![]() |
Ini adalah bagian dari partisipasi publik untuk menolak pasal 103 ayat 4 poin e PP nomor 28 tahun 2024. |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Isu
kesehatan reproduksi anak usia sekolah dan remaja sering kali menjadi topik
sensitif dalam pendidikan, khususnya dalam konteks apakah alat kontrasepsi
perlu disediakan di sekolah. Hal ini dipicu oleh Pasal 104 ayat 4 poin e dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia RI Nomor 28 Tahun 2024 yang telah disahkan oleh Pemerintah. Didorong
rasa keprihatinan sebagai Guru Pendidikan Agama Islam di SMAN 2 Jombang, Nine Adien Maulana melakukan riset
sederhana 12-15 Agustus 2024 dengan melibatkan 73 responden murid-murid SMAN 2
Jombang, untuk mengeksplorasi pandangan mereka tentang alat kontrasepsi dan
relevansinya dalam lingkungan pendidikan. Temuan riset ini memberikan wawasan
penting mengenai bagaimana remaja memahami dan merespons topik ini, serta
bagaimana pendekatan edukasi yang tepat dapat mempengaruhi pemahaman dan
keputusan mereka terkait kesehatan reproduksi.
Pemahaman Dasar tentang Alat
Kontrasepsi
Hasil riset menunjukkan bahwa mayoritas
murid memiliki pemahaman dasar yang kuat mengenai alat kontrasepsi, terutama
sebagai sarana untuk mencegah kehamilan. Ketika ditanya tentang "alat
kontrasepsi," banyak responden yang langsung mengasosiasikannya dengan
kata "pencegahan kehamilan". Ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka
tentang alat kontrasepsi umumnya berfokus pada fungsinya untuk mencegah
kehamilan, dan mereka lebih familiar dengan kondom dan pil KB sebagai alat
kontrasepsi yang paling umum dikenal.
Kebutuhan Sosialisasi dan Edukasi
Salah satu temuan penting dari riset
ini adalah pandangan mayoritas murid yang menganggap bahwa pengetahuan tentang
alat kontrasepsi perlu disosialisasikan dan diajarkan kepada remaja. Mereka
percaya bahwa edukasi yang tepat mengenai alat kontrasepsi merupakan langkah
penting untuk mempersiapkan remaja dalam membuat keputusan yang bijak tentang
kesehatan reproduksi dan hubungan seksual. Edukasi ini dianggap sebagai bagian
dari tanggung jawab pendidikan untuk memberikan informasi yang diperlukan agar
remaja dapat membuat pilihan yang informasional dan bertanggung jawab.
Namun, terdapat juga kekhawatiran
mengenai potensi penyalahgunaan informasi dan dampak negatif dari sosialisasi
yang tidak hati-hati. Beberapa murid menyatakan bahwa informasi tentang alat
kontrasepsi harus disampaikan dengan pendekatan yang sensitif dan sesuai dengan
tingkat pemahaman mereka. Mereka khawatir bahwa informasi yang tidak
disampaikan dengan baik dapat mendorong perilaku seksual yang tidak diinginkan
atau menimbulkan kesalahpahaman tentang penggunaan alat kontrasepsi.
Metode Edukasi Non-Fisik
Sebagian besar responden merasa bahwa
edukasi tentang alat kontrasepsi dapat dilakukan melalui metode non-fisik.
Mereka mendukung penggunaan buku, gambar, dan metode digital sebagai sarana
untuk menyampaikan informasi kesehatan reproduksi. Pendekatan ini dipandang
lebih aman dan lebih sesuai dengan konteks sosial mereka. Penggunaan metode
non-fisik dianggap dapat mengurangi risiko penyalahgunaan dan dampak negatif
yang mungkin timbul dari penyediaan alat kontrasepsi secara fisik di sekolah.
Penyediaan alat kontrasepsi secara
langsung di sekolah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti kesalahpahaman
tentang fungsi dan penggunaan alat tersebut. Ada kekhawatiran bahwa keberadaan
alat kontrasepsi di lingkungan sekolah dapat menciptakan suasana yang tidak
nyaman atau bahkan mendorong perilaku seksual yang tidak sesuai. Dengan
demikian, banyak murid lebih memilih pendekatan edukasi yang menghindari
risiko-risiko tersebut, dengan fokus pada penyampaian informasi yang akurat dan
bermanfaat tanpa memberikan akses langsung ke alat kontrasepsi.
Pertimbangan Agama, Budaya dan Sosial
Pertimbangan agama, budaya dan sosial
juga memainkan peran penting dalam keputusan mengenai penyediaan alat kontrasepsi
di sekolah. Beberapa murid menekankan pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai
lokal dan sensitivitas agama dan budaya dalam merancang dan melaksanakan
program edukasi kesehatan reproduksi. Mereka percaya bahwa informasi tentang
alat kontrasepsi harus disampaikan dengan cara yang sesuai dengan norma-norma agama,
budaya dan sosial setempat agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan
tidak menimbulkan konflik.
Dalam konteks ini, pendidik dan pembuat
kebijakan harus merancang materi edukasi yang memperhitungkan aspek agama,
budaya dan sosial. Pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai lokal akan
memastikan bahwa informasi yang disampaikan diterima dengan baik dan efektif
dalam meningkatkan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi.
Rancangan Materi Edukasi yang Efektif
Dalam merancang materi edukasi tentang
alat kontrasepsi, penting untuk menggunakan pendekatan yang komprehensif dan
sesuai dengan tingkat usia. Materi harus mencakup informasi yang jelas tentang
fungsi dan penggunaan alat kontrasepsi, serta implikasi dari perilaku seksual
yang bertanggung jawab. Edukasi ini harus dirancang untuk memberikan
pengetahuan yang benar tanpa mendorong perilaku seksual yang tidak diinginkan.
Pendidikan harus dilakukan dengan
pendekatan yang mempromosikan tanggung jawab dan pemahaman yang mendalam
tentang kesehatan reproduksi. Penggunaan metode non-fisik seperti materi
pembelajaran berbasis digital atau cetak dapat menjadi pilihan yang baik untuk
menyampaikan informasi dengan cara yang tidak langsung dan lebih terkontrol.
Kesimpulan
Riset sederhana yang dilakukan di SMAN 2 Jombang ini menunjukkan bahwa edukasi tentang alat kontrasepsi penting untuk diberikan kepada remaja, tetapi penyediaan alat kontrasepsi secara fisik dan massif di sekolah tidak diperlukan. Pendekatan edukasi yang menggunakan metode non-fisik, dengan memperhatikan sensitivitas agama, budaya dan sosial, akan lebih efektif dalam menyampaikan informasi tanpa menimbulkan risiko dampak negatif. Dengan memberikan pengetahuan yang tepat melalui cara yang bijak, kita dapat mempersiapkan remaja untuk membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab mengenai kesehatan reproduksi mereka.[pgn]
0 Komentar