![]() |
Tes Pantukhir ini menjadi penegasan cerita pencak silat dan ayam yang dialami Caraka Shankara. |
[Jombang, Pak Guru NINE]
Setelah
mendengarkan cerita Caraka Shankara selama mengikuti serangkaian tes Penerimaan
Taruna Baru (Pentab) SMAN 5 Taruna Brawijaya (6-13 Maret 2023), ada dua hal
yang menarik perhatian saya, yaitu pencak silat dan ayam. Dua hal itu
nyata-nyata dimiliki oleh anak pertama kami. Dia adalah warga Pencak Silat
Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa Pacarpeluk yang secara rutin ikut melatih
anggota pencak silat ini. Dia juga memiliki sejumlah ayam pilihan yang dibeli
dan dipeliharanya untuk dijual kembali.
Dua hal ini ibarat
bekal dan modalnya menjalani serangkaian tes tersebut. Dengan pencak silat itu,
ia bisa tampil dengan penuh percaya diri. Tanpa ragu ia mengenalkan diri
sebagai warga PSNU Pagar Nusa dengan prestasi kejuaraan yang telah diraihnya.
Tanpa minder, ia berani menghadapi situasi tes yang penuh tantangan dan
membutuhkan nyali yang kuat.
Sebaliknya dengan
bekal pengalaman memelihara ayam, ia bisa bercerita secara mengalir dan alami
serta humanis kepada para pewawancaranya. Tema inilah yang membuat wawancara
tes seleksi itu menjadi out of the box, karena topik tanya jawab berubah
menjadi seputar ayam. Salah satu penyebabnya adalah karena pewawancara ternyata
juga sama-sama punya hobbi memelihara ayam istimewa.
Meskipun ia sempat
menyebut pernah terpilih menjadi Duta Partisipasi Anak tahun 2022 sebagai salah
satu prestasi yang pernah diraihnya, namun hal itu malah menjadi bahan candaan
plesetan dari penguji kepadanya. “Apa? Kamu Jadi Duta Anak Jombang? Ah enggak,
kamu itu Duta Partisipasi Ayam!”, ucap salah satu penguji dengan nada canda.
Hal-hal yang
bersifat intelektual akademik sepertinya memang menjadi cerita bisu tanpa
banyak bahasa, karena hanya terwakili oleh Tes Potensi Akademik dengan 125 soal
yang menguras pikiran. Karena menjawab salah berakibat nilai minus, maka Caraka
Shankara memutuskan untuk mengosongi 10 pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya.
Berapa hasil Tes
Potensi Akademiknya? Hanya panitia yang mengetahui. Makanya tidak ada banyak
cerita khas tentangnya. Begitu juga pada saat sesi tes kesamaptaan jasmani,
tidak ada kisah menarik yang disampaikannya. Dia hanya menyebutkan beberapa
aktifitas jasmani yang harus dijalaninya untuk dinilai oleh petugas.
Selain di dua tes
itu, cerita tentang pencak silat dan ayam terus mewarnai jawaban Caraka Shankara
saat menjawab pertanyaan penguji. Tidak hanya bercerita tentang pencak silat,
murid MTsN 3 Jombang ini pun diminta mendemonstrasikan aksi pencak silat yang
dikuasainya pada saat tes kesehatan umum dan jiwa di RST Soepraoen Malang dan
saat Tes Pantukhir.
Demonstrasi ini pun
menjadikannya semakin percaya diri, karena ia bisa menunjukkan kelebihannya
untuk menutupi kekurangan-kekurangannya. Melalui aksinya itu, ia pun
mendapatkan apresiasi dari penguji dan peserta lain, sehingga bisa menyamarkan
kekurangan yang dimilikinya.
Meskipun demontrasi
pencak silat ini memberi citra dan efek positif kepadanya, namun tetap saja ada
peserta lain yang juga bisa mendemonstarsikan hal yang relatif sama. Ada di
antara mereka yang mendemontrasikan pencak silat lain. Ada juga yang
mendemonstrasikan karate atau sejenisnya. Dengan kesamaan ini, cerita pun
berlangsung secara landai.
Keseruan cerita
justru terjadi ketika alumnus Pondok Pesantren Hidayatul Quran Sentul ini
diminta menceritakan pengalamannya memelihara ayam-ayam istimewa. Sebagaimana
diketahui, setelah boyong dari Pondok Pesantren itu, Caraka Shankara tinggal di
rumah Mbah Kung dan Mbah Utinya. Karena di rumah itu ada kandang ayam, maka ia
pun membeli sejumlah anakan ayam istimewa. Ia memeliharanya. Ia juga sempat
menjualnya dan telah mendapat untung. Aktivitas ini pun menjadi agenda
hariannya selain belajar di madrasah dan melatih pencak silat.
