Cukuplah Kematian sebagai Nasihat bagi Kita!

"Wa kafaa bil mawti wa’idzho" yang artinya, "Cukuplah kematian itu sebagai pengingat."


[Jombang, Pak Guru NINE] - Sebagai seorang guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP) di SMA Negeri 2 Jombang, salah satu peran penting saya adalah memberikan nasihat kepada murid-murid agar mereka selalu ingat akan batasan diri dan tidak melampaui kenakalan yang wajar bagi usia remaja. Masa remaja memang sering diwarnai dengan tindakan-tindakan yang dianggap "nakal", namun saya selalu menekankan kepada mereka agar tidak lupa bahwa hidup memiliki batasan, termasuk masa muda yang sering kali dianggap tidak terancam oleh waktu.

Di dalam kelas, saya sering mengingatkan, "Nak, silakan nakal yang sewajarnya bagi anak remaja. Jangan berlebihan hingga tidak terkontrol. Ingat, usia kita terbatas. Sewaktu-waktu kematian bisa kapan saja dan di mana saja menghampiri kita." 

Kalimat-kalimat nasihat tersebut biasanya membuat suasana kelas menjadi hening. Murid-murid sering menatap saya dengan rasa penasaran dan sedikit kaget. Salah seorang dari mereka pernah bertanya, "Pak, nakal yang wajar bagi kami itu bagaimana?" Saya menjawab dengan tenang, "Ya, nakal-nakal yang kecil saja. Saat kenakalanmu diketahui oleh orang dewasa, seperti orang tuamu atau gurumu, dan mereka menasihatimu, maka kamu bisa segera sadar dan bertaubat."

Meskipun saya ingin menciptakan suasana yang rileks dan tidak tegang, saya tidak pernah melupakan tanggung jawab saya untuk mengingatkan mereka akan hal-hal penting dalam hidup, terutama soal kematian. Ketika nasihat itu saya sampaikan, wajah-wajah mereka mulai serius. Di kesempatan lain, saya kembali mengingatkan mereka, "Nak, jangan menyangka jika kita masih remaja, maka ajal masih jauh dari kita."

Untuk memperkuat pesan tersebut, saya kemudian menceritakan beberapa kisah nyata yang terjadi di sekitar mereka. Hampir setiap tahun, ada saja murid di SMA Negeri 2 Jombang yang meninggal dunia. Entah karena sakit, kecelakaan di jalan raya, atau kecelakaan saat bermain. Di tahun 2024 ini, kami kehilangan dua murid. Pada Rabu, 17 April 2024, M. Arsy Maula Akbar dari kelas X-5 meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya saat ia akan bermain ke rumah temannya di daerah Pandawangi, Diwek, Jombang. Kemudian, pada Ahad, 29 September 2024, M. Elfan Ariyanto dari kelas X-3 meninggal dunia karena kecelakaan air saat bermain di salah satu kolam renang di Jombang.


Perkenalan Singkat dengan Arsy


Berita duka ini tentu sangat menyedihkan, terutama bagi keluarga dan teman-teman dekat mereka. Kematian adalah sesuatu yang pasti, tetapi selalu menyakitkan bagi mereka yang ditinggalkan. Namun, saya percaya bahwa peristiwa-peristiwa seperti ini juga harus menjadi nasihat bagi kita semua. Kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja, tanpa memandang usia, status, atau kondisi. Saya sering mengajak murid-murid untuk merenung: jika hari ini kita tidak mempersiapkan diri dengan kebaikan dan keshalihan, maka apa yang akan kita rasakan kelak selain penyesalan?

Kematian seharusnya menjadi pengingat bagi kita untuk terus memperbaiki diri. Rasulullah pernah bersabda, "Wa kafaa bil mawti wa’idzho" yang artinya, "Cukuplah kematian itu sebagai pengingat." Pesan ini begitu mendalam, mengingatkan kita bahwa tidak ada satu pun yang abadi di dunia ini. Seberapa besar pun keinginan kita untuk menikmati hidup, kita tidak bisa menghindari kenyataan bahwa setiap makhluk yang hidup pasti akan mati.

Sebagai umat beriman, kita juga harus memahami bahwa setelah kematian, tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri. Segala perbuatan yang telah kita lakukan di dunia akan menjadi bekal yang menentukan bagaimana kita di akhirat nanti. Jika kita telah meninggal dunia, maka tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain menerima segala konsekuensi baik atau buruk atas segala tindakan kita semasa hidup. Itulah mengapa penting bagi kita untuk selalu introspeksi diri dan menyiapkan bekal dengan amal baik.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 57). Ayat ini jelas menyatakan bahwa kematian adalah kepastian yang tak terelakkan. Kita semua akan merasakannya, dan pada akhirnya, kita akan kembali kepada Sang Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala yang telah kita perbuat.

Saat saya merenung kembali tentang peran saya sebagai seorang guru, saya semakin sadar bahwa tugas saya bukan hanya mengajar tentang pelajaran agama, tetapi juga memberikan bekal mental dan spiritual bagi para murid agar mereka selalu ingat akan nilai-nilai kehidupan yang hakiki. Saya tidak hanya berusaha menjadi seorang guru yang menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga seorang pengingat bagi mereka tentang kehidupan yang fana ini. Kematian bukanlah hal yang harus ditakuti, tetapi harus dipahami sebagai bagian dari perjalanan kita di dunia ini.

Dalam keseharian, saya mengajarkan kepada murid-murid saya agar mereka tetap berbuat baik, menghormati orang tua, menghindari perbuatan dosa, dan selalu menyiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi. Karena pada akhirnya, kita semua tidak tahu kapan giliran kita akan tiba.

Semoga nasihat-nasihat ini bisa memberikan pelajaran yang berharga, bukan hanya bagi murid-murid saya, tetapi juga bagi diri saya sendiri, untuk selalu ingat bahwa kematian adalah kepastian. Hidup ini adalah kesempatan untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya, agar ketika waktu itu tiba, kita sudah siap.[pgn]


Baca pula!

Saya Belum Sempat Mengajar Sandrina Mahargiani

Posting Komentar

2 Komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)