Menjawab Panggilan Sekolah Rakyat

Wawancara ini dilaksanakan secara daring dalam durasi waktu sekitar 15 menit.

 

[Jombang, Pak Guru NINE] – Selasa, 3 Juni 2025 menjadi salah satu catatan penting dalam perjalanan pengabdian saya sebagai pendidik. Hari itu, saya dijadwalkan mengikuti tes wawancara sebagai bakal calon Kepala Sekolah Rakyat jenjang SMA. Sebuah kesempatan langka, yang tidak saya bayangkan akan datang dalam waktu dekat. Namun ternyata, hari itu juga mengajarkan saya bahwa ketika kita siap dengan niat yang tulus, semesta akan memberi ruang untuk melangkah lebih jauh.

Pagi itu, jadwal saya mendadak berubah. Rencana wawancara yang semula dijadwalkan siang, dimajukan 90 menit lebih awal. Rupanya, beberapa peserta lain mengalami kendala teknis, ada pula yang mengundurkan diri. Saya tak punya waktu untuk gugup. Di ruang Laboratorium Fisika SMAN 2 Jombang, tempat saya menjaga siswa yang sedang mengikuti ujian susulan PSAT, saya pun segera menyiapkan laptop, headphone, dan segala dokumen pendukung. Di tengah kesibukan itu, saya juga sempat meminta bantuan siswa untuk mengabadikan momen ini—sekadar foto dan video singkat sebagai dokumentasi perjuangan.

Sekitar pukul 10.30 WIB, saya bergabung ke ruang Zoom Workplace. Seorang ibu muncul di layar, menyapa dengan senyum tenang dan penuh wibawa. Beliau memperkenalkan diri sebagai pewawancara dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia. Tak lama, ia meminta saya memperkenalkan diri dan menjelaskan aktivitas keguruan serta peran saya di masyarakat.

Saya pun mulai bercerita—tentang kelas yang saya dampingi, dinamika murid-murid saya, tanggung jawab sebagai wali kelas, dan keterlibatan saya sebagai pembina OSIS. Saya juga menyampaikan kiprah saya di luar sekolah: aktif di DP Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Jombang, PRNU Pacarpeluk, serta LAZISNU PCNU Jombang, khususnya saat saya menjabat sebagai ketua di lembaga ini. Saya ingin menunjukkan bahwa bagi saya, menjadi guru bukan sekadar pekerjaan, tapi jalan hidup yang berakar kuat di tengah masyarakat.

Dua pertanyaan berikutnya tiba-tiba dilontarkan dalam bahasa Inggris. Saya ditanya tentang motivasi saya mencalonkan diri dan visi misi jika terpilih menjadi Kepala Sekolah Rakyat. Saya tahu, kemampuan bahasa Inggris saya tidak istimewa. Tapi saya memilih untuk percaya diri. Dengan spontan, saya menjawab menggunakan bahasa Inggris semampu saya. Mungkin tata bahasa saya tidak sempurna, mungkin kosa kata saya terbatas. Tapi saya yakin, ketulusan dalam menyampaikan gagasan jauh lebih penting daripada kefasihan tanpa makna.

Saya ungkapkan, bahwa menjadi kepala Sekolah Rakyat bukan hanya tentang jabatan. Ini tentang memberi ruang pendidikan yang adil bagi semua. Tentang menciptakan iklim belajar yang humanis dan berbasis pada kehidupan nyata. Visi saya adalah menghadirkan sekolah yang membangun karakter, kreativitas, dan kepedulian sosial. Misi saya adalah memfasilitasi pembelajaran kontekstual berbasis proyek yang memberdayakan siswa sebagai pembelajar seumur hidup.

Pertanyaan berikutnya kembali menggunakan bahasa Indonesia, kali ini tentang program kerja jika saya terpilih. Karena saya sudah menyiapkan roadmap secara tertulis dan mendetail, saya bisa menjawab dengan lancar dan sistematis. Saya jelaskan rencana penguatan budaya literasi, pembelajaran berbasis komunitas, pengembangan digitalisasi sekolah, hingga kolaborasi dengan dunia usaha dan dunia industri. Saya ingin Sekolah Rakyat menjadi ruang hidup yang menyenangkan, adaptif, dan relevan dengan zaman.

