![]() |
Ada amanat yang ingin saya titipkan. Sebagai warga Jombang, sebagai pendidik, saya ingin menyampaikan beberapa masalah utama yang mendesak ditangani Dewan Pendidikan periode ini. |
[Pacarpeluk, Jombang] - Selasa, 12 Agustus 2025 menjadi hari
penting bagi dunia pendidikan Kabupaten Jombang. Di ruang Swagata Pendopo
Kabupaten, Bupati Jombang, Warsubi, resmi melantik sebelas orang sebagai
anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang periode 2025–2030. Mereka kini
mengemban amanat besar: menjadi jembatan aspirasi masyarakat, mitra kritis
pemerintah daerah, dan penggerak kemajuan pendidikan di Bumi Santri.
Meski nama saya tidak termasuk dalam
daftar yang dilantik, saya tetap bersyukur bisa ikut berkompetisi di proses
seleksi ini. Saya percaya, setiap perjuangan pasti memberi pelajaran, dan hasil
terbaik kadang tidak selalu berupa kursi jabatan. Untuk itu, saya ucapkan
selamat kepada sebelas orang yang telah terpilih. Semoga keberadaan mereka
memberi warna positif, keberpihakan nyata pada peserta didik, guru, dan semua
yang peduli pada masa depan pendidikan di Jombang.
Namun, ucapan selamat saja tidak cukup.
Ada amanat yang ingin saya titipkan. Sebagai warga Jombang, sebagai pendidik,
saya ingin menyampaikan beberapa masalah utama yang mendesak ditangani Dewan
Pendidikan periode ini. Bukan sekadar daftar keluhan, tapi juga tawaran langkah
konkret yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Dewan.
1. Krisis Siswa Baru
di Sekolah Negeri Pinggiran
Ini masalah yang semakin terasa dari
tahun ke tahun. Puluhan SD Negeri hanya menerima
1–9 siswa baru. Ada yang hanya mendapat dua peserta didik. Beberapa SMP di
wilayah terpencil bahkan gagal memenuhi kuota. Ironisnya, data Dinas Pendidikan
menunjukkan lebih dari 5.400 anak usia sekolah di Jombang tidak bersekolah—bukan semata karena ekonomi, tapi juga karena rendahnya minat,
masalah jarak, atau kondisi khusus yang luput dari pendataan.
Dewan Pendidikan perlu menjadi mediator
dalam merumuskan solusi, mulai dari rekomendasi merger sekolah dengan jumlah
siswa minim demi efektivitas pembelajaran, hingga pertimbangan penyediaan
transportasi atau subsidi agar anak di daerah terpencil tetap bisa bersekolah.
Perlu juga kampanye masif tentang pentingnya pendidikan, terutama di desa,
dengan melibatkan tokoh agama, pesantren, dan LSM. Satgas Anak Tidak Sekolah
yang sedang direncanakan Pemkab juga sebaiknya mendapat dukungan penuh.
2. Kesenjangan
Pendidikan Kota dan Desa
Tak bisa dipungkiri, fasilitas
pendidikan di desa masih tertinggal jauh dari sekolah di kota. Ada sekolah di
pelosok yang ruang kelasnya rusak, laboratorium tak ada, perpustakaan seadanya.
Sementara di kota, sekolah-sekolah tertentu punya fasilitas yang relatif
lengkap.
Dewan Pendidikan perlu menganalisis
peta kesenjangan sarana prasarana, lalu memberi rekomendasi alokasi anggaran
yang berpihak pada daerah tertinggal. Selain advokasi ke pemerintah daerah,
kemitraan dengan perguruan tinggi, perusahaan lewat CSR, dan komunitas
pendidikan bisa membuka akses bantuan, baik berupa dana, fasilitas digital,
maupun program pendampingan. Bayangkan jika sekolah di desa punya “laboratorium
keliling” atau “perpustakaan mobile” yang bisa datang secara berkala—akses ilmu
akan lebih merata.
3. Pendidikan
Karakter yang Masih Lemah
Data dan pemberitaan menunjukkan, kasus
pelajar terlibat kekerasan hingga perbuatan asusila masih terjadi. Ini bukan
sekadar masalah perilaku individu, tapi cermin bahwa pendidikan karakter kita
belum sepenuhnya efektif.
Pendidikan karakter tidak cukup
diajarkan di kelas, tapi harus dihidupkan dalam budaya sekolah. Dewan
Pendidikan bisa memberi pertimbangan untuk mengintegrasikan nilai moral, etika,
dan toleransi ke dalam kurikulum lokal. Guru dan tenaga pendidik perlu
pelatihan khusus tentang pendidikan karakter. Program ini harus melibatkan
orang tua, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Bayangkan sebuah program “Sekolah
Ramah Karakter” yang dijalankan di beberapa sekolah percontohan—di mana siswa belajar
bukan hanya dari buku, tapi dari contoh nyata sikap baik di lingkungan mereka.
4. Tantangan Era
Digital dan Kebutuhan Guru Spesialis
Era digital menawarkan peluang besar,
tapi juga membawa tantangan. Di sejumlah SD, guru melaporkan kecanduan gadget
pada siswa, keterbatasan jam kurikulum, dan kurangnya tenaga pendidik dengan
keahlian khusus.
Dewan Pendidikan bisa memetakan
tantangan ini dan merekomendasikan pelatihan pedagogis digital bagi guru.
Kolaborasi dengan universitas, lembaga pelatihan, dan platform EdTech bisa
membantu guru mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif, memanfaatkan
teknologi tanpa kehilangan esensi pembelajaran tatap muka. Selain itu, perlu
advokasi untuk pengadaan guru spesialis, seperti guru konselor digital atau
ahli teknologi pendidikan.
Akhirnya, saya harus mengakui bahwa Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang
periode 2025–2030 punya tugas berat, tapi juga peluang besar untuk mencetak
sejarah. Tugas mereka bukan hanya mendengar keluhan dan menyampaikan
rekomendasi, tapi juga membangun kepercayaan publik bahwa suara masyarakat
benar-benar diwakili.
Saya percaya, jika Dewan Pendidikan mau
bekerja secara transparan, berpihak pada yang lemah, dan mau membuka ruang
kolaborasi dengan berbagai pihak, maka masalah-masalah mendasar tadi bisa
diurai satu per satu. Pendidikan Jombang akan melangkah lebih tegap, bukan
hanya di atas kertas kebijakan, tapi nyata dirasakan oleh anak-anak, guru, dan
orang tua di seluruh penjuru kabupaten.
Karena pendidikan bukan sekadar urusan hari ini. Ia adalah investasi untuk masa depan, dan masa depan Jombang ada di ruang-ruang kelasnya hari ini. Semoga Dewan Pendidikan baru mampu menjadi pelita yang menuntun langkah itu.[pgn]
Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang - Sekretaris DP MUI Kabupaten Jombang
0 Komentar