Filantainment: Meramu Kedermawanan secara Kreatif

 

Filantainment tidak dimaksudkan untuk menjadikan zakat tontonan murahan atau mengeksploitasi penderitaan mustahik. Justru sebaliknya, ia menampilkan zakat sebagai kisah kemanusiaan yang penuh inspirasi.

[Jombang, Pak Guru NINE] – Terbentuknya kepemimpinan baru Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Jombang masa khidmat 2025–2030 membawa harapan segar dalam pengelolaan zakat, infak, dan sedekah. Sebagai mantan aktivis zakat, saya ingin menitipkan gagasan yang lahir dari pengalaman sekaligus perenungan panjang. Gagasan itu saya sebut Filantainment: sebuah cara memadukan semangat filantropi dengan kreativitas hiburan agar kebaikan hadir dengan wajah yang ramah, segar, dan relevan dengan zaman.

Hari ini kita hidup dalam derasnya arus hiburan digital. Orang bisa betah menonton drama Korea berjam-jam, scrolling TikTok tanpa jeda, atau larut dalam gosip selebriti yang viral. Di tengah hiruk-pikuk itu, pesan zakat dan sedekah sering terpinggirkan, kalah menarik dalam persaingan memperebutkan perhatian publik. Namun, ini bukan berarti masyarakat kehilangan kepedulian. Hati nurani tetap ada, hanya saja cara penyampaiannya butuh kemasan baru.

Zakat, infak, dan sedekah adalah ajaran luhur Islam untuk menciptakan keseimbangan sosial. Zakat membersihkan harta, infak memperluas manfaat, sedekah menyalakan solidaritas. Namun bila dikelola dengan cara lama yang kaku, ia mudah terasa sekadar rutinitas administratif: bayar, catat, distribusi, selesai. Padahal, generasi hari ini menuntut narasi yang menyentuh, visual yang memikat, dan kisah yang membuat mereka merasa terhubung. Dari sinilah Filantainment hadir—sebagai jembatan antara nilai sakral kedermawanan dan daya tarik hiburan modern.

Filantainment tidak dimaksudkan untuk menjadikan zakat tontonan murahan atau mengeksploitasi penderitaan mustahik. Justru sebaliknya, ia menampilkan zakat sebagai kisah kemanusiaan yang penuh inspirasi. Kebaikan bukan lagi dipandang semata kewajiban, tetapi juga pengalaman yang menyenangkan dan membahagiakan. Kebaikan yang viral bukan karena sensasi, melainkan karena makna.

Ada alasan logis mengapa pendekatan ini penting. Pertama, perubahan perilaku audiens. Generasi milenial dan Gen-Z lebih menyukai konten singkat, interaktif, dan emosional. Mereka tidak alergi pada agama atau filantropi, hanya saja gaya penyampaiannya perlu menyesuaikan. Kedua, ruang digital dipenuhi konten hiburan. Jika zakat ingin relevan, ia harus berani hadir dengan cara yang segar dan kreatif. Ketiga, banyak penggalangan dana yang menonjolkan kesedihan berlebihan, seolah menjual penderitaan. Filantainment menolak cara itu. Ia menampilkan mustahik dengan martabat, sebagai manusia yang berdaya. Terakhir, hiburan yang dibalut nilai kebaikan melahirkan efek ganda: menghibur sekaligus mendidik, menyentuh sekaligus membekas.

Bagaimana mewujudkannya? Banyak bentuk kreatif bisa dilakukan. Misalnya Zakat Show, serial video ringan yang menampilkan kisah nyata penerima zakat, mulai dari pedagang kecil yang bangkit hingga santri yang bisa melanjutkan sekolah. Dikemas ala reality show, kisah itu lebih mudah menyentuh hati. Ada pula Charity Concert atau Ngaji Amal, konser musik, stand-up comedy, atau kajian kreatif yang tiketnya sekaligus menjadi donasi. Orang datang untuk hiburan, pulang dengan kesadaran berbagi. Bentuk lain berupa Podcast Kebaikan, obrolan santai bersama tokoh muda atau penerima manfaat yang menginspirasi. Bisa juga melalui komik digital dan animasi pendek untuk mengenalkan nilai zakat kepada anak-anak dan remaja. Di media sosial, gerakan viral seperti #1Hari1Kebaikan bisa mendorong orang bersedekah sambil membuat konten positif. Semua program itu berbagi benang merah: hiburan yang bermakna dan kebaikan yang terasa menyenangkan.

Kekuatan utama Filantainment adalah prinsip humanisasi. Mustahik tidak diposisikan sebagai objek belas kasihan, melainkan subjek yang berdaya. Kamera tidak menyoroti wajah murung, tetapi menampilkan senyum bahagia ketika modal usaha diterima, atau semangat anak yang menunjukkan rapor setelah mendapat beasiswa. Prinsip lain adalah kreativitas. Laporan zakat bukan sekadar angka, tetapi bisa divisualisasikan dalam infografis artistik, animasi, atau video storytelling yang mudah dicerna. Lebih jauh, setiap konten harus menunjukkan pemberdayaan, menggambarkan bagaimana zakat dan sedekah menyalakan harapan baru.

Tentu ada yang khawatir, apakah menampilkan zakat dalam bentuk hiburan tidak mengurangi kesakralannya? Jawabannya terletak pada niat dan cara. Jika niatnya dakwah, edukasi, dan inspirasi, serta penyampaiannya menjaga martabat mustahik, maka Filantainment justru memperkuat makna zakat. Rasulullah pun sering menceritakan kisah sahabat yang bersedekah sebagai teladan umat. Tantangan lain adalah menjaga kualitas konten. Hiburan kosong akan cepat dilupakan, sementara filantropi kaku sulit diterima. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi tim kreatif dan pengelola zakat yang memahami nilai agama sekaligus tren media.

Saya berharap Filantainment bisa menjadi jalan baru bagi BAZNAS Jombang dan lembaga zakat lain. Dengan pendekatan ini, zakat bukan hanya kewajiban tahunan, melainkan gaya hidup modern yang membanggakan. Bayangkan setiap penyaluran zakat menjadi kisah inspiratif yang viral. Bayangkan anak muda merasa keren ikut gerakan sedekah karena tampilannya estetik. Bayangkan para mustahik tersenyum karena merasa dihargai, bukan karena dipertontonkan. Itulah wajah baru filantropi yang kita dambakan.

Pada akhirnya, Filantainment adalah seni meramu kebaikan agar selaras dengan zaman. Ia menegaskan bahwa zakat, infak, dan sedekah bukan sekadar laporan angka, melainkan kisah kemanusiaan yang indah. Dengan Filantainment, lembaga zakat bisa tampil bukan hanya sebagai pengelola dana, tetapi juga penggerak narasi positif di tengah derasnya hiburan digital. Zakat akan terus hidup, sedekah akan selalu mengalir, infak akan tetap ada. Yang perlu kita lakukan hanyalah menghadirkannya dengan wajah baru: menghibur, mendidik, sekaligus menginspirasi. Itulah jalan Filantainment, jalan kebaikan yang menyentuh hati dan menyenangkan jiwa.[pgn]

Nine Adien Maulana, Direktur PGN Institute-Sekretaris DP MUI Kabupaten Jombang

Posting Komentar

0 Komentar