PGN dari MODERAT ke CINTA

 

Dari sinilah lahir alur pembelajaran yang saya sebut CINTA: Cermati Fenomena, Integrasi dengan Ilmu, Nalar Islami, Tindak Nyata, serta Apresiasi dan Refleksi. 

[Jombang, Pak Guru NINE] - Menjadi guru di zaman sekarang bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi juga soal bagaimana menghadirkan pembelajaran yang hidup, relevan, dan bermakna bagi peserta didik. Hal inilah yang saya rasakan ketika mendapat kesempatan emas mengikuti kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tanggal 22–24 September 2025 di Hotel Tuwuh, Kota Malang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, dengan fokus utama pada penerapan pembelajaran mendalam dan penyusunan media pembelajaran online.

Dalam pelatihan tersebut, panitia memperkenalkan sebuah inovasi berupa Learning Management System (LMS) yang dirancang oleh teman saya, Abdul Muis Joenaidy seorang guru PAI di SMA Negeri 1 Yosowilangun, Lumajang untuk menampung karya penugasan peserta. LMS ini menggunakan strategi pembelajaran MODERAT (Muhasabah, Observasi, Dalami Materi, Elaborasi, Ruang Aktualisasi, Afirmasi & Refleksi, Tes Kompetensi). Bagi saya, MODERAT bukan sekadar singkatan, tetapi langkah nyata bagaimana guru bisa memandu murid untuk tidak hanya “tahu” tetapi juga “mengalami” nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kesan pertama saya, LMS yang ditawarkan sangat sederhana, tetapi punya potensi besar. Kesederhanaannya membuat guru tidak merasa terbebani secara teknis, sementara manfaatnya terasa nyata: semua guru PAI bisa langsung menggunakannya tanpa harus menjadi ahli teknologi.

Dari Strategi MODERAT ke Alur CINTA

Sebagai guru yang sejak lama mengelola blog pribadi di www.pakgurunine.com, saya langsung tergerak untuk mengadopsi model ini. Saya membayangkan, bagaimana kalau blog saya tidak hanya berisi catatan pribadi dan artikel, tetapi juga bisa berfungsi sebagai LMS sederhana untuk siswa?

Berbekal rasa ingin tahu, saya pun melakukan eksplorasi gagasan. Dari sinilah lahir alur pembelajaran yang saya sebut CINTA: Cermati Fenomena, Integrasi dengan Ilmu, Nalar Islami, Tindak Nyata, serta Apresiasi dan Refleksi. Bagi saya, istilah CINTA sangat tepat untuk menggambarkan esensi pembelajaran agama: menumbuhkan cinta kepada Allah, Rasul, ilmu, dan sesama.

Dengan bantuan Kecerdasan Buatan (AI), saya merancang template LMS sederhana yang kemudian diintegrasikan dalam blog www.pakgurunine.com. Meskipun saya bukan ahli koding, AI sangat membantu saya menata struktur, membuat fitur dasar, hingga merancang tampilan yang ramah pengguna.

Mengenal Alur CINTA

LMS dengan alur CINTA ini saya lengkapi dengan beberapa fitur dasar: Presensi siswa, jurnal mengajar guru, laman penilaian, serta modul pembelajaran berbasis alur CINTA. Berikut sekilas gambaran tahapannya:

  1. Cermati Fenomena

Siswa diajak mengamati fenomena nyata di sekitar mereka—mulai dari perilaku jujur, kebersihan masjid, hingga praktik toleransi. Hasil pengamatan ditulis singkat dengan bukti sederhana, sehingga siswa terbiasa peka terhadap realitas.

  1. Integrasi dengan Ilmu

Fenomena tadi kemudian dikaitkan dengan ayat Al-Qur’an atau hadis yang relevan. Dengan begitu, siswa belajar bahwa Islam selalu hadir memberi petunjuk dalam segala situasi.

  1. Nalar Islami

Di tahap ini, siswa dilatih berpikir kritis. Mereka mendiskusikan penyebab, akibat, serta solusi dari fenomena yang ada, sambil merujuk pada dalil syar’i. Analisis disajikan dalam bentuk mind map atau tabel agar lebih sistematis.

  1. Tindak Nyata

Pembelajaran tak berhenti di kelas. Siswa diminta melakukan aksi sederhana: praktik ibadah, proyek amal, kampanye moral, atau presentasi. Hasilnya didokumentasikan sebagai bukti bahwa ilmu benar-benar membimbing amal.

  1. Apresiasi & Refleksi

Akhirnya, guru dan siswa bersama-sama melakukan apresiasi atas usaha yang dilakukan. Refleksi pribadi siswa menjadi sarana menumbuhkan kesadaran bahwa setiap ilmu harus berbuah amal dan perubahan diri.

LMS yang saya bangun ini pasti masih sangat jauh dari kata sempurna. Saya sendiri masih merasa awam dalam dunia koding. Namun, justru di situlah letak kekuatan proyek ini: kesederhanaan yang tetap bermanfaat.

Bagi guru PAI, LMS sederhana ini bisa menjadi alternatif media pembelajaran yang mudah diakses. Tidak semua sekolah punya fasilitas e-learning canggih, tetapi dengan LMS berbasis blog, guru tetap bisa menghadirkan pengalaman belajar yang interaktif. Selain itu, adanya alur CINTA memberi warna baru: siswa tidak hanya membaca materi, tetapi juga diajak mengalami, menganalisis, hingga melakukan aksi nyata.

Harapan ke Depan

Tentu, untuk menyempurnakan LMS ini diperlukan dukungan lebih lanjut: pelatihan koding sederhana bagi guru, kolaborasi dengan ahli IT, hingga integrasi dengan platform resmi sekolah. Namun, keterbatasan tidak boleh menghentikan langkah. Justru dari keterbatasanlah lahir kreativitas.

Saya membayangkan, jika setiap guru PAI di Jawa Timur (dan Indonesia pada umumnya) memiliki media digital sederhana seperti ini, maka pembelajaran agama akan semakin hidup. Murid tidak lagi hanya mendengar ceramah, tetapi ikut aktif meneliti, menganalisis, dan bertindak nyata.

Akhirnya, saya mengakui bahwa pengalaman mengikuti pelatihan di Malang bukan hanya menambah ilmu, tetapi juga membuka jalan bagi lahirnya inovasi kecil bernama LMS dengan alur CINTA. Dari MODERAT saya belajar kerangka berpikir, lalu saya adaptasi menjadi CINTA—sebuah model yang mudah diingat sekaligus sarat makna.

Mungkin LMS ini masih sederhana, namun bukankah setiap inovasi besar selalu dimulai dari langkah kecil? Selama kita terus berusaha, belajar, dan memanfaatkan teknologi, insyaAllah pembelajaran agama akan semakin relevan, menarik, dan berdampak nyata bagi generasi muda.[pgn]

Posting Komentar

0 Komentar