“Siap! Saya
memiliki lebih dari lima belas ayam.”, jawabnya saat ditanya pewawancara saat
tes wawancara. Ia pun dengan lancar menceritakan pengalaman kesehariannya
dengan ayam-ayamnya itu.
Ketika ia bercerita
banyak tentang ayam-ayamnya, pewawancara pun menyela. “Dengan kesibukan
memelihara ayam-ayam itu, bagaimana kegiatan belajarmu di rumah?”
Dengan spontan, ia
pun menjawab,”Siap! Saya jarang belajar!”. Sungguh ini memang jawaban jujur,
walaupun mungkin tidak nyaman didengar. Entah bagaimana respon pewawancara
dalam memberi nilai kepadanya yang menjawab seperti itu.
Kisah tentang ayam
berulang kembali saat tes Pantukhir. Di puncak tes seleksi ini, Caraka Shankara
ternyata berhadapan dengan penguji yang sama-sama memiliki hobi memelihara
ayam. Tidak hanya itu, sang penguji itu juga suka mengikutkan ayam-ayamnya
dalam perlombaan, sehingga memiliki banyak pengetahuan tentang ayam.
Untuk membuktikan
bahwa peserta yang ditesnya itu jujur dan tidak mengada-ada tentang ayam,
penguji itu pun bertanya kepada Caraka Shankara ciri-ciri ayam yang istimewa.
Dengan posisi sikap sempurna, ia pun menjawabnya dengan lantang berdasarkan
pengalaman nyatanya berinteraksi dengan ayam-ayamnya itu.
Mendengar jawaban
itu, sang penguji mengisyaratkan sikap penerimaan atas penjelasan Caraka
Shankara. Beberapa saat kemudian sang penguji mengeluarkan smartphonenya. Ia
kemudian berselancar di internet untuk mencari beberapa gambar ayam istimewa.
Setelah mendapatkan gambar-gambar yang dimaksud, ia pun menunjukkannya kepada
Caraka Shankara.
“Coba sebutkan
jenis ayam apa ini!”, ucap sang penguji. Dengan cepat, calon taruna ini pun
menjawabnya dengan benar, sehingga semakin meyakinkan sang penguji. Wawancara
seputar ayam saat Pantukhir itu pun menjadi sesi terakhir rangkaian tes yang
dijalaninya.
Setelah sidang
Pantukhir berakhir, seluruh peserta diperkenankan pulang. Caraka Shankara
bersama dua temannya, Azhar dan Arul, pun kembali ke kamar kosnya. Mereka
menunggu kedatangan kami (saya, isteri dan Wacana Bawana) yang akan
menjemputnya untuk pulang ke Jombang.
Di luar dugaan,
sambil menunggu kedatangan kami yang sedang dalam perjalanan ke Kediri, Caraka
Shankara ternyata sedang melakukan transaksi jual beli ayam dengan seseorang.
Mereka pun sepakat melakukan COD di depan SMAN 5 Taruna Brawijaya. Entah berapa
harga yang disepakat.
Setelah ia
mendapatkan seekor ayam jago dengan sebuah tempatnya (semacam tas wadah ayam
yang terbuat dari rotan), sang penjual itu pun meninggalkannya. Saat ia masih
berada di depan sekolah itu, tiba-tiba seorang tentara yang menjadi pengujinya
saat Pantukhir keluar sekolah dengan mengendarai motor.
“Hai sedang apa
kamu di sini?”, tanya tentara itu. Caraka Shankara pun menjawab singkat, “Siap.
Saya COD-an beli ayam!”.
Tentara itu pun
berhenti. “Ternyata kamu gak bohong tadi. Kamu benar-benar suka ayam. Ayammu
ini bagus!”, ucapnya.
Mendengar ucapan
tentara itu, dalam hati, Caraka Shankara sempat ketar-ketir jika ayam itu nanti
diminta oleh tentara itu.
Kekhawatirannya pun
sirna, karena tentara itu kemudian segera pergi meninggalkannya dengan motor
yang dikendarai. Caraka Shankara lalu pergi menuju ke kamar kosnya dengan
membawa ayam jantan itu. Sesampainya di kamar kos, ia pun kaget karena kami
telah berada di dalam kamar untuk kemudian mengajaknya dan teman-temanny pulang
ke Jombang.
Kisah tentang
pencak silat dan ayam ini bagi saya adalah unik, karena out of the box. Jika
akhirnya Caraka Shankara ditakdirkan Allah SWT lolos seleksi dan diterima
menjadi taruna di SMAN 5 Taruna Brawijaya, maka tidak berlebihan jika saya
menyebutkan ini adalah berkah Pencak Silat dan Ayam. Bagaimana bisa tes yang
sangat ketat dan serius akhirnya bernuansa romantika pencak silat dan ayam.
Semoga isyarat ini
menjadi awal kebaikan baginya. Aamiin. [pgn]
0 Komentar