Menyulam Sinergi Ulama, Meneguhkan Arah Umat

 

Pertemuan ini memancarkan energi baru, yakni energi ukhuwah, energi perjuangan, dan energi perubahan

[Jombang, Pak Guru NINE] - Ahad siang, 18 Mei 2025, Masjid An-Nur Kabuh menjadi titik temu yang istimewa. Di bawah langit yang teduh, para ulama dari se-Kawedanan Ploso berkumpul dalam satu majelis penting: Rapat Koordinasi Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Jombang bersama Dewan Pimpinan MUI Kecamatan se-Kawedanan Ploso. Bukan sekadar agenda rutin, pertemuan ini memancarkan energi baru, yakni energi ukhuwah, energi perjuangan, dan energi perubahan.

Tepat pukul 13.00 WIB, ruang beranda masjid dipenuhi wajah-wajah bersahaja namun penuh visi. Hadir jajaran tokoh penting dari DP MUI Kabupaten Jombang, mulai dari Ketua Umum Dr. KH. M. Afifuddin Dimyathi, Lc. M.A., Ketua KH. Abdurrozaq Sholeh, Sekretaris Umum H. Ilham Rohim, S.Ag. M.HI., Sekretaris Nine Adien Maulana, M.Pd.I., Bendahara Umum H. Harly Yusuf Wibisono, M.MPd., hingga Komisi Fatwa Dr. KH. Nur Hannan, Lc.M.HI.

Acara dimoderatori oleh H. Ilham Rohim dengan penuh keterbukaan dan semangat silaturahmi. Namun bukan hanya koordinasi yang jadi inti, melainkan juga afirmasi bahwa MUI bukan sekadar lembaga fatwa, tetapi penggerak moral umat yang berakar kuat di tengah masyarakat.

Salah satu momen kunci adalah sosialisasi program “MUI Goes to School”, sebuah inisiatif yang membidik langsung generasi muda. Program ini tak sekadar hadir di lingkungan sekolah, tetapi hadir sebagai role model dalam membentuk karakter remaja yang cerdas spiritual, kuat moral, dan tangguh menghadapi zaman.

Dalam pidato pembukaan, Dr. KH. M. Afifuddin Dimyathi membawakan tafsir mendalam dari QS. Al-Qashash ayat 77:

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Ayat ini, menurut beliau, adalah kompas akhlak bagi para ulama dan umat secara luas. Ada empat prinsip emas yang dijabarkan:

  1. Totalitas untuk akhirat – mengarahkan setiap potensi, ilmu, dan tenaga untuk bekal abadi di akhirat.
  2. Menjaga keseimbangan dunia-akhirat – tidak anti dunia, tapi menjadikannya sarana untuk kemuliaan.
  3. Meneruskan kebaikan Allah melalui perbuatan ihsan – karena hidup adalah ladang amal.
  4. Menolak setiap bentuk kerusakan sosial dan lingkungan – sebab ulama sejati adalah penjaga bumi, bukan perusak tatanan.

Tak lupa, beliau mengingatkan tentang kisah Qarun pada ayat sebelumnya, simbol manusia yang tenggelam dalam kekayaan dan kesombongan. “Jangan sampai kita menjadi Qarun modern. Ilmu dan harta harus diabdikan untuk maslahat, bukan untuk kebanggaan kosong,” pesan beliau dengan nada mendalam.

Kemudian, suasana menjadi lebih fokus saat Dr. KH. Nur Hannan memaparkan Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. Di tengah gempuran industri makanan modern, sertifikasi halal bukan hanya label, tapi bentuk tanggung jawab spiritual. “Penyembelihan bukan soal teknis semata, tapi soal niat, tata cara, dan integritas,” ujarnya sambil menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi bagi para penyembelih.

Fatwa ini menegaskan bahwa halal bukan cukup diyakini, tapi juga harus dibuktikan dengan standar. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-An’am ayat 121: “Dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”

Rapat koordinasi ini juga menjadi ruang refleksi. Berbagai masukan dari MUI kecamatan mengalir deras—tentang tantangan dakwah digital, pendidikan karakter remaja, hingga pentingnya memperkuat peran MUI di tingkat desa. Diskusi berlangsung akrab, penuh semangat kebersamaan dan cinta pada umat.

Salah satu peserta dari Kecamatan Ploso berujar, “Kami merasa tidak sendiri. Lewat forum seperti ini, semangat kami kembali berkobar. Kita saling menguatkan, saling mengingatkan.”

Rangkaian kegiatan ditutup menjelang sore dengan doa bersama yang dipimpin oleh KH. Abdurrozaq Sholeh. Di bawah naungan kubah Masjid An-Nur Kabuh, para ulama menadahkan tangan, memohon kekuatan agar tetap istiqamah di tengah gelombang zaman.

Rapat ini bukan sekadar catatan administratif, melainkan langkah nyata merawat ruh umat. Dari Kabuh, terbit harapan. Dari para ulama, mengalir cahaya peradaban. Karena di pundak merekalah umat menggantungkan arah, dan pada akhlak merekalah terpatri kekuatan perubahan.[pgn]

 

Baca juga!

Sinergi Membangun Pemahaman Umat


Posting Komentar

0 Komentar