![]() |
Wacana Bawana beraksi di tepi pantai Paciran Lamongan. |
[Pacarpeluk,
Pak Guru NINE]
Jarak kelahiran anak pertama dan anak kedua
kami relatif berdekatan yakni 16 bulan. Beda dengan anak kami ketiga. Jarak
kelahirannya dengan anak kedua kami lebih jauh. Anak ketiga kami lahir pada
hari Sabtu Kliwon, 22 Nopember 2014 di Balai Pengobatan Pratama Madinah
Pacarpeluk. Ia terlahir dengan lancar dan cepat melalui persalinan normal
dengan bantuan bidan bu Enny Nuruddin, pemilik balai pengobatan itu.
Penulis, isteri dan keluarga besar kami kecelek,
dengan kelahiran bayi yang berjenis kelamin laki-laki itu. Pasalnya, mbok Nah
sang dukun bayi yang menjadi langganan isteri penulis pijat selama hamil dan
ketika anak-anak demam telah menerka (nyongklok) bahwa anak ketika kami
yang akan lahir itu berjenis kelamin perempuan. Karena dulu terkaan beliau tepat
dan cocok pada anak pertama dan kedua kami, maka kami menerima terkaan itu.
Apalagi sekitar seminggu atau dua minggu sebelum persalinan, penulis mengantar
isteri memeriksakan ke dr. Suparmin, Sp.Og. Saat diperiksa dengan alat USG,
sang dokter memberitahukan bahwa posisi bayi sudah mapan dan
sehat. Beliau juga mengatakan bahwa insyaallah jenis kelamin bayi itu adalah
perempuan.
Sepulang dari tempat periksa itu, kami
menginformasikan kabar baik itu kepada Bapak, Ibu dan saudara-saudara. Kami
sempat ngelem (memuji) bahwa tebakan mbok Nah memang pas.
Dengan informasi itu, dek Nia Erva Zuhriyah kemudian telah membelikan untuk
pakaian perempuan untuk sang keponakan yang akan segera lahir dalam hitungan
lagi.
Ternyata kuasa Allah SWT melampaui segala
tebakan manusia dan deteksi mesin USG, anak ketika kami lahir selamat, sempurna
dan berjenis kelamin laki-laki. Hal ini semakin menguatkan keyakinan kami bahwa
Allah SWT Mahaberkuasa atas segala sesuatu. Karena kami telah memiliki anak
laki-laki dan perempuan, sebenarnya kami ikhas saja diamanahi lagi anak
laki-laki atau perempuan. Bagi kami sama saja.
Sebagaimana pada anak pertama dan kedua,
penulis dan isteri mencari dan membaca banyak referensi untuk memberikan nama
kepada anak ketiga kami. Penulis sangat berharap anak-anak kami menjadi
manusia-manusia yang ahli ilmu, ahli ibadah dan ahli dakwah. Maka nama-nama
anak-anak kami selalu berkaitan dengan ilmu yang penulis pernah mengetahuinya.
Ketika penulis sedang mencari-cari nama untuk
anak kami yang ketiga, penulis teringat dengan judul sebuah buku yang ditulis
oleh cak Muhammad Fauzil Adhim, yaitu Dunia Kata. Penulis masih setia dengan
penggunaan bahasa Jawa. Kata dunia dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah
Buana dan Bawana. Dengan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana yang penulis
lakukan saat memberi nama anak pertama dan kedua, maka penulis menemukan
istilah Wacana yang selalu identik dengan ide atau gagasan suatu ilmu.
Mengacu pada judul buku di atas, penulis
kemudian menyusun dua kata itu menjadi Bawana Wacana. Penulis kemudian membalik
susunan dua kata tersebut menjadi Wacana Bawana, sebagai alternatif pilihan.
Penulis menyampaikan usulan dua nama kepada isteri, namun isteri menyerahkan
kepada penulis untuk menetapkannya yang mana.
Penulis kemudian mengucapkan dua pilihan nama
itu berkali-kali di bibir dengan suara agar keras. Penulis mencoba merasakan
manakah yang paling mudah diucapkan. Akhirnya bibir dan perasaan penulis lebih
nyaman mengucapkan Wacana Bawana daripada Bawana Wacana.
Penulis pun menyampaikan kepada isteri bahwa
‘Wacana Bawana’ sebagai hasil ijtihad dan istikharah penulis dalam mencari nama
untuk anak ketiga. Isteri penulis menyetujuinya. Bismillah, kami sepakat
memberi nama anak kami yang ketiga dengan Wacana Bawana yang berarti ide atau
gagasan atau diskursus semesta (universal discourse).
Nama ini adalah doa penulis dan isteri agar anak ketiga kami ini mampu menjadi pribadi memberi gagasan-gagasan besar yang mendunia. Semoga Allah SWT memudahkan kami dan anak-anak kami menuju visi besar sebagai yang tersirat di dalam namanya. Amiin.[pgn]
0 Komentar