![]() |
Caraka Shankara dan teman-teman sekelasnya bersama wali kelas IX E, Ibu Dwi Rahajeng I.A, MTsN 3 Jombang tahun pelajaran 2022/2023 menjelang masa kelulusan di madrasah ini. |
[Jombang, Pak Guru NINE]
Dalam kurun waktu 1992-1995 saya belajar di MTsN Tambakberas
Jombang. Dalam kurun waktu itu saya juga mondok di ribath Bumi Damai
Al-Muhibbin, nyantri kepada KH Muhammad Djamaluddin Achmad. Dengan pengalaman
belajar itu, meskipun relatif singkat, saya tetap memberanikan diri menyebut sebagai santri Bahrul Ulum Tambakberas.
Pengalaman nyantri inilah yang ingin kami (saya dan isteri)
wariskan kepada anak-anak kami. Kami ingin anak-anak kami mondok dalam asuhan Sang Kyai/Bu Nyai. Saat
anak-anak kami bertanya tentang alasannya, kami pun kompak menjawab. “Hati Ayah
dan Bunda menjadi tenang jika sampean-sampean mondok dan belajar serta mengaji
di sana! Tapi kalau sampean-sempean tidak mondok, maka Ayah dan Bunda akan
terus kepikiran, apalagi jika sampean-sampean sudah pulang
dari sekolah/madrasah, sedangkan Ayah dan Bunda masih berada di sekolah.”
Atas
dasar itulah kami memondokkan anak pertama kami, Caraka Shankara di Pondok
Pesantren Hidayatul Quran Sentul Tembelang Jombang, dalam asuhan Kyai Yusuf
Hidayat, M.Pd.I yang notabene adalah mas sepupu dan juga guru saya. Ia pun
nyantri kepada beliau. Beliaulah yang dulu secara intensif membimbing saya dalam
hanyak hal khususnya ilmu alat, selama tiga tahun saat kami sama-sama nyantri
kepada KH Muhammad Djamaluddin Achmad.
Selain
mondok di sana, kami memasukkan Caraka Shankara ke MTsN Tambakberas yang kini berubah
nama menjadi MTsN 3 Jombang untuk belajar di sana. Karena madrasah ini juga
berada dalam naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, maka ia
pun juga termasuk santri Bahrul Ulum Tambakberas.
Sayangnya,
hanya dua setengah tahun Caraka Shankara mondok. Dia tidak kerasan. Dia pun
minta boyong. Meskipun kami kecewa, namun akhirnya kami pun memamitkannya
boyong dari pondok. Praktis ia kini hanya menjadi santri Bahrul Ulum Tambakberas,
bukan karena mondok di sana tapi karena belajar di madrasah yang ada di sana.
Siapa
saja boleh tidak sependapat dengan saya, namun saya tetap menyampaikan
kepadanya bahwa siapa saja yang belajar di lembaga pendidikan yang berada dalam
naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, maka ia adalah santri
dari para kyai di sana, meskipun tidak mondok. Ia tidak bisa melepaskan diri dari
atribut kesantrian dan keNUannya, karena pondok pesantren ini tidak bisa
dilepaskan dari figur dan kiprah KH. A. Wahab Hasbullah yang merupakan salah
satu pendiri pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas dan juga pendiri
Nahdlatul Ulama.
![]() |
Delegasi MTsN 3 Jombang terpilih dalam Pemilihan Duta Anak Kabupaten Jombang Tahun 2022 |
Melalui
pondok pesantren dan atau lembaga pendiidkan, kesantrian Bahrul Ulum
Tambakberas telah mewarnai perjalanan hidup mereka yang belajar dan mengaji di
sini. Identitas santri ini harus dijaga dan disyukuri. Ini adalah takdir ilahi.
Ini adalah identitas kemuliaan yang membimbing kepada kemuliaan. Kapan pun dan
dimana pun identitas ini akan tetap melekat dalam diri.
Sebagai
murid kelas IX, masa belajar Caraka Shankara di madrasah ini tinggal beberapa
waktu yang tidak lama lagi. Setelah lulus, dia pasti akan melanjutkan belajar
di jenjang di atasnya. Kemana ia akan melanjutkan? Apakah masih berada dalam
lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ataukah tidak, saya
tidak bisa memastikannya sekarang, karena tahapan ikhtiar masih berjalan.
Saya
tetap menegaskan kepada anak saya bahwa meskipun sudah tidak lagi belajar di
sana, ia adalah santri dari para kyai besar yang telah menorehkan karya besar
bagi negeri ini. Lebih-lebih, ia adalah warga Santri Pencak Silat Nahdlatul
Ulama Pagar Nusa. Ini bukan sembarang pencak silat. Ini adalah pencak silat
santri yang didirkan oleh para kyai Nahdatul Ulama, yaitu KH Suharbillah, KH Maksum Jauhari atau Gus
Maksum, dan KH Mustofa Bisri.
![]() |
Pencak Silat menjadi wasilah baginya dinobatkan sebagai Duta Partisipasi Anak Kabupaten Jombang tahun 2022 |
Berbagai kisah kehidupan ini adalah jalan kesantriannya yang tidak bisa diingkari. Meskipun mungkin ia belum mencapai citra ideal santri, namun apa yang telah dijalaninya adalah bukti bahwa santri adalah jalan ilahi yang telah dijalani.
Jika akhirnya, ia harus melanjutkan
belajar di luar Bahrul Ulum Tambakberas, maka ia tetap punya tanggungjawab yang
tidak bisa dielakkan yakni menerjemahkan kesantrian dalam berbagai aksi di
tempat dan kesempatan yang lain. Jika ini diabaikan, maka siap-siaplah
meanggung konsekwensi baik-buruknya, karena hidup ini tidak bisa lepas dari segala konsekwensi. [pgn]
0 Komentar