Kasadwana: Asal Usul, Makna dan Harapan

 

Kasadwana berasal dari kata-kata Kadya Sangga Dwara Nagara.

[Jombang, Pak Guru NINE] – SMA Negeri 2 Jombang, akhirnya menemukan Kasadwana pada tahun 2015 sebagai semboyan atau slogan setelah melalui proses yang panjang dan penuh makna. Dalam bahasa Jawa, semboyan atau slogan ini disebut sesanti. Sesanti "Kasadwana" ini bukan hanya sekadar kalimat tetapi mencerminkan filosofi mendalam yang mengakar pada tradisi budaya Jawa. Asal-usul dari sesanti ini dirumuskan oleh Siswono, seorang guru Bahasa Jawa yang sangat kompeten dan dihormati di SMA Negeri 2 Jombang. Pak Guru NINE berkesempatan menggali keterangan secara langsung dengan mewawancarai pak guru yang kalem ini. Hasil wawancara itu kemudian dikemas menjadi narasi essai ini. 

Asal Usul Kasadwana

Pada tahun 2015, beberapa murid dan guru SMAN 2 Jombang, merasakan kegelisahan karena sekolah mereka, meskipun menjadi favorit masyarakat Jombang, belum memiliki sesanti yang khas. Kegelisahan ini mendorong mereka untuk meminta bantuan Siswono untuk merumuskan sesanti tersebut. Salah satu murid yang mendorong kuat keinginan ini adalah Bagus Raditya Parakitri, putra Sumrambah yang merupakan Wakil Bupati Jombang pada saat itu. Merespon permintaan ini, Siswono kemudian merujuk pada tradisi Jawa yang dikenal sebagai Sengkalan.

Sengkalan adalah keterangan tahun yang disembunyikan dalam sebuah kalimat Bahasa Jawa. Contoh dari Sengkalan adalah kalimat "Pandawa urip tanpa netra" yang secara harfiah berarti "Pandawa hidup tanpa mata." Dalam tradisi Sengkalan, setiap kata memiliki nilai numerik tertentu. Dalam contoh ini, "Pandawa" berarti 5, "urip" berarti 1, "tanpa" berarti 0, dan "netra" berarti 2. Jika dibaca dari belakang, kalimat ini menandakan tahun 2015. Tradisi ini tidak hanya dikenal di tanah Jawa, tetapi juga dipelajari oleh para peneliti luar negeri yang menyebutnya sebagai Kronogram.

Mengambil inspirasi dari tradisi ini, Siswono kemudian mulai bekerja untuk menemukan kata-kata yang tidak hanya akan membentuk sesanti, tetapi juga mengandung angka tahun berdirinya SMA Negeri 2 Jombang. Melalui penelitian mendalam, ia menemukan kata-kata Kadya, Sangga, Dwara, dan Nagara. Berdasarkan kamus Jawa, Kadya bermakna seperti, Sangga bermakna menyangga, Dwara bermakna pintu gerbang, dan Nagara bermakna negara. Jika dirangkai, kata-kata ini membentuk kalimat "Seperti Menyangga Pintu Gerbang Negara."

Kata-kata ini disusun berdasarkan teori Sengkalan yang dimaksudkan untuk menunjukkan angka tahun berdirinya sekolah yang akhirnya menjadi SMA Negeri 2 Jombang. Prasasti peresmian sekolah yang hingga sekarang masih terpasang di dinding ruang lobi SMAN 2 Jombang mencantumkan tahun 1973. Belakangan diketahui bahwa angka ini menandai peresmian sekolah, bukan tahun pendiriannya. Cikal bakal berdirinya SMAN 2 Jombang telah dimulai pada tahun 1960-an dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Jombang kemudian menjadi Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) Jombang sebelum menjadi SMAN 2 Jombang.

Kalimat "Kadya Sangga Dwara Nagara" ini termasuk dalam Sengkalan karena mengandung angka-angka: Kadya (3), Sangga (7), Dwara (9), dan Nagara (1). Membaca angka-angka ini dari belakang menghasilkan tahun 1973, yaitu tahun peresmian SMAN 2 Jombang. Agar lebih mudah diingat, kalimat Sengkalan yang panjang ini kemudian disingkat oleh Koniamuryani dengan persetujuan Siswono menjadi "Kasadwana", yang berasal dari suku kata depan tiap kata tersebut, yaitu Ka-Sa-Dwa-Na.

