![]() |
"Wa kafaa bil mawti wa’idzho" yang artinya, "Cukuplah kematian itu sebagai pengingat." |
[Jombang, Pak Guru NINE] - Sebagai seorang guru
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP) di SMA Negeri 2 Jombang, salah
satu peran penting saya adalah memberikan nasihat kepada murid-murid agar
mereka selalu ingat akan batasan diri dan tidak melampaui kenakalan yang wajar
bagi usia remaja. Masa remaja memang sering diwarnai dengan tindakan-tindakan
yang dianggap "nakal", namun saya selalu menekankan kepada mereka
agar tidak lupa bahwa hidup memiliki batasan, termasuk masa muda yang sering
kali dianggap tidak terancam oleh waktu.
Di dalam kelas, saya sering mengingatkan, "Nak, silakan nakal yang sewajarnya bagi anak remaja. Jangan berlebihan hingga tidak terkontrol. Ingat, usia kita terbatas. Sewaktu-waktu kematian bisa kapan saja dan di mana saja menghampiri kita."
Kalimat-kalimat nasihat tersebut biasanya membuat
suasana kelas menjadi hening. Murid-murid sering menatap saya dengan rasa
penasaran dan sedikit kaget. Salah seorang dari mereka pernah bertanya,
"Pak, nakal yang wajar bagi kami itu bagaimana?" Saya menjawab dengan
tenang, "Ya, nakal-nakal yang kecil saja. Saat kenakalanmu diketahui oleh
orang dewasa, seperti orang tuamu atau gurumu, dan mereka menasihatimu, maka
kamu bisa segera sadar dan bertaubat."
Meskipun saya ingin menciptakan suasana yang
rileks dan tidak tegang, saya tidak pernah melupakan tanggung jawab saya untuk
mengingatkan mereka akan hal-hal penting dalam hidup, terutama soal kematian.
Ketika nasihat itu saya sampaikan, wajah-wajah mereka mulai serius. Di
kesempatan lain, saya kembali mengingatkan mereka, "Nak, jangan menyangka
jika kita masih remaja, maka ajal masih jauh dari kita."
Untuk memperkuat pesan tersebut, saya kemudian
menceritakan beberapa kisah nyata yang terjadi di sekitar mereka. Hampir setiap
tahun, ada saja murid di SMA Negeri 2 Jombang yang meninggal dunia. Entah
karena sakit, kecelakaan di jalan raya, atau kecelakaan saat bermain. Di tahun
2024 ini, kami kehilangan dua murid. Pada Rabu, 17 April 2024, M. Arsy Maula
Akbar dari kelas X-5 meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya saat ia
akan bermain ke rumah temannya di daerah Pandawangi, Diwek, Jombang. Kemudian,
pada Ahad, 29 September 2024, M. Elfan Ariyanto dari kelas X-3 meninggal dunia
karena kecelakaan air saat bermain di salah satu kolam renang di Jombang.
Perkenalan Singkat dengan Arsy
Berita duka ini tentu sangat menyedihkan, terutama
bagi keluarga dan teman-teman dekat mereka. Kematian adalah sesuatu yang pasti,
tetapi selalu menyakitkan bagi mereka yang ditinggalkan. Namun, saya percaya
bahwa peristiwa-peristiwa seperti ini juga harus menjadi nasihat bagi kita
semua. Kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja, tanpa memandang usia,
status, atau kondisi. Saya sering mengajak murid-murid untuk merenung: jika
hari ini kita tidak mempersiapkan diri dengan kebaikan dan keshalihan, maka apa
yang akan kita rasakan kelak selain penyesalan?
Kematian seharusnya menjadi pengingat bagi kita
untuk terus memperbaiki diri. Rasulullah pernah bersabda, "Wa kafaa bil
mawti wa’idzho" yang artinya, "Cukuplah kematian itu sebagai
pengingat." Pesan ini begitu mendalam, mengingatkan kita bahwa tidak ada
satu pun yang abadi di dunia ini. Seberapa besar pun keinginan kita untuk
menikmati hidup, kita tidak bisa menghindari kenyataan bahwa setiap makhluk
yang hidup pasti akan mati.
Sebagai umat beriman, kita juga harus memahami
bahwa setelah kematian, tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Segala perbuatan yang telah kita lakukan di dunia akan menjadi bekal yang
menentukan bagaimana kita di akhirat nanti. Jika kita telah meninggal dunia,
maka tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain menerima segala konsekuensi
baik atau buruk atas segala tindakan kita semasa hidup. Itulah mengapa penting
bagi kita untuk selalu introspeksi diri dan menyiapkan bekal dengan amal baik.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an,
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami
kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 57). Ayat ini jelas menyatakan bahwa
kematian adalah kepastian yang tak terelakkan. Kita semua akan merasakannya,
dan pada akhirnya, kita akan kembali kepada Sang Pencipta untuk mempertanggungjawabkan
segala yang telah kita perbuat.
Saat saya merenung kembali tentang peran saya
sebagai seorang guru, saya semakin sadar bahwa tugas saya bukan hanya mengajar
tentang pelajaran agama, tetapi juga memberikan bekal mental dan spiritual bagi
para murid agar mereka selalu ingat akan nilai-nilai kehidupan yang hakiki.
Saya tidak hanya berusaha menjadi seorang guru yang menyampaikan materi
pelajaran, tetapi juga seorang pengingat bagi mereka tentang kehidupan yang
fana ini. Kematian bukanlah hal yang harus ditakuti, tetapi harus dipahami
sebagai bagian dari perjalanan kita di dunia ini.
Dalam keseharian, saya mengajarkan kepada murid-murid saya agar mereka tetap berbuat baik, menghormati orang tua, menghindari perbuatan dosa, dan selalu menyiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi. Karena pada akhirnya, kita semua tidak tahu kapan giliran kita akan tiba.
Semoga nasihat-nasihat ini bisa memberikan pelajaran yang berharga, bukan hanya bagi murid-murid saya, tetapi juga bagi diri saya sendiri, untuk selalu ingat bahwa kematian adalah kepastian. Hidup ini adalah kesempatan untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya, agar ketika waktu itu tiba, kita sudah siap.[pgn]
Baca pula!
2 Komentar
matursuwun sampun diingatkan
BalasHapusSami2
Hapus