Tahlilan: Tradisi Islami Belasungkawa

 

Tahlil Akbar PW PERGUNU Jawa Timur


A.  Latar Belakang

Semua manusia pasti meyakini bahwa kehidupannya di alam dunia adalah sementara. Ia tidak akan selamanya hidup di alam ini, karena pasti akan mati meninggalkan semua yang ada di dunia. Kematian adalah kepastian bagi segala makhluk bernyawa yang ada di dunia. Namun, kapan dan dimana kematian itu akan dialaminya, tidak ada satu pun makhluk yang mengetahuinya secara pasti.

Kematian seseorang pasti menyebabkan kesedihan dan duka cita bagi orang-orang yang dekat denganya, baik karena kedekatan kekeluargaan maupun kedekatan emosional karena hubungan persahabatan atau hubungan yang lain. Perasaan duka cita ini adalah wajar, selama diekspresikan secara wajar dan tidak berlebihan.

Perpisahan dengan kerabat yang disebabkan karena kematian memang akan memunculkan penyesalan karena tidak bisa lagi berbuat baik kepadanya. Hal ini semakin membangkitkan perasaan duka cita, sehingga muncul usaha yang dirasakan bisa menjadi pelipur lara dan juga diyakini bermanfaat bagi yang telah meninggal dunia. Usaha tersebut adalah berdzikir dan berdoa secara bersama yang ditujukan kepada orang telah meninggal dunia. Ketika warga masyarakat itu memeluk agama Islam, maka dzikir dan doanya pun dilakukan dengan model yang selaras dengan ajaran Islam. Salah satunya ada berdzikir dengan mengulang-ulang bacaan tahlil (laa ilaaha illaallaah) dengan bilangan tertentu yang banyak.

Usaha ini pun diterima oleh mayoritas masyarakat muslim di Nusantara ini, diamalkan serta diwariskan secara turun temurun, sehingga mentradisi dengan sebutan tahlilan. Tradisi ini sangat khas dengan ajaran Islam. Secara harfiah tahlil bermakna penegasan tauhid, tiada tuhan selain Allah. Dengan dasar pengertian itu, warga masyarakat semakin kuat menerimanya, karena selain menjadi ungkapan belasungkawa yang bisa menjadi pelipur duka cita keluarga duka, tradisi ini diyakini memberi manfaat bagi mereka yang telah meninggal dunia.  Meskipun tetap ada orang yang tidak suka dengan tradisi ini, namun ketidaksukaannya tidak mampu menghilangkannya, karena tradisi ini telah melekat dalam kehidupan masyarakat.

Atas dasar itulah penulis melakukan pengamatan terhadap praktik tradisi tahlilan di desa Pacarpeluk kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang. Hasil pengamatan, analisis dan simpulannya dipaparkan dalam penjelasan berikut.

 

B.  Hasil Pengamatan

1.  Tradisi tahlilan berisi dzikir dan doa

Tahlilan adalah tradisi yang dilakukan oleh keluarga atau kerabat dari seseorang yang sudah meninggal untuk mengenang hari kematian orang tersebut. Tradisi ini berisi pembacaan dzikir dan doa dalam konteks ajaran Islam, yang terdiri dari pembacaan:

a.  QS. Al-Fatihah

b.  QS. Al-Ikhlash

c.  QS. Al-Falaq

d.  QS. An-Naas

e.  QS. Al-Baqarah 1-5 dan beberapa ayat pilihan dari beberapa surat tertentu

f.   Shalawat Nabi

g.  Istighfar

h.  Hauqalah

i.   Tahlil yang dibaca berulang-ulang dengan jumlah bilangan yang banyak.

j.   Doa untuk khususnya ahli kubur dan berdoa untuk kebaikan secara umum

 

2.  Tradisi tahlilan identik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kematian.

Warga Muslim Pacarpeluk sangat akrab dengan tradisi tahlilan. Setiap ada warganya yang meninggal dunia, mereka pun melakukannya baik sebelum jenazah dimakamkan maupun setelah dimakamkan.  Setelah jenazah dimakamkan, mereka menyelenggarakannya selama tujuh hari. Biasanya acaranya diselenggarakan pada malam hari bakda Maghrib atau bakda Isya’.

Tradisi ini dilaksanakan lagi saat bertepatan 40 hari, 100 hari dan 1000 hari pasca kematian seseorang. Setelah itu tradisi ini kembali diselenggarakan tiap tahun bertepatan dengan hari meninggalnya seseorang (Pendak atau Haul).

