[Ploso, Pak
Guru NINE]
-
Suasana Pendopo Kecamatan Ploso siang itu terasa
berbeda. Di tengah hiruk-pikuk rutinitas pelajar yang biasa diwarnai pelajaran
dan tugas sekolah, mereka justru hadir dalam forum yang membahas hal-hal lebih
mendalam: perlindungan perempuan dan anak serta bagaimana membangun keluarga
yang kuat, sehat, dan tangguh dari sisi nilai-nilai Islam dan realitas sosial.
Kegiatan
ini diselenggarakan oleh Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga DP MUI Kabupaten
Jombang. Pesertanya adalah siswa-siswi pilihan dari SMAN Ploso, SMA Diponegoro,
SMK Diponegoro, SMA PGRI Ploso, SMK PGRI Ploso, dan MA Nidzomiyah Ploso. Turut
hadir Camat Ploso Tridoyo Purnomo, utusan dari Koramil dan Polsek Ploso, serta para guru pendamping dari masing-masing sekolah. Acara
dibuka oleh Sekretaris Umum DP MUI Jombang, KH. Ilham Rohim, yang memandu
dengan suasana sejuk, akrab, dan penuh makna.
Dalam
sambutannya, Camat Tridoyo menegaskan bahwa masa depan bangsa sangat bergantung
pada kualitas karakter generasi mudanya. Ia mengingatkan
agar pelajar tidak terjebak pada perilaku menyimpang seperti perundungan, judi
online, narkoba, geng motor, atau kelompok pencak silat liar. “Kalian adalah
pemimpin masa depan. Maka lindungilah diri kalian dari hal-hal yang merusak
martabat dan masa depan kalian sendiri,” pesannya dengan suara khasnya.
Rangkaian
acara dilanjutkan dengan kajian tafsir tematik yang mengupas perlindungan
terhadap perempuan dari perspektif Al-Qur’an, disampaikan langsung oleh Ketua
Umum DP MUI Kabupaten Jombang, KH. Muhammad Afifudin Dimyathi. Dengan bahasa
yang teduh dan argumentatif, pengasuh PPDU
Rejoso ini
menyoroti Surat An-Nisa ayat 19 sebagai fondasi moral dan spiritual dalam
memperlakukan perempuan secara adil dan terhormat. Beliau menyampaikan empat
prinsip penting: tidak membenci perempuan, tidak menyusahkan mereka,
memperlakukan dengan cara yang ma’ruf, dan bersikap sabar terhadap kekurangan
mereka.
Namun,
perlindungan juga bukan jalan satu arah. Al-Qur’an juga mengajarkan kepada
perempuan agar menjaga harga dirinya dengan berbicara tegas (QS. Al-Ahzab: 32), menjaga rasa malu dalam interaksi
sosial (QS. Al-Qashash: 25), dan berpakaian secara sopan dan
menutup aurat (QS. Al-Ahzab: 59). Semua itu bukan untuk membatasi,
melainkan justru untuk melindungi dan memuliakan perempuan agar tidak menjadi
objek eksploitasi atau kekerasan.
Puncak sesi yang paling menggugah adalah pemaparan inti materi acara dari Hj.
Alfiyah Ashmad, tim
Ahli Komisi Perempuan MUI Jombang. Dalam paparannya yang berjudul “Menumbuhkan
Generasi Tangguh”, ia mengajak para peserta menyadari bahwa
ketahanan generasi masa depan sangat ditentukan oleh kekuatan pondasi keluarga.
“Keluarga adalah sekolah pertama dan utama. Di sanalah nilai-nilai seperti
kasih sayang, disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab ditanamkan,” ujarnya
lembut namun penuh penekanan.
Peraih gelar master dari University of Sussex, United
Kingdom ini
menjelaskan bahwa relasi orang tua yang harmonis adalah kunci ketenangan batin
anak. Ketika rumah menjadi tempat yang aman dan menyenangkan, anak pun
terdorong untuk tumbuh positif, percaya diri, dan aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang membangun. “Anak-anak tidak butuh orang tua sempurna. Mereka butuh orang
tua yang hadir secara utuh dan tulus,” tegasnya.
Selain
keluarga, Hj. Alfiyah juga mengangkat pentingnya pengaruh lingkungan: teman
sebaya, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan bisa membentuk atau merusak
karakter. Karena itu, remaja harus waspada terhadap kekerasan dalam berbagai
bentuk—baik psikis, fisik, sosial, maupun seksual. Alumunus PPBU Tambakberas ini menjelaskan dampak masing-masing
jenis kekerasan secara faktual dan tidak menggurui, lalu mengajak peserta untuk
berani mencari pertolongan jika mengalami atau melihat kekerasan.
Dengan
gaya andragogis yang partisipatif, sang aktivis
perempuan ini
sukses membuka ruang dialog. Para pelajar pun aktif bertanya, berbagi cerita,
bahkan mengungkapkan keresahan yang selama ini mungkin terpendam. Tak sekadar
ceramah satu arah, sesi ini menjadi ruang aman dan penuh empati.
Pesan
utama dari kegiatan ini begitu jelas: generasi muda bukan hanya objek
perlindungan, tetapi juga subjek perubahan. Mereka bisa menjadi pemimpin dalam
pergaulan sehat, pelopor komunikasi yang sehat di rumah, serta agen pembawa
nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan sehari-hari.
Acara
ini tidak hanya menyisakan catatan di notulen, tetapi jejak di hati. Dari
Pendopo Kecamatan Ploso, MUI Jombang menyalakan obor
kecil yang membawa harapan besar: lahirnya generasi muda yang kuat, santun, dan
sadar akan pentingnya perlindungan perempuan dan anak sebagai pondasi
masyarakat yang beradab.
Dan
seperti ditutup oleh Hj. Alfiyah dengan satu kalimat kuat: “Setiap masalah
pasti ada solusinya. Dan solusi itu, sering kali bermula dari keberanian untuk
memperbaiki diri sendiri.”[pgn]
0 Komentar