Belajar dari Kekalahan menuju Mental Juara

 

Wacana Bawana bersama teman-temannya dalam Pesta Siaga 2024.

[Jombang, Pak Guru NINE] - Keberhasilan adalah impian semua orang, termasuk anak-anak yang mulai mengenal arti dari sebuah kompetisi. Dalam keluarga Wacana Bawana, keberhasilan telah menjadi bagian dari cerita hidup kakak-kakaknya, Caraka Shankara dan Taliya Kayana. Caraka, kakak sulungnya, dikenal sebagai peraih berbagai piala dan medali dalam ajang pencak silat. Sedangkan Taliya, meski pencapaiannya dimulai lebih lambat, berhasil mencatatkan namanya sebagai juara puisi sejak duduk di kelas VIII bangku SMPN 3 Peterongan. Prestasi keduanya menjadi inspirasi besar bagi Wacana untuk bisa menyusul jejak mereka. Namun, seperti kehidupan yang penuh dinamika, jalan menuju kesuksesan tidak selalu mulus.

Wacana Bawana, seorang anak ceria yang duduk di bangku kelas empat SD Islam Roushon Fikr Jombang, memiliki ambisi kuat untuk mengikuti jejak kakak-kakaknya. Ia selalu membayangkan suatu hari dapat membawa pulang piala atau medali kebanggaan, seperti yang telah dilakukan oleh Caraka dan Taliya. Maka, ketika gurunya memilihnya untuk mengikuti lomba rekreatif dalam Pesta Siaga 2024 yang diselenggarakan oleh Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Jombang, Wacana merasa harapan itu semakin dekat. Dengan penuh semangat, ia menerima tugas ini. Bayangan membawa pulang piala dari Bumi Perkemahan Pemkab Jombang, tempat penyelenggaraan Pesta Siaga pada Sabtu, 14 Desember 2024, seolah menjadi motivasi besar dalam hatinya.

Hari perlombaan pun tiba. Cuaca mendung menyelimuti Bumi Perkemahan, namun hal itu tidak menyurutkan semangat peserta dari seluruh kwartir ranting di Kabupaten Jombang. Suasana dipenuhi riuh rendah sorak-sorai pendukung, serta tekad kuat para peserta yang saling mengadu kecakapan dan ketangkasan dalam berbagai lomba. Di tengah kompetisi, ada mereka yang bersorak bahagia karena berhasil memenangkan lomba, namun ada pula yang harus menerima kenyataan pahit kekalahan. Di antara mereka yang harus pulang dengan tangan hampa adalah Wacana.

Kekalahan ini menjadi pukulan besar bagi Wacana. Harapan untuk membawa pulang piala sebagai simbol prestasinya sirna dalam sekejap. Ia sangat kecewa dan sedih, merasa dirinya gagal memenuhi ekspektasi. Sepulang dari lomba, Wacana lebih banyak mengurung diri di rumah. Ia bahkan kehilangan semangat untuk bermain bersama teman-temannya, sesuatu yang biasanya ia lakukan dengan penuh keceriaan. Dalam kesedihannya, ia menangis kepada kedua orang tuanya, Nine Adien Maulana dan Hikmatun Ni’mah, mencurahkan semua kekecewaan dan rasa malu yang ia rasakan.

Sebagai ayah yang penuh pengertian, Nine Adien Maulana mencoba membesarkan hati putranya. Ia mengingatkan bahwa kemenangan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah, bahkan untuk Taliya sekalipun. “Mbak Taliya dulu baru bisa meraih juara saat berada di kelas 8 SMP,” katanya lembut. “Sejak TK hingga SD, Mbak Taliya tidak pernah meraih juara. Mbak Taliya juga pernah sampai menangis saat berusaha.” Kata-kata ini memberikan gambaran bahwa perjuangan adalah bagian penting dari proses menuju kesuksesan.

Bunda Wacana, Hikmatun Ni’mah, juga tidak tinggal diam. Ia menambahkan, “Ayah dan Bunda sudah sangat gembira sampean berani berlomba. Soal menang atau kalah itu sesuatu yang biasa saja. Sampean jangan putus asa. Masih ada banyak kesempatan di masa-masa berikutnya.” Ucapan ini menegaskan kepada Wacana bahwa keberanian untuk tampil dan bersaing sudah merupakan pencapaian besar yang patut dirayakan.

Wacana sangat ingin seperti Caraka yang telah mengoleksi banyak piala dan medali. Namun, Ayahnya mengingatkan bahwa kesuksesan Caraka juga merupakan keberuntungan yang diberikan oleh Allah SWT. Sejak duduk di bangku SD, Caraka memang kerap memenangkan berbagai kejuaraan pencak silat. “Masmu, Caraka itu memang mendapat keberuntungan oleh Allah SWT. Itu memang takdirnya,” kata sang ayah. Ucapan ini membuat Wacana menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan dan waktu keberhasilan masing-masing.

Tidak hanya itu, Ayahnya juga menasihatinya untuk mengadu kepada Allah SWT. “Kalau sampean menangis dan mengadu kepada Allah SWT dan Ayah Bunda, itu sangat baik,” katanya. “Karena Allah lah yang Mahakuasa menjadikan siapa saja menjadi menang atau kalah.” Nasihat ini mengajarkan Wacana untuk tidak hanya bersandar pada upaya manusia, tetapi juga menyerahkan segalanya kepada Yang Mahakuasa.

Setelah mendapatkan penguatan mental dari kedua orang tuanya, perlahan-lahan Wacana mulai tenang. Kesedihannya berangsur-angsur mereda. Ia kembali menjalani rutinitas seperti biasa. Pada sore harinya, ia bahkan mau mandi dan bergabung untuk shalat Maghrib berjamaah bersama Ayah dan Bundanya. Dalam ketenangan itu, ia menemukan kembali semangat untuk terus mencoba.

Kisah Wacana adalah refleksi dari perjuangan anak-anak dalam memahami makna kemenangan dan kekalahan. Kekalahan dalam lomba Pesta Siaga 2024 memang menjadi pengalaman pahit baginya. Namun, lebih dari itu, pengalaman ini menjadi pelajaran berharga tentang keberanian, ketangguhan, dan pengharapan. Ia belajar bahwa keberhasilan bukan hanya soal meraih piala, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bangkit dari kegagalan. Dengan dukungan dari keluarga yang penuh kasih, Wacana kini siap untuk menghadapi tantangan berikutnya, melangkah lebih percaya diri, dan terus berusaha meraih mimpinya.[pgn]

Posting Komentar

2 Komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)