Tradisi tahlilan juga secara kolektif diselenggarakan oleh warga masyarakat Pacarpeluk tiap Kamis malam Jumat, lebih-lebih pada malam Jumat Legi. Biasanya mereka menyelenggarakannya bakda shalat Maghrib di masjid atau musholla atau tempat tertentu yang dimaksudkan sebagai tempat kegiatan bersama. Tahlilan ini menjadi pengganti wirid yang biasanya dibaca setelah shalat Maghrib tiap Kamis malam Jumat.

Khusus tahlilan pada malam Jumat Legi, warga masyarat memiliki persepsi yang khas terhadap momentum ini. Mereka tidak sekadar tergerak kuat untuk mengikuti tahlilan, namun juga menyediakan sedekah makanan yang dikenal dengan sebutan ambeng atau berkat. Sedekah makanan ini menjadi konsumsi yang dimakan bersama setelah selesainya tahlilan malam Jumat Legi. 

 

3.  Warga meyakini bahwa seseorang yang telah meninggal dunia masih bisa mendapat manfaat dari bacaa doa orang yang masih hidup di dunia.

Keyakinan bahwa arwah seseorang yang sudah meninggal masih bisa mendapatkan manfaat dari doa-doa yang dilakukan oleh keluarga dan kerabatnya menjadi landasan utama penyelengarakaan tradisi tahlilan. Melalui tahlilan diharapkan arwah tersebut dapat beristirahat dalam kedamaian dan diterima oleh Allah SWT. Selain itu tahlilan juga dipercayai dapat membantu dalam proses pelipur duka cita yang dialami oleh keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.

 

4.  Tradisi tahlilan sangat erat dalam kehidupan masyarakat

Warga masyarakat Pacarpeluk menerima tradisi tahlil ini dengan sangat erat dan lekat. Dalam banyak hal mereka melakukannya tidak semata-mata untuk mendoakan ahli kubur. Mereka menjadikannya sebagai perantara (wasilah/tawasul) berbagai hajat khususnya. Mereka ingin kesuksesan acara hajatan keluarganya, misal sunatan, mantenan, membangun rumah dan lain-lain, maka mereka tetap melakukan tradisi Tahlilan yang kemudian dirangkai dengan doa yang lebih khusus sesuai hajatnya.  

 

C.  Analisis

1.  Tahlilan adalah tradisi islami

Sebagai sebuah tradisi yang khas, tahlilan adalah bagian dari kebudayaan masyarakat muslim. Ini bukan ibadah khusus (makhdhah) yang secara baku telah ditentukan oleh syariat Islam. Ini adalah hasil kreatifitas akal budi manusia, namun diisi bacaan dzikir dan doa yang sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu urutan bacaannya tidak ada standar yang baru, karena sangat bergantung pada imam yang memandu pembacaan dzikir dan doa tahlilan.

Tidak ada dalil khusus yang menjadi dasar penyelenggarakaan tradisi tahlilan. Yang ada adalah dalil-dalil umum yang menegaskan pentingnya mendoakan ahli kubur dan membacakan bacaan al-Quran untuk ahli kubur. Meskipun demikian, tidak boleh dikatakan bahwa tahlilan berasal dari agama lain, karena secara faktual apa yang dilakukan dalam majelis tahlilan adalah dzikir dan doa yang memiliki landasan dalil syariah. Oleh karena itu, yang paling tepat ditegaskan bahwa tahlilan adalah tradisi islami.

Memang sekilas ada kemiripan tradisi tahlilan dengan tradisi dari umat beragama lain, misal tradisi Shiva di India dan Yahrzeit di Yahudi, namun masing-masing tetap sangat berbeda dalam masalah akidah dan ritual ibadah yang dilakukan.   

Dalam tradisi shiva di India, keluarga dan kerabat yang ditinggalkan akan mengadakan acara yang disebut shiva, yang dilakukan selama tujuh hari setelah kematian. Dalam acara ini, keluarga dan kerabat akan berkumpul di rumah yang ditinggalkan untuk berdoa, membaca mantra, dan mempersembahkan pujian kepada Dewa-dewa Hindu.

