dengan menerapkan prinsip V-K-E:

  1. Verifikasi
    Cek dalil, fakta sejarah, atau istilah fikih yang diberikan AI.
  2. Kontekstualisasi
    Sesuaikan dengan kondisi siswa SMAN se-Jombang. Apakah bahasanya terlalu tinggi? Apakah contoh kasus relevan dengan lingkungan mereka?
  3. Empati
    AI dapat menulis teks motivasi, namun hanya guru yang dapat menyampaikannya dengan ketulusan.

 

Menyusun Prompt yang Efektif

Agar Gemini dan ChatGPT benar-benar menjawab sesuai kebutuhan, saya memberikan rumus sederhana dan efektif:

P – Peran

Tentukan AI sebagai apa (misal: ahli evaluasi PAI).

K – Konteks

Jelaskan situasi, kelas, budaya, dan tujuan pembelajaran.

T – Tugas

Jelaskan detail kebutuhan: membuat soal, merumuskan strategi, menyusun modul.

F – Format

Tentukan bentuk jawaban: poin, tabel, paragraf, struktur modul, dan sebagainya.

Saya memberikan contoh konkret seperti pembuatan Modul Ajar, penyusunan soal HOTS, hingga pencarian analogi Akidah.

Untuk memudahkan guru dalam penyusunan soal UH, saya memperkenalkan rumus ROCK:

  1. R – Role (Peran AI)
  2. O – Objective (Tujuan, materi, dan kelas)
  3. C – Criteria (Jumlah, level kognitif, jenis soal)
  4. K – Key Output (kunci, pembahasan, pedoman penskoran)

Dengan rumus ini, guru dapat menghasilkan soal yang valid, logis, dan siap pakai hanya dalam hitungan menit.

AI Tidak Mengganti Guru, Tapi Menguatkan Guru

Saya mengakhiri paparan dengan pesan penting:
Gemini dan ChatGPT hadir bukan untuk mengambil alih peran guru, tapi untuk memperkuat guru.

AI membantu mengurangi beban administratif agar guru memiliki lebih banyak waktu untuk:

  • membina akhlak siswa,
  • menjadi teladan,
  • mendampingi murid dalam proses pendewasaan,
  • dan menghadirkan pembelajaran yang lebih humanis dan bermakna.

AI dapat merangkai kata, tetapi tidak memiliki hati. Namun di tangan guru yang bijaksana, teknologi dapat menjadi wasilah kebaikan dan penguatan misi pendidikan.

Posting Komentar

0 Komentar