Membaca Ya Rasulallah dalam Majelis Maulid Nabi

 

Aksi Ekspresif Taliya Kayana saat membacakan puisi Ya Rasulallah karya KH. Mustofa Bisri.


[Jombang, Pak Guru NINE] - Taliya Kayana, seorang santriwati dari SMP Negeri 3 Peterongan, berbagi kabar gembira kepada ayahnya, Nine Adien Maulana, melalui Direct Message Instagram pada Sabtu, 14 September 2024. Kabar tersebut membuat sang ayah tersenyum bangga—putrinya akan tampil membaca puisi dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan pada Ahad, 15 November 2024 di sekolahnya. Seperti biasa, Taliya menghubungi ayahnya dengan memanfaatkan teknologi yang ada, meski sering kali ia harus meminjam handphone orang lain karena keterbatasan alat komunikasi pribadi. Ia sering mengirim pesan, baik melalui WhatsApp maupun Instagram, yang intinya berisi keinginan untuk disambangi atau dijemput pulang dari pondok. Romantika anak pondok yang rindu dengan keluarga kerap kali membuat alasan-alasan kreatif untuk bisa bertemu orang tua.

Pak Guru NINE, dengan kebijaksanaannya sebagai seorang ayah, tak selalu memenuhi permintaan Taliya untuk pulang. Ia ingin putrinya betah di pondok dan bisa fokus belajar. Namun, saat Taliya memberi tahu tentang penampilannya dalam peringatan Maulid Nabi tersebut, sang ayah langsung mengapresiasinya dengan mengirimkan emotikon jempol. Ia juga berpesan agar Taliya meminta wali kelasnya, Bu Ani Ichlasiya, untuk mendokumentasikan penampilannya, sebagai kenang-kenangan sekaligus bukti bakat seni yang mulai terasah.

Pada hari H, setelah tampil membacakan puisi karya KH. Mustofa Bisri yang berjudul Ya Rasulallah, Taliya berhasil memukau para hadirin. Suara lantangnya bergantian dengan lirih menyampaikan puisi penuh makna itu, mengundang tepuk tangan meriah dari teman-teman dan para guru. Penampilannya memberikan kesan mendalam bagi semua yang menyaksikan, membuktikan bahwa di balik kesederhanaan sikap sehari-hari, Taliya memiliki potensi seni yang luar biasa.

Sayangnya, tidak banyak dokumentasi yang bisa diabadikan dari momen berharga tersebut. Baru pada pukul 21.00 malam hari yang sama, wali kelasnya, Bu Ani, mengirimkan penggalan video penampilan Taliya kepada ayahnya. Video tersebut hanya berdurasi 48 detik—terlalu singkat untuk menampilkan keseluruhan puisi yang dibacakan, namun cukup untuk menggambarkan betapa serius dan indahnya cara Taliya menyampaikan setiap kata. Meski tanpa dokumentasi foto, video itu menjadi satu-satunya kenangan visual yang berhasil diabadikan.

Puisi Ya Rasulallah yang dibacakan oleh Taliya, merupakan karya mendalam dari KH. Mustofa Bisri, seorang ulama sekaligus sastrawan besar. Dalam puisi tersebut, tersirat kerinduan kepada Nabi Muhammad SAW, sang pembawa risalah yang menjadi teladan bagi seluruh umat Islam. Setiap baitnya sarat dengan makna tentang introspeksi diri, perjalanan spiritual, dan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang sejauh mana keimanan seseorang benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi itu menggambarkan sosok yang merenungi hubungan pribadinya dengan Allah dan Rasulullah. Bait demi bait, pengarang puisi ini mengungkapkan betapa seringnya manusia lalai dalam menjalankan kewajiban agamanya dengan penuh keikhlasan. Seolah-olah ia ingin bertanya kepada Rasulullah, apakah dirinya telah benar-benar menjadi seorang muslim yang beriman dan berihsan—mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tulus dan benar.

Taliya membawakan puisi ini dengan penghayatan penuh, mengartikulasikan setiap kata dengan tegas dan jelas. Ia seakan hidup dalam setiap bait, menyampaikan keraguan, ketidakpastian, dan kerinduannya kepada Rasulullah dengan ketulusan yang tulus dan mendalam. Tepuk tangan meriah dari hadirin menandakan bahwa penampilannya tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga memberikan refleksi kepada setiap orang yang mendengarnya.

Penampilan ini bukan hanya tentang sekadar membaca puisi. Bagi Taliya, ini adalah momen di mana ia dapat mengekspresikan rasa cintanya kepada Rasulullah SAW dan mendalami pesan-pesan moral yang terkandung dalam puisi tersebut. Melalui puisi ini, ia belajar lebih dalam tentang arti menjadi muslim yang baik, tentang iman, Islam, dan ihsan. Pertanyaan-pertanyaan mendalam yang ditulis dalam puisi itu menjadi bahan renungan bagi Taliya, dan barangkali juga bagi para penonton.

Bagi Nine Adien Maulana, penampilan putrinya dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW ini adalah salah satu wujud dari proses tumbuh kembang anaknya. Taliya yang tumbuh di lingkungan pesantren, diharapkan bisa menginternalisasi nilai-nilai agama dengan baik. Meskipun ia kerap kali meminta untuk pulang, sang ayah paham bahwa kehidupan di pesantren adalah bagian penting dari pembentukan karakter. Taliya tidak hanya belajar ilmu agama di sana, tetapi juga belajar untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab.

Acara peringatan Maulid Nabi di SMP Negeri 3 Peterongan ini menjadi salah satu momen yang menunjukkan hasil dari proses panjang pendidikan pesantren yang Taliya jalani. Melalui puisi yang dibacakannya, Taliya turut memperingati kelahiran Rasulullah dengan cara yang indah dan mendalam, memberikan pesan spiritual yang kuat kepada para penonton. Penampilan ini juga menguatkan hubungan emosional antara ayah dan anak, menunjukkan betapa pentingnya dukungan dan apresiasi orang tua dalam setiap langkah perkembangan anak-anak mereka.

Meskipun hanya terdokumentasikan dalam video singkat, momen ini akan selalu terpatri dalam ingatan, baik bagi Taliya maupun ayahnya. Tepuk tangan dan sorak-sorai yang mengiringi penampilannya adalah bukti bahwa Taliya memiliki potensi besar yang suatu hari nanti mungkin akan berkembang lebih jauh. Di balik kecintaannya kepada seni, tersembunyi keinginan kuat untuk mendalami dan mengamalkan ajaran-ajaran Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.[pgn]

Posting Komentar

0 Komentar