Dalam tradisi Yahrzeit di Yahudi, keluarga dan kerabat yang ditinggalkan akan mengadakan acara yang dilakukan setahun sekali pada hari kematian seseorang. Dalam acara ini, keluarga dan kerabat akan berkumpul di sinagoga untuk berdoa, membaca teks-teks Yahudi, dan menyalakan lilin untuk mengenang arwah yang telah meninggal.

Dalam tradisi tahlilan di Islam, keluarga dan kerabat yang ditinggalkan akan mengadakan acara untuk mengenang hari kematian seseorang. Dalam tahlilan, keluarga dan kerabat akan berkumpul untuk berdoa, membaca Al-Qur'an, dan melakukan dzikir untuk arwah yang telah meninggal.

Secara garis besar, perbedaan terletak pada keyakinan agama yang berbeda, serta ritual yang dilakukan dalam setiap tradisi tersebut. Namun, semua tradisi tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menghormati dan mengingat arwah yang telah meninggal.

 

2.  Tinjauan sosiologis terhadap tradisi tahlilan

Tradisi tahlilan merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh keluarga dan kerabat seseorang yang meninggal untuk memperingati hari kematian seseorang tersebut. Tahlilan dianggap sebagai bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada keluarga dan kerabat yang ditinggalkan.

Dalam sosiologi, tradisi tahlilan dapat dilihat sebagai proses simbolis yang digunakan untuk mengatasi kesedihan dan duka cita yang dialami oleh keluarga dan kerabat yang ditinggalkan. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk pemakaman simbolis yang digunakan untuk meresapi kesedihan dan untuk meyakinkan diri bahwa arwah yang meninggal sudah beristirahat dalam kedamaian.

Di sisi lain, tahlilan juga dapat dilihat sebagai bentuk ekspresi tradisi keluarga, dimana tahlilan merupakan bentuk kesatuan dalam keluarga dan kerabat. Tahlilan dianggap sebagai bentuk tradisi yang diteruskan dari generasi ke generasi yang digunakan untuk mengingatkan kita akan makna kehidupan yang sementara dan pentingnya menjalani hidup dengan bermakna. Selain itu, tahlilan juga dapat dilihat sebagai bentuk kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat untuk memastikan bahwa proses duka cita dilakukan dengan baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Secara umum, tinjauan sosiologis terhadap tradisi tahlilan menganggap tahlilan sebagai bentuk interaksi sosial yang digunakan untuk mengatasi kesedihan, menjaga kesatuan keluarga dan kerabat, serta sebagai bentuk kontrol sosial dalam masyarakat.

3.  Tradisi tahlilan diyakini baik dan bermanfaat, sehingga tetap lestari

Tradisi tahlilan diyakini sebagai kebaikan dan dipercayai dapat memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat, diantaranya:

a.  Memperkuat ikatan keluarga dan kerabat

Tahlilan merupakan acara yang diadakan oleh keluarga dan kerabat seseorang yang meninggal untuk memperingatinya. Melalui tahlilan, keluarga dan kerabat dapat menyatukan diri dan saling mendukung dalam menghadapi duka cita.

b.  Mengingatkan akan makna kehidupan yang sementara

Tahlilan dianggap sebagai bentuk pengingatan akan kematian dan kesadaran akan kehidupan yang sementara. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk lebih menghargai hidup dan memperbaiki akhlak.

c.  Memperkuat keyakinan dalam agama

Tahlilan dianggap sebagai bentuk dukungan dalam proses duka cita, dan dapat memperkuat keyakinan dalam agama dengan berdoa dan membaca Al-Qur'an untuk arwah yang telah meninggal.

d.  Bentuk kontrol sosial

Tahlilan dapat dianggap sebagai bentuk kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat untuk memastikan bahwa proses duka cita dilakukan dengan baik dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

e.  Memelihara kebudayaan

Tradisi tahlilan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang telah lama ada, melestarikan tradisi tahlilan dapat membantu memelihara warisan budaya yang ada.

 

D.  Simpulan

Berdasar pengamatan dan paparan yang telah dilakukan di desa Pacarpeluk maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.  Tradisi tahlilan adalah tradisi islami

2.  Warga masyarakat muslim Pacarpeluk melestarikan tradisi tahlilan karena meyakini bahwa tradisi ini baik dan bermanfaat khususnya berkaitan dengan kematian seseorang.

3.  Secara sosiologis, tradisi tahlilan adalah tradisi baik yang sangat bermanfaat dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Posting Komentar

0 Komentar