Jejak dan Estafet: Dari Rut dan Mario ke Citra dan Arka

 

Saya melangkah meninggalkan lapangan dengan perasaan hangat. Saya sadar, peran saya sebagai guru mungkin tidak besar—hanya sebatas memberi semangat, menepuk pundak, atau mengucapkan doa. Tetapi saya percaya, hal-hal kecil itulah yang kadang menjadi energi besar bagi seorang murid. 

[Jombang, Pak Guru NINE] - Senin, 22 September 2025, lapangan hijau SMAN 2 Jombang terasa berbeda. Pagi itu, seluruh siswa, guru, hingga karyawan berkumpul dalam apel terbuka yang istimewa. Dari barisan depan, saya menyaksikan momen pelantikan pengurus baru Majelis Perwakilan Kelas dan Organisasi Siswa Intra Sekolah. Rut Immanuela menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan MPK kepada Citra Auliya Maharani, sementara Mario Indra Andrianto menyerahkan amanah OSIS kepada Arka Dewa Widiananda. Prosesi dipimpin oleh Pak Raden Abdul Gani, Waka Kesiswaan, yang mewakili kepala sekolah yang berhalangan hadir karena sakit.

Bagi sebagian orang, acara pelantikan mungkin hanya seremonial rutin. Tapi bagi saya, setiap pergantian kepemimpinan siswa selalu menghadirkan perasaan yang unik: ada haru karena perpisahan dengan pengurus lama, ada semangat baru dari pengurus yang baru dilantik, dan ada harapan besar yang menggantung di langit sekolah kita.

Saya masih teringat bagaimana Rut dan Mario memimpin di periode sebelumnya. Mereka tidak hanya menjalankan program, tetapi juga menorehkan jejak yang nyata. Saya sering melihat bagaimana mereka bekerja di balik layar, rapat hingga sore, memutar otak mencari cara agar kegiatan siswa tetap hidup meski dengan segala keterbatasan. Dari kegiatan internal yang membangun karakter hingga acara besar yang membuat sekolah kita dikenal luas, semua mereka jalankan dengan dedikasi. Keduanya menunjukkan bahwa kepemimpinan di tingkat sekolah bukan sekadar amanah formal, melainkan kesempatan untuk melatih diri agar lebih tegas, kreatif, dan bertanggung jawab. Karena itu, saya merasa wajar bila hari ini kita semua memberi apresiasi setinggi-tingginya. Terima kasih atas jejak yang kalian tinggalkan, karena itu bukan sekadar catatan dalam laporan organisasi, melainkan warisan inspirasi.

Namun kehidupan tidak berhenti pada ucapan terima kasih. Kini, tongkat estafet sudah berpindah tangan. Citra dan Arka resmi dilantik, dan dari merekalah kita menaruh harapan. Saya sendiri menyaksikan perjalanan Arka sejak awal pencalonan. Jumat, 19 September lalu, ketika pengumuman hasil pemilu siswa disiarkan lewat pengeras suara sekolah, saya kebetulan sedang mengajar. Jantung saya ikut berdegup ketika nama Arka disebut sebagai pemenang. Tepuk tangan membahana, wajahnya sumringah, dan saya tahu saat itu beban besar juga ikut bertengger di pundaknya.

Beberapa hari sebelum pemungutan suara, saya sempat berbincang singkat dengannya di kelas XI-6. Saya melihat kegelisahan yang ia coba sembunyikan dengan senyum. Ia memang masih remaja, tapi matanya memancarkan tekad yang dewasa. Saya katakan padanya: apa pun hasilnya, tetaplah percaya diri dan tetaplah berkontribusi. Ia menjawab mantap, “Saya siap, Pak.” Dari jawaban itu saya bisa merasakan ia tidak hanya ingin menang, melainkan sungguh ingin memberi makna. Dan itulah awal dari kepemimpinan yang sejati: keinginan untuk melayani, bukan sekadar memimpin.

Saat saya menyalaminya setelah pengumuman, ia hanya berucap lirih, “Aamiin, Pak. Terima kasih atas dukungannya.” Kalimat sederhana, tapi penuh tanggung jawab. Bagi saya, momen itu lebih dari sekadar kemenangan pemilu. Itu adalah bukti bahwa seorang siswa bisa tumbuh menjadi pemimpin dengan hati yang tulus.

Tentu jalan ke depan tidak mudah. Menjadi Ketua OSIS maupun Ketua MPK selalu penuh tantangan. Ada segudang program yang harus dijalankan, konflik yang mungkin muncul, bahkan kritik yang harus diterima dengan lapang dada. Tetapi bukankah kepemimpinan sejatinya memang sekolah kehidupan? Tidak semua rencana akan berjalan mulus, dan justru dari kegagalanlah pelajaran berharga sering lahir. Saya percaya, Citra dan Arka akan menemukan banyak ruang untuk tumbuh, selama mereka mau mendengar, berkolaborasi, dan menjaga integritas.

Saya juga yakin, organisasi siswa bukan sekadar tempat mengurus acara, melainkan laboratorium kepemimpinan. Di sinilah siswa belajar mengambil keputusan, menyeimbangkan idealisme dengan realita, dan menumbuhkan empati. Karena itu, saya menaruh harapan besar pada generasi baru ini. Mereka harus berani berbeda, berani berinovasi, dan berani membawa OSIS serta MPK ke arah yang lebih dinamis.

Ada satu hal yang saya simpan untuk Arka: sebuah janji kecil tentang podcast yang belum sempat kami buat sebelum pemilu. Kini, saya membayangkan podcast itu bisa menjadi ruang berbagi cerita tentang strategi, mimpi, bahkan kegagalan yang kelak ia alami. Saya ingin suara seorang Ketua OSIS didengar bukan hanya di sekolah, tetapi juga lebih luas—karena anak muda butuh inspirasi dari sesamanya. Dan saya percaya, suara itu akan lebih mengena bila lahir dari pengalaman nyata, bukan teori.

Hari ini, saya melangkah meninggalkan lapangan dengan perasaan hangat. Saya sadar, peran saya sebagai guru mungkin tidak besar—hanya sebatas memberi semangat, menepuk pundak, atau mengucapkan doa. Tetapi saya percaya, hal-hal kecil itulah yang kadang menjadi energi besar bagi seorang murid. Saya optimis, kepemimpinan di tangan Citra dan Arka tidak hanya akan berjalan karena program kerja, tetapi karena ketulusan yang mereka bawa.

Pelantikan ini bukan akhir dari sebuah cerita, melainkan awal dari perjalanan panjang. Rut dan Mario telah membuktikan arti kepemimpinan dengan dedikasi. Kini, giliran generasi baru untuk menulis kisahnya sendiri. Dan saya yakin, kisah itu akan penuh makna, bukan hanya bagi mereka, tetapi juga bagi seluruh keluarga besar SMAN 2 Jombang.[pgn]

 

Baca juga!

Dari Rut dan Mario ke Citra dan Arka

Posting Komentar

0 Komentar