MUI Jombang Bersinergi: Upaya Meneguhkan Karakter Bangsa

 

Penandatanganan nota kesepahaman antar lembaga.

[Jombang, Pak Guru NINE] - Rabu siang, 18 Juni 2025, menjadi momentum penting bagi dunia pendidikan di Kabupaten Jombang. Aula PLHUT Kantor Kementerian Agama dipenuhi oleh aura kebersamaan dan tekad kuat memperkuat fondasi moral generasi muda. Di tempat inilah dilangsungkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Kabupaten Jombang dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Jombang, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang.

Sebuah langkah monumental ditempuh dengan semangat gotong royong untuk meneguhkan akhlak guru dan siswa di sekolah maupun madrasah. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh tokoh-tokoh penting: Dr. KH. M. Afifuddin Dimyathi, Lc., M.A. (Ketua Umum DP MUI Kabupaten Jombang), Dr. Muhajir, S.Pd., M.Ag. (Kepala Kantor Kemenag Jombang), serta perwakilan dari Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Jombang, yaitu Ulil Muammar, M.AP., mewakili Plt. Kepala Dinas Pinky Hidayati, S.Psi., M.Psi. Meskipun Wor Windari, M.Si., selaku Plh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berhalangan hadir, namun komitmen lembaganya tetap menyatu dalam semangat kolaborasi.

Dalam dunia pendidikan, kita sering disibukkan oleh pencapaian akademik, ranking, kurikulum, dan target kelulusan. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, ada yang kerap luput diperhatikan, yakni pembentukan akhlak. Di sinilah MOU ini menjadi penegasan arah baru yang lebih visioner: menjadikan akhlak sebagai inti dari pendidikan.

Melalui nota kesepahaman tersebut, disepakati kerja sama untuk menyusun dan mengimplementasikan berbagai program penguatan akhlak, baik untuk guru maupun siswa. Hal ini bukan semata agenda formalitas seremonial, melainkan komitmen sistematis dan berkelanjutan yang menyasar langsung ke ruang-ruang kelas, ruang guru, dan kehidupan nyata di sekolah/madrasah.

Tujuan dari MoU ini sangat jelas: meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam berlandaskan Ahlussunnah wal Jama’ah dalam kehidupan guru dan siswa; menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi pembentukan karakter; meningkatkan kualitas guru dalam internalisasi nilai-nilai akhlak; serta mendorong partisipasi tokoh agama dalam pembinaan akhlak di sekolah/madrash.

Ruang lingkup kerja sama ini sangat luas dan konkret. Tidak hanya dalam bentuk penyusunan program dan pelatihan, tetapi juga mencakup pengembangan materi pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, konsultasi isu moral, sosialisasi nilai-nilai akhlak, hingga evaluasi secara berkelanjutan.

Poin penting lainnya dari nota kesepahaman ini adalah pembentukan tim koordinasi lintas institusi yang bertugas menyusun rencana kerja, melaksanakan kegiatan, dan melakukan evaluasi bersama. Di sinilah letak kekuatan kolaborasi: lembaga keagamaan, lembaga pendidikan formal, dan pemerintah daerah duduk bersama membangun sinergi.

Keterlibatan MUI sebagai pihak pertama membawa peran strategis: memberikan dukungan keagamaan, menyediakan narasumber dan tenaga ahli dalam pelatihan, mendorong keterlibatan tokoh agama, serta menyusun evaluasi dari sudut pandang keagamaan. Sementara pihak dinas pendidikan dan Kemenag akan menjadi fasilitator utama pelaksanaan program di sekolah dan madrasah, serta mendorong para pendidik agar aktif berperan.

Dalam konteks sosial yang semakin kompleks, pendidikan akhlak tidak lagi bisa ditunda. Tantangan zaman—termasuk digitalisasi, krisis identitas, dan degradasi moral—membutuhkan solusi yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi solutif secara spiritual dan kultural. Maka, kerja sama ini menjadi contoh konkret bagaimana sinergi antar-lembaga bisa menjadi jalan keluar dari persoalan karakter yang melanda dunia pendidikan.

Jika kita ingin mewujudkan generasi yang unggul bukan hanya dalam kognisi tetapi juga dalam moralitas, maka MOU ini bukan sekadar dokumen hukum, melainkan kompas peradaban. Ia mengingatkan kita semua bahwa tanggung jawab pendidikan tidak bisa dibebankan kepada guru dan sekolah saja, melainkan juga harus melibatkan ulama, masyarakat, dan pemerintah dalam satu visi bersama.

Momentum ini layak diapresiasi bukan karena siapa yang menandatangani, tetapi karena apa yang diperjuangkan: generasi berakhlak yang menjadi harapan masa depan bangsa. Semangat ini seharusnya bisa ditiru oleh daerah-daerah lain, bahwa pendidikan karakter bukan hanya jargon, melainkan agenda nyata yang perlu ditopang kolaborasi semua pihak.

Kita berharap dari aula PLHUT ini akan lahir langkah-langkah konkret. Bahwa penandatanganan MOU ini bukan akhir, tetapi awal dari kerja besar yang menuntut konsistensi, kreativitas, dan ketulusan. Sebab akhlak tidak bisa dibentuk dalam sekejap, melainkan perlu ditumbuhkan perlahan lewat keteladanan, pembiasaan, dan kesungguhan hati.

Sebagaimana ditegaskan dalam MoU ini, segala kegiatan akan dibiayai secara proporsional oleh masing-masing pihak, atau melalui dukungan pihak ketiga yang tidak mengikat. Ini menandakan keterbukaan dan fleksibilitas pembiayaan yang memberi peluang lebih luas untuk keberlanjutan program.

Akhirnya, sinergi antara MUI, Kemenag, Cabang Dinas Pendidikan, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang ini adalah teladan yang perlu dijaga dan dikembangkan. Bahwa pendidikan bukan sekadar soal ilmu, tetapi juga soal jiwa. Dan jika akhlak menjadi panglimanya, maka sekolah akan menjadi tempat terbaik untuk melahirkan manusia-manusia beradab, bukan sekadar cerdas.

Mari kita dukung bersama, awasi pelaksanaannya, dan terlibat dalam gerakan besar ini. Karena membangun akhlak adalah membangun masa depan. Dan masa depan, selalu dimulai dari hari ini.[pgn]

Posting Komentar

0 Komentar