![]() |
Gaya ekspresif Taliya Kayana saat membawakan puisi "Satu dalam Beda" di panggung aula SMPN 3 Peterongan |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Taliya
Kayana, anak kedua kami yang mondok di asrama Hidayatul Quran PPDU Peterongan,
meminta agar namanya didaftarkan dalam ajang Lomba Cipta dan Baca Puisi
Festival Bulan Bahasa 2024 di MAN 2 Jombang. Dia meminta bantuan saya, karena ia
khawatir tidak diperkenankan pihak sekolahnya untuk mengikuti kompetisi in karena
ia sudah duduk di kelas akhir. Keinginannya ini muncul dari dorongan pribadi
yang kuat. Sebagai ayah, saya mendukungnya dan akhirnya mendaftarkannya secara
mandiri. Namun, alur perjalanannya dalam kompetisi ini ternyata penuh kejutan
dan tantangan yang menguji ketekunan dan daya juangnya.
Saat pengumuman nama-nama peserta yang
lolos babak penyisihan diunggah melalui Instagram Story akun
@bulanbahasa.official, saya tidak menemukan nama Taliya. Dalam hati, saya
menyimpulkan bahwa Taliya belum beruntung kali ini. Tanpa menunggu lebih jauh,
saya pun memberitahu Taliya sambil menguatkan semangatnya untuk memfokuskan
diri pada kompetisi lain saat itu, yakni Musabaqoh Syarhil Quran dan Lomba
Geguritan yang diadakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang.
Saya berpikir, mungkin kali ini bukan waktunya, dan Taliya bisa mengalihkan
fokusnya pada ajang yang lain.
Namun, kejutan terjadi pada malam hari,
Selasa, 5 November 2024. Salah satu panitia Festival Bulan Bahasa 2024
menghubungi saya, menanyakan apakah saya telah mengunggah video penampilan
puisi Taliya. “Lho, memangnya Taliya lolos babak penyisihan?” tanya saya penuh
keheranan. Panitia menjelaskan bahwa nama Taliya sebenarnya tercantum dalam
surat pengumuman resmi yang dapat diakses melalui link yang sebelumnya telah
dibagikan. Ternyata, karena saya hanya berpatokan pada unggahan di Instagram
Story tanpa membuka surat resmi tersebut, saya telah melewatkan fakta bahwa
Taliya lolos babak penyisihan dengan nomor urut ketiga.
Keterlambatan informasi ini membuat
kami sedikit panik, terutama karena mereka yang lolos babak penyisihan
diwajibkan membuat dan mengunggah video pembacaan puisi karya mereka. Kami
tidak melakukan apa-apa karena kami menyangka Taliya tidak lolos. Pada saat
itu, saya berpikir mungkin kami harus merelakan kesempatan ini. Namun, panitia
memberi kesempatan tambahan karena kesalahan teknis pengumuman itu ada di pihak
panitia sendiri. Mereka meminta video Taliya diunggah paling lambat Rabu, 6
November 2024, pukul 10.00 WIB.
Menghadapi batas waktu yang sempit,
saya segera berkoordinasi dengan Bu Izza, guru pembina Taliya, untuk menyusun
strategi pengambilan video. Saya juga menghubungi ustadzah di asrama untuk
menyampaikan kabar ini kepada Taliya agar segera berlatih pembacaan puisinya,
berjudul Satu dalam Beda. Pada akhirnya, meskipun dalam waktu terbatas,
kami berhasil membuat video penampilan Taliya membacakan puisinya.
Namun, persiapan yang kurang ideal
membuat pembacaan Taliya terasa kurang sempurna. Beberapa kali ia harus
mengulang karena terganggu oleh ketidakpuasan terhadap hasil rekamannya. Rasa
lelah pun menghampirinya, dan di salah satu percobaan terakhir, ia berkata
dengan nada pasrah, “Sudah Yah, kita kirim video yang tadi saja!” Meski saya
memahami kekecewaannya, waktu yang semakin sempit tidak memberi kami pilihan
lain. Video tersebut akhirnya saya unggah di Instagram dan saya kirimkan ke
panitia.
Tak lama kemudian, kami mendapat kabar
yang tidak disangka-sangka: Taliya berhasil masuk sebagai salah satu dari tiga
finalis dengan skor tertinggi di babak semifinal. Terlepas dari persiapan yang
terburu-buru, ia berhasil mencuri perhatian dewan juri. Ia termasuk dalam tiga
finalis yang berhak mengikuti kompetisi akhir yakni grand final lomba cipta dan
baca puisi.
Grand Final yang dijadwalkan pada Ahad,
10 November 2024, memberikan kesempatan kepada Taliya untuk berkompetisi
langsung di panggung megah MAN 2 Jombang. Di babak final, para finalis
diharuskan mencipta puisi bertemakan Surah Al-Insyirah atau Surah Al-Waqi’ah
dalam waktu 60 menit. Setelah itu, mereka akan membacakan karya tersebut di
hadapan dewan juri.
Kabar tersebut kami terima dengan
gembira sekaligus kewaspadaan. Taliya kini menghadapi tantangan yang lebih
besar: menciptakan puisi dengan tema tertentu dan membacakannya dengan penuh
penjiwaan di hadapan juri. Sebagai persiapan, Taliya kini dibimbing secara
intensif oleh guru pembina di SMP Negeri 3 Peterongan untuk meningkatkan
kemampuan mencipta dan membacakan puisi. Latihan demi latihan diadakan agar
Taliya lebih siap dan mampu tampil optimal pada hari yang sangat
dinanti-nantikan itu.
Sebagai seorang ayah, saya tentu merasa
bangga dan sekaligus tersentuh oleh perjalanan Taliya dalam kompetisi ini. Ia
telah belajar tentang keuletan, keberanian, dan kesiapan menghadapi tantangan,
bahkan dalam situasi yang tidak terduga. Bagi saya, inilah momen di mana proses
lebih penting daripada hasil akhir, karena melalui proses ini Taliya telah
memperoleh pengalaman berharga tentang disiplin, kerja keras, dan daya juang.
Pada hari yang ditentukan nanti, Taliya
akan hadir sebagai finalis di panggung besar dan megah MAN 2 Jombang dengan
membacakan puisi ciptaannya yang digali dari kandungan makna ayat-ayat
Al-Qur’an. Ia akan berdiri di atas panggung, menampilkan hasil karya dan
usahanya, sebuah puncak dari proses panjang yang telah ia lalui. Tak peduli
hasil akhirnya nanti, saya berharap Taliya akan merasakan kepuasan batin dan
bangga akan usahanya. Sementara itu, sebagai pendamping, saya akan mendukungnya
seutuhnya, merayakan setiap langkah kecil yang ia capai.
Apakah Taliya akan menjadi juara? Saya tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti, ia telah menaklukkan banyak hal: dari kebingungan teknis hingga keterbatasan waktu, dan tentu saja dirinya sendiri. Bagi kami, Taliya sudah menjadi juara dengan segala perjuangan dan semangat yang ia tunjukkan. Kompetisi ini bukan hanya tentang trofi, piala atau hadiah, melainkan tentang sebuah perjalanan berharga yang akan selalu ia kenang dalam hidupnya.[pgn]
Baca juga!
0 Komentar