![]() |
Berkumpul, makan dan berdoa bersama saat tasyakuran Ulang Tahun ke-8 Syafira Widya Kusuma. |
[Jombang, Pak Guru
NINE] - Ada kebahagiaan yang
sederhana tapi menyentuh jiwa: saat keluarga berkumpul, bercengkerama, saling
mendoakan, dan membingkai kenangan bersama. Momen seperti itu tidak bisa dibeli
atau dipaksakan datang—ia hadir dalam keikhlasan, tumbuh dari kasih sayang, dan
abadi dalam ingatan. Dan itulah yang kami rasakan pada Juli 2025 ini, ketika
keluarga besar kami berkumpul untuk merayakan ulang tahun ke-8 Syafira Widya
Kusuma.
Syafira, keponakan saya yang ceria dan
manis, adalah putri dari pasangan Ghygha Yunus Widya Prasetya dan Rista Farida,
adik kandung saya yang paling bungsu. Jumat, 4 Juli 2025, menjadi hari yang
spesial bagi Syafira. Di usia delapan tahun, ia menerima kue ulang tahun dari
kedua orang tuanya sebagai simbol cinta dan syukur. Momen itu dibagikan melalui
foto di grup WhatsApp Keluarga Besar Syamsul Huda, dan segera disambut ucapan
selamat serta doa-doa hangat dari para anggota keluarga.
Namun, tidak ada acara besar atau pesta
meriah di hari itu. Kami semua masih berada di tempat yang berbeda—ada yang di
Depok, ada yang di Sidoarjo, bahkan ada yang sedang berjuang di Ibu Kota
Nusantara, Kalimantan Timur. Tapi meski tak bisa berkumpul secara fisik,
kehangatan kasih tetap mengalir tanpa jeda. Kami tahu, kebersamaan sejati tak
selalu menunggu momen seremonial; ia hidup dalam niat yang tulus dan rindu yang
bersahaja.
Kebersamaan di Meja Makan
Empat hari setelah ulang tahun Syafira,
yaitu pada Selasa, 8 Juli 2025, akhirnya kami semua bisa berkumpul. Rumah
Pacarpeluk kembali menjadi saksi kebahagiaan kami. Dan untuk merayakan ulang
tahun Syafira secara lebih utuh, keluarga Ghygha dan Rista mengajak kami makan
malam bersama di Rumah Makan Tasneem, Mojosongo, Jombang.
Malam itu begitu bermakna. Bapak dan
Ibu hadir, lengkap dengan senyum hangat dan kebanggaan mereka melihat cucu-cucu
tumbuh dalam kebaikan. Saya datang bersama istri dan ketiga anak kami: Caraka
Shankara, Taliya Kayana, dan Wacana Bawana. Dek Nia hadir bersama suaminya,
Sirojuddin, dan kedua anak mereka: Ovilia Kamila dan Alisya Syakira. Dan tentu
saja, Syafira sebagai bintang utama malam itu, duduk ceria di antara Papa dan
Mamanya.
Ada yang berbeda dari makan malam ini.
Kebersamaan kami bukan hanya untuk merayakan ulang tahun, tapi juga menjadi
malam pelepasan dua santri kecil kami. Ovilia Kamila akan segera masuk ke
Pondok Pesantren Hidayatul Quran, Rejoso Peterongan. Sementara anak saya,
Taliya Kayana, bersiap memulai jenjang baru di MAN 2 Kota Malang, dan tinggal
di Ma’had Al-Qolam.
Maka, makan malam itu adalah kombinasi
antara rasa syukur, haru, harapan, dan kebersamaan yang tak ternilai. Tidak ada
formalitas yang kaku, tidak ada pidato panjang. Hanya tawa yang jujur, doa yang
tulus, dan cinta yang sederhana tapi kuat. Kami menyantap makanan, saling
bercerita, dan mengambil banyak foto sebagai pengingat bahwa kami pernah
benar-benar bersama.
Keinginan dan Harapan
Kebahagiaan malam itu pun semakin
semarak dengan kehadiran sepupu saya, Yani Rahmawati, bersama kedua anaknya:
Atallah Revolusi Mahardika dan Gerilya Qonita. Mereka datang dengan keceriaan
yang sama, dan membawa kabar gembira bahwa dek Yani akan berangkat menunaikan
ibadah umroh pada 29 Juli 2025. Maka makan malam itu juga menjadi momen doa
pengantar untuknya.
Saya sempat berbincang santai dengan
Syafira, dalam format podcast sederhana yang saya rekam sebagai kenangan. Saya
bertanya, “Di ulang tahun ini, apa yang kamu inginkan?”
Dengan polos dan penuh semangat, ia
menjawab, “Skincare, Make Up, dan Adik.”
Kami semua tertawa bahagia. Tapi saya
pun memanfaatkannya sebagai momen mendidik. Saya katakan, “Boleh pakai skincare
dan make up, tapi yang paling penting adalah punya ilmu, akhlak, dan adab.
Karena yang abadi bukan warna pipi, tapi kecantikan hati.”
Syafira mengangguk, tampak mengerti dan
menerima dengan hati lapang. Lalu tentang keinginannya yang terakhir—adik—saya
langsung mendukung penuh. “Itu keinginan yang bagus. Semakin cepat punya adik,
Syafira bisa belajar memimpin dan menyayangi. Jiwa kepemimpinan itu penting,
dan dimulai dari keluarga.”
Kami pun semua sepakat. Doa
dilangitkan. Semoga Allah SWT memberikan amanah baru untuk Ghygha dan Rista, dan
menjadikan Syafira sebagai kakak yang teladan.
Berpisah dalam Harapan
Setelah makan-makan, bermain, dan
berfoto-foto, malam itu akhirnya harus ditutup. Syafira pulang ke rumahnya di
Mojosongo, dek Yani dan anak-anaknya kembali ke Pulo, dan kami yang lain
kembali ke Pacarpeluk. Tapi kami semua pulang dengan kebahagiaan yang penuh,
meski dengan jalan dan tujuan yang berbeda.
Dalam diam, saya merenung. Betapa
pentingnya momen-momen seperti ini. Di tengah kesibukan dan hiruk pikuk hidup,
kita perlu berhenti sejenak, menengok keluarga, dan kembali pada akar kasih
yang menyatukan kita. Bukan acara besar yang membuat momen berarti, tapi
kebersamaan yang tulus. Di tengah tawa anak-anak, dalam pelukan orang tua, dan
lewat doa yang saling menyelimuti, kita menemukan makna hidup yang sebenarnya.