Kemudian Bu Mutmainnah, demikian nama pewawancara itu yang baru saya ketahui setelah berakhirnya sesi inti wawancara, bertanya tentang pengalaman saya dalam Coaching dan Mentoring. Saya menjawab bahwa saya sudah cukup akrab dengan pendekatan ini. Saat mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, saya mendapatkan pelatihan intensif tentang coaching. Sejak saat itu, saya praktikkan dalam keseharian, baik kepada rekan guru, maupun kepada siswa. Saya tidak ingin menjadi guru yang hanya menyuruh dan menilai, tapi menjadi fasilitator tumbuhnya potensi. Prinsipnya sederhana, yakni setiap orang punya kekuatan, kita hanya perlu membantu mereka menemukannya.

Tak kalah menarik, pertanyaan tentang enterpreneurship pun muncul. Saya menjelaskan bahwa bagi saya, kewirausahaan tidak hanya soal profit. Tapi soal empati, kreativitas, dan keberanian mengambil tanggung jawab sosial. Saya ingin mendorong murid untuk membuat proyek nyata berbasis potensi lokal—seperti pertanian urban, pengolahan makanan lokal, hingga media kreatif digital. Mereka bisa belajar merancang produk, membentuk koperasi, bahkan menjual karya mereka melalui platform daring. Saya pun menyampaikan bahwa pengalaman saya sebagai Local Champion Astra Honda Motor dalam pemberdayaan masyarakat Pacarpeluk menjadi pijakan kuat untuk program ini. Di sana, saya belajar bahwa membangun usaha juga bisa menjadi jalan membangun karakter dan kemandirian.

Tak terasa waktu telah habis. Bu Mutmainnah mengakhiri sesi wawancara dengan hangat. Saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Di balik layar laptop itu, saya tahu bahwa saya baru saja melangkah ke tahap baru dalam perjalanan saya sebagai pendidik. Bukan karena saya sempurna, tapi karena saya siap belajar dan bertumbuh.

Usai wawancara, saya segera membereskan perlengkapan dan berpamitan pada murid-murid. Saya lalu berangkat ke SMAN Bandar Kedungmulyo untuk menghadiri kegiatan MGMP PAI SMAN Kabupaten Jombang. Di sana, saya kembali menjadi bagian dari barisan guru-guru biasa, berdiskusi, belajar, dan berbagi serta bercerita penuh canda tawa kekeluargaan.

Hari itu, saya belajar bahwa layar digital tidak mampu membatasi semangat. Di balik kamera laptop, di balik koneksi Zoom, ada mimpi yang nyata. Tes wawancara ini bukan hanya seleksi administratif, tapi ujian tentang siapa kita sebenarnya: apakah kita punya keberanian untuk jujur, ketulusan untuk belajar, dan keyakinan untuk terus memberi makna, di mana pun kita berada.

Karena pemimpin yang baik bukanlah yang paling fasih, paling pintar, atau paling meyakinkan di atas kertas. Tapi dia yang mampu hadir dengan hati, mendengar, melayani, dan menyalakan harapan. Dan saya ingin menjadi pemimpin seperti itu, bukan hanya di atas panggung, tapi juga di ruang kelas, di tengah masyarakat, dan di balik layar sekalipun.[pgn]

Nine Adien Maulana, Guru PAIBP SMAN 2 Jombang-Guru Penggerak Angkatan 9 tahun 2024

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Yustin SMA Negeri 1 Jombang4 Juni 2025 pukul 09.38

    Kerennnnss Pak Ustadz... Semangaattt... Semoga sukses dan barakah. Aamiin

    BalasHapus
  2. Aamiin. Nyuwun pangestunipun bu. Semoga Allah SWT memudahkan urusan kami.

    BalasHapus
  3. Masyaalloh, semangat terus Pak Nine

    BalasHapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)