![]() |
Saksikan video presentasi Pak Guru NINE dalam East Java Innovative Education Summit (EJIES) 2025 |
[Jombang, Pak Guru
NINE] - Di tengah dinamika
pendidikan abad ke-21, guru bukan lagi sekadar penyampai ilmu, tetapi agen
transformasi yang mampu menghidupkan nilai, membangkitkan potensi, dan
membentuk karakter. Inilah semangat yang dibawa Nine Adien Maulana, Guru
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMAN 2 Jombang, dalam mengikuti
ajang East Java Innovative Education Summit (EJIES) 2025, khususnya pada
kategori Lomba Inovasi Pemberdayaan Siswa melalui Kegiatan Berbasis Proyek.
Mengusung judul “Proyek Majelis
Khitbah dan Akad Nikah: Integrasi Nilai Syariah dan Kearifan Budaya”, Nine
menghadirkan sebuah model pembelajaran autentik yang tidak hanya menggugah
akal, tetapi juga menyentuh nurani dan identitas kultural siswa. Sebuah
pendekatan yang membuktikan bahwa pelajaran agama tidak harus kaku dan
dogmatis, melainkan bisa hidup, kontekstual, dan penuh makna.
Membumikan Nilai Syariah dalam Simulasi
Nyata
Materi fiqih tentang ketentuan
pernikahan kerap kali dianggap teoritis dan jauh dari relevansi dunia remaja.
Namun Nine melihat celah untuk mengubah persepsi tersebut. Melalui simulasi Majelis
Khitbah dan Akad Nikah, siswa tidak hanya mempelajari definisi, syarat, dan
rukun nikah, tetapi juga mengalami secara langsung bagaimana prosesi itu
berlangsung, baik dalam perspektif syariah maupun kearifan lokal.
Siswa diajak berperan sebagai pihak
keluarga mempelai, penghulu, saksi, MC, hingga tamu undangan dalam sebuah acara
pernikahan simulatif yang dikemas seperti majelis sungguhan. Dengan mengenakan
pakaian adat, mengucapkan ijab-qabul secara formal, serta menyisipkan unsur
budaya seperti peningset atau hantaran, kegiatan ini menjadi wahana
pembelajaran yang menyentuh sisi spiritual, sosial, dan estetika sekaligus.
“Pernikahan bukan sekadar akad di atas
kertas, melainkan peristiwa sakral yang harus dipahami makna syariahnya dan
dihormati warisan budayanya,” ujar Nine Adien, yang juga dikenal aktif sebagai
pegiat literasi dan pengurus organisasi profesi guru di Jombang.
Pembelajaran Proyek yang Memberdayakan
Inovasi ini menerapkan pendekatan Project-Based
Learning (PjBL) yang sangat dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka. Dalam
proyek ini, siswa dilibatkan sejak tahap perencanaan, riset, pelaksanaan,
hingga refleksi akhir. Mereka belajar menyusun naskah acara, menggali referensi
hukum Islam dari Al-Qur’an dan hadis, meneliti adat pernikahan daerah
masing-masing, serta mempresentasikan hasil kerja kelompok dalam format visual
dan lisan.
Tak hanya itu, Nine juga memadukan
kegiatan ini dengan media digital. Ia menggunakan Blogger
sebagai katalog pembelajaran yang memuat materi, video tutorial, serta
dokumentasi kegiatan. Evaluasi dilakukan melalui Google Form yang
terintegrasi dengan QR Code. Semua ini menunjukkan bahwa inovasi ini bukan
hanya soal kearifan lokal, tetapi juga memanfaatkan teknologi secara kreatif
dan efektif.
“Tujuan saya bukan hanya menjelaskan
hukum nikah, tapi juga membentuk karakter siswa agar bijak dalam mengambil
keputusan masa depan mereka, menghargai budaya leluhur, dan tetap berpegang
pada nilai-nilai Islam,” tambahnya.
Integrasi Nilai, Budaya, dan Teknologi
Keunikan inovasi ini terletak pada
keberhasilannya menyatukan tiga unsur utama pendidikan modern: nilai agama,
kearifan lokal, dan kecakapan teknologi. Pendekatan ini memperkuat profil
pelajar Pancasila, khususnya dalam dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, serta berkebinekaan global.
Dalam konteks syariah, proyek ini
membantu siswa memahami tujuan pernikahan dari sudut pandang maqashid
syariah—yaitu menjaga kehormatan, keturunan, dan kemaslahatan keluarga.
Sementara dari sisi budaya, siswa dilatih untuk mencintai warisan lokal yang
telah diwariskan turun-temurun sebagai ekspresi nilai Islam yang membumi.
Dengan menggunakan teknologi digital,
inovasi ini juga menjawab kebutuhan pembelajaran abad ke-21. Siswa dapat
mengakses materi dari mana saja, mengerjakan kuis daring, serta menonton ulang
video simulasi sebagai bahan refleksi dan perbaikan diri. Ini adalah blended
learning yang sesungguhnya.
Dampak dan Apresiasi
Proyek ini telah dilaksanakan di kelas
XI dengan hasil yang menggembirakan. Siswa menyatakan kegiatan ini sebagai
“pengalaman belajar yang paling berkesan selama pelajaran PAI”. Mereka menjadi
lebih paham tentang kesiapan mental dan spiritual dalam membina rumah tangga,
serta menyadari pentingnya menjaga kehormatan diri sejak remaja.
Tak hanya itu, inovasi ini juga
mendapat perhatian dari rekan guru lintas mata pelajaran karena mampu
menjembatani pendidikan agama dengan pendekatan lintas bidang: seni budaya,
bahasa, bahkan teknologi informasi. Kepedulian Nine terhadap kualitas
pembelajaran yang memanusiakan peserta didik menjadikan proyek ini layak
mendapat tempat di panggung EJIES 2025, forum bergengsi bagi insan
pendidikan inovatif se-Jawa Timur.
Menjadi Guru yang Menghidupkan Nilai
Nine Adien Maulana adalah cermin guru
masa depan: kreatif, reflektif, dan berorientasi pada nilai. Di tengah
tantangan globalisasi dan krisis identitas di kalangan generasi muda, ia hadir
membawa solusi konkret dengan menjadikan pelajaran agama sebagai pengalaman
hidup yang menyenangkan dan mencerahkan.
Sebagai seorang ASN yang telah mengabdi
di berbagai sekolah, aktif di organisasi profesi, dan tak pernah lelah menulis
serta berbagi gagasan, Nine meyakini bahwa pendidikan yang efektif adalah
pendidikan yang bermakna. Inovasinya bukan sekadar proyek, melainkan wujud
nyata cinta pada profesi, murid, dan masa depan bangsa.
EJIES 2025 menjadi panggung, dan Nine Adien Maulana melangkah ke atasnya bukan untuk mengejar pujian, melainkan untuk menunjukkan bahwa inovasi adalah ruh dari pendidikan sejati—dan bahwa seorang guru bisa, bila ia mau dan tahu caranya.[pgn]
0 Komentar