![]() |
Di usia yang tidak lagi muda, Bu Hur masih tetap berkhidmat mengajar di MTsN 3 Jombang. |
[Jombang,
Pak Guru NINE]
Beliau
adalah guru saya di MTsN Tambakberas (1992-1995); sekarang nama madrasah ini
sekarang berubah menjadi MTsN 3 Jombang. Beliau bernama Hurriyah. Saya tidak
tahu persis bagaimana penulisan namanya yang sesuai dengan ijazah beliau. Saya
hanya mereka-reka berdasarkan kosakata Arab yang bermakna malaikat atau
bidadari surga atau perempuan merdeka. Saya mohon maaf jika rekaan saya ini
salah.
Bu Hur,
demikian sapaan akrabnya, adalah anak kedua dari pasangan KH Abdul Djalil
dengan Nyai Hj. Sholihah. Oleh karena itu beliau lebih dikenal dengan nama
Huriyyah Abdul Djalil. Mereka bertempat tinggal di dusun Bulak,
Mojokrapak, Tembelang, Jombang; sekitar 2 km sebelah utara Pondok Pesantren
Bahrul Ulum Tambakberas.
Selama
belajar di MTsN Tambakberas saya memang secara langsung saya tidak diajar
olehnya. Seingat saya beliau mengajar di kelas putri. Namun wajah dan nama
beliau sangat akrab dalam ingatan saya.
Ada
beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya. Pertama, dulu saya sekelas
dengan keponakan beliau, M. Hibbi Farihin. Bu Hur sering ke kelas kami untuk
memanggil Hibbi, demikian saya memanggilnya, untuk menyampaikan sesuatu.
Seingat saya, beliau memanggilnya dengan sebutan “Hebbi”. Apakah saya salah
dengar ataukah memang demikian saya ragu memastikannya. Yang paling tahu ya
mereka berdua, karena pasti ada latar belakang sejarah kekeluargaan di antara
mereka.
Kedua,
beliau sering memberikan pengarahan kepada kami. Ada dua guru yang sangat kami
ingat dalam hal ini, yakni Pak Bustomi (almarhum) dan Bu Hur. Ada kenangan
ketegasan dan tanpa basa-basi dalam berkomunikasi yang melekat pada dua figur
guru tersebut, sehingga memberi kesan sedikit menakutkan bagi sebagian
murid-murid. Mungkin Bu Hur dulu termasuk tim bidang kesiswaan sehingga sering
tampil di hadapan murid-murid, sehingga beliau begitu populer meskipun tidak
mengajar kami secara langsung.
Ketiga,
Bapak saya mengenal akrab Bu Hur. Maklum rumah mbah saya dengan rumah keluarga
KH. Abdul Djalil sama-sama di dusun Bulak dan berdekatan. Kami juga biasa
shalat berjamaah di masjid yang berada di depan rumah beliau.
Keempat,
dulu saya dan Hibbi beberapa kali berkunjung ke rumah Bu Hur. Maklum, saya dan
Hibbi sama-sama belajar di tempat yang sama, sehingga kami sangat akrab sehinga
sekarag. Kami sama-sama belajar di MTsN Tambakberas, MAPK/MAKN Jember, dan IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Saya
menulis artikel tentang Bu Hur ini dipicu oleh kekagetan saya saat berjumpa
dengan beliau di MTsN 3 Jombang (Selasa, 21/2/2023). Waktu itu saya sedang
berkunjung ke sana untuk memintakan surat keterangan kelakuan baik untuk Caraka
Shankara, anak pertama saya yang juga menjadi murid di madrasah ini.
Saya
kaget, ternyata Bu Hur masih mengajar di madrasah ini. Yang jelas saya tahu
bahwa beliau telah purna tugas sebagai guru ASN (Aparatur Sipil Negara).
Usianya juga mungkin hampir atau telah mencapai 70 tahunan. Khidmat ini tentu
sangat luar biasa bagi beliau dan bagi madrasah yang masih tetap memberi
kesempatan bagi beliau untuk berkhidmat di madrasah ini.
Saat
mengetahui ada Bu Hur, saya pun bergegas menghampirinya. “Kulo Adien bu,
temannya Hibbi.”. Beliau pun segera mengenali, sehingga saya pun bisa sungkem
kepadanya.
Kami pun
kemudian duduk di kursi tunggu yang berada di depan antara ruang Tata Usaha dan
ruang Kepala Madrasah. Kami ngobrol ringan. Gaya khas komunikasi beliau tidak
berubah tetap lantang. Wajah beliau tetap segar dan tampak masih segar dan
cantik dibandingkan dengan usianya.
“Sehat-sehat
ngge Bu Hur?”, itulah doa saya kepada beliau saat beliau akan menuju kelas untuk
mengajar murid-murid MTsN 3 Jombang. Cara berjalannya memang tidak selincah
dulu. Beliau tampak berhati-hati saat berjalan, apalagi saat melewati undakan
yang ada di dekat ruang TU itu. Beliau pun memegang pundak saya agar tidak
kehilangan keseimbangan saat berjalan.
Figur Bu
Hur seperti ini mengingatkan saya kepada Bu Etty Sumarni MS, ketua PR Muslimat
NU Pacarpeluk. Keduanya sama-sama telah purna tugas, namun keduanya masih
sama-sama aktif mengajar di madrasah. Tidak hanya mengajar, Bu Etty masih aktif
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan keormasan. Dinamika pergerakan
Keluarga Besar NU Pacarpeluk pun tidak bisa dilepaskan dari kiprah khidmat
beliau, meskipun usianya telah mencapai 70 tahunan.
Untuk kedua firgur tersebut, saya hanya bisa berdoa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kesehatan dan kesejahteraan demi kemaslahatan masyarakat hingga akhir hayat. Semoga kami bisa meneladani khidmat kemaslahatan beliau-beliau dalam kapasitas masing-masing. Aamiin. [png]
0 Komentar