![]() |
Merujuk makna kata yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah salah satu cara sederhana menghindari salah kaprah penggunaan kata dalam komunikasi. |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Saya sangat berterima kasih kepada Kyai
Muhammad Mukhtar Mu’thi, mursyid Thariqoh Shiddiyyah Ploso, Jombang yang secara
konsisten mengampanyekan bahwa 17 Agustus 1945 adalah Hari Kemerdekaan Bangsa
Indonesia, bukan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kampanye ini penting
untuk memperjelas perbedaan makna antara bangsa dan republik dalam konteks
sejarah kemerdekaan Indonesia. Andai beliau tidak mengampanyekannya, mungkin
saya termasuk yang ikut-ikutan salah kaprah dalam penggunaan frasa Bangsa
Indonesia dan Republik Indonesia, khususnya saat Agustusan.
Pemahaman ini berakar pada teks proklamasi yang dibacakan oleh Ir.
Soekarno pada 17 Agustus 1945. Bunyi teks tersebut adalah:
“Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan
kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l.
diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang
sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa
Indonesia Soekarno/Hatta.”
Tidak ada satu pun kata "Republik" dalam teks proklamasi
tersebut, sebaliknya yang ada adalah kata "bangsa". Faktanya, yang
diproklamasikan adalah kemerdekaan bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan Republik
Indonesia. Ini membuktikan bahwa para proklamator dan perumus teks proklamasi
kemerdekaan sangat memahami makna kata, sehingga tidak ceroboh dalam
menuliskannya dalam teks-teks monumental.
Mereka paham betul perbedaan makna bangsa dan republik, sehingga
penggunaannya tepat. Hal ini sangat berbeda dengan sebagian besar masyarakat
yang seringkali menggunakan istilah tertentu tanpa mengetahui maknanya,
sehingga istilah tersebut sering terbalik-balik dalam penggunaannya dan
menjadikan maknanya tidak tepat.
Agar tidak salah kaprah, mari kita pahami makna kata
"bangsa", “negara” dan "republik". Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, bangsa adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri, misalnya
bangsa India, bangsa Indonesia, dan lain-lain. Sementara itu, negara adalah
kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi
di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan
politik, berdaulat, sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Sedangkan,
makna republik dijelaskan dalam kamus tersebut sebagai bentuk pemerintahan yang
berkedaulatan rakyat dan dikepalai oleh seorang presiden.
Dengan makna seperti itu, sangat tepat teks naskah proklamasi yang
dibaca pada 17 Agustus 1945 itu menggunakan kata "bangsa", bukan
"republik". Pada waktu itu, belum ada negara, apalagi dengan bentuk
pemerintahan republik. Negara Indonesia baru terbentuk sehari sesudah
proklamasi kemerdekaan tersebut. Tepatnya, pada 18 Agustus 1945 melalui sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menetapkan republik sebagai bentuk
pemerintahan Indonesia dengan Soekarno sebagai presidennya dan Mohammad Hatta
sebagai wakil presidennya.
Atas dasar itulah, jika kita tetap menggunakan istilah Hari Ulang
Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI), maka yang tepat adalah pada setiap tanggal
18 Agustus, bukan 17 Agustus. Mengapa? Karena 17 Agustus adalah Hari Ulang
Tahun Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Sejak Republik Indonesia
didirikan, pemerintahan ini belum pernah mengalami penjajahan yang menyebabkan
ketidakberdaulatan.
Memang, Belanda tidak rela dengan kemerdekaan Indonesia, sehingga
berusaha menjajahnya kembali. Namun, keinginan tersebut tidak terlaksana karena
bangsa Indonesia, khususnya arek-arek Surabaya bersama umat Islam dari
daerah-daerah luar kota Surabaya, gigih melawannya dengan semangat jihad yang
diserukan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Dari situlah bisa
dipahami mengapa pada 10 November 1945 di Surabaya terjadi pertempuran luar
biasa yang akhirnya bisa menewaskan Jenderal Mallaby, meskipun persenjataan
Belanda lebih canggih daripada arek-arek Surabaya.
Karena Republik Indonesia tidak pernah terjajah, maka istilah HUT
Kemerdekaan RI menjadi sangat tidak tepat. Yang tepat adalah HUT RI, tapi bukan
merujuk pada tanggal 17 Agustus, melainkan 18 Agustus. Dengan demikian,
tepatlah yang dikampanyekan oleh Kyai Muhammad Mukhtar Mu’thi bahwa 17 Agustus
adalah Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, sedangkan 18 Agustus adalah Hari
Lahir Republik Indonesia.
Meskipun perdebatan mengenai makna kata dalam konteks kemerdekaan
ini tampak sepele, dampaknya cukup signifikan dalam memahami identitas nasional
kita. Menggunakan istilah yang tepat bukan hanya soal kebiasaan berbahasa,
tetapi juga soal penghargaan terhadap sejarah dan perjuangan yang telah dilalui
oleh para pendahulu kita. Ini juga menunjukkan kedalaman pemahaman dan
penghormatan kita terhadap makna asli dari peristiwa bersejarah tersebut.
Pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara bangsa dan republik
juga berdampak pada cara kita merayakan kemerdekaan. Perayaan 17 Agustus
seharusnya difokuskan pada semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan sebagai
bangsa yang merdeka. Sementara itu, 18 Agustus dapat dijadikan momen untuk
memperingati lahirnya sistem pemerintahan republik yang kita jalani saat ini.
Dengan demikian, kita bisa merayakan kedua momen bersejarah ini dengan lebih
bermakna dan sesuai dengan konteks sejarahnya.
Intinya, kata "bangsa" berbeda makna dengan kata "republik". Mari kita pahami istilah dan maknanya agar kita tidak termasuk golongan orang-orang latah yang salah kaprah. Kampanye yang dilakukan oleh Kyai Muhammad Mukhtar Mu’thi sangat relevan dan perlu didukung agar masyarakat lebih paham tentang sejarah dan makna kemerdekaan Indonesia. Dirgahayu Indonesia! [pgn]
0 Komentar