Nilai filosofis dari Sengkalan ini sangat mendalam. Diibaratkan seperti pintu gerbang kemajuan bangsa dan negara Indonesia, diresmikannya SMA Negeri 2 Jombang pada tahun 1973 menandakan bahwa sekolah ini adalah gerbang menuju kemajuan. Hadirnya SMA Negeri 2 Jombang di Indonesia ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu berkontribusi besar terhadap pembangunan negara.

Integrasi Tradisi Lokal dalam Pendidikan Modern

Penggunaan Sengkalan sebagai dasar perumusan sesanti ini memiliki beberapa argumen kuat. Pertama, Sengkalan bukan sekadar tradisi linguistik, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai historis dan filosofis. Penggunaan Sengkalan memberikan dimensi sejarah yang mendalam pada sesanti, menjadikannya lebih dari sekadar semboyan, tetapi juga penanda waktu dan identitas yang kuat.

Kedua, penerapan Sengkalan menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat diintegrasikan dalam konteks modern tanpa kehilangan maknanya. Di era globalisasi ini, seringkali kita melihat nilai-nilai lokal terkikis oleh pengaruh budaya asing. Dengan mengadopsi Sengkalan, SMA Negeri 2 Jombang tidak hanya melestarikan budaya Jawa tetapi juga mengajarkannya kepada generasi muda, memperkuat identitas mereka sebagai bagian dari komunitas yang memiliki sejarah dan warisan yang kaya.

Ketiga, perumusan Kasadwana menunjukkan pentingnya peran guru dalam membentuk identitas dan budaya sekolah. Siswono, sebagai seorang guru Bahasa Jawa yang kompeten, berhasil membawa kekayaan tradisi Jawa ke dalam konteks pendidikan modern. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan tetapi juga tentang pembentukan karakter dan identitas melalui pemahaman budaya dan sejarah.

Keempat, nilai filosofis yang terkandung dalam Kasadwana memberikan arah dan tujuan yang jelas bagi SMAN 2 Jombang. "Seperti Menyangga Pintu Gerbang Negara" menggambarkan visi sekolah sebagai lembaga yang mempersiapkan siswa untuk menjadi pilar kemajuan bangsa. Ini adalah visi yang menginspirasi dan memotivasi baik siswa maupun staf untuk mencapai yang terbaik, mengetahui bahwa mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

Kelima, penggunaan bahasa Jawa Periode Tengahan dalam perumusan sesanti ini menambah kedalaman makna dan kekayaan linguistik. Meskipun kata-kata seperti Kadya, Sangga, Dwara, dan Nagara mungkin tidak umum dalam bahasa Jawa sehari-hari, mereka membawa serta warisan literatur dan budaya yang kaya. Penggunaan bahasa Jawa Periode Tengahan ini juga menunjukkan kontinuitas budaya dari masa lalu ke masa kini, memperkuat rasa identitas dan kebanggaan pada warisan budaya.

Dalam perspektif yang lebih luas, perumusan Kasadwana oleh Siswono juga dapat dilihat sebagai contoh bagaimana pendidikan dapat menjadi alat untuk pelestarian budaya. Melalui integrasi tradisi dan nilai-nilai lokal ke dalam kurikulum dan kehidupan sekolah, siswa tidak hanya belajar tentang dunia di sekitar mereka tetapi juga tentang diri mereka sendiri dan warisan mereka. Ini adalah aspek penting dari pendidikan yang sering terabaikan dalam upaya untuk mencapai standar akademis global.

Simbol Kebanggaan dan Identitas Sekolah

Kasadwana kini menjadi simbol kebanggaan bagi seluruh warga SMAN 2 Jombang. Semboyan ini tidak hanya menghiasi dinding sekolah tetapi juga tertanam dalam hati dan pikiran para siswa dan staf. Dengan memahami dan menghayati makna filosofis dari semboyan ini, diharapkan seluruh warga sekolah dapat berkontribusi dalam mewujudkan visi dan misi sekolah sebagai pintu gerbang kemajuan bangsa.

Pada akhirnya, perumusan Kasadwana bukan hanya tentang menemukan semboyan yang indah, tetapi juga tentang menggali dan memahami nilai-nilai yang mendasari keberadaan SMA Negeri 2 Jombang. Proses ini menunjukkan betapa pentingnya peran pendidikan dalam membentuk identitas dan masa depan generasi muda. Dengan semboyan yang kuat dan bermakna, SMA Negeri 2 Jombang siap melangkah maju dan terus berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Kasadwana bukan sekadar kata-kata, tetapi sebuah cerminan dari dedikasi, visi, dan misi yang diemban oleh seluruh warga SMAN 2 Jombang untuk mencapai kemajuan dan kejayaan di masa depan.[pgn]

Posting Komentar

4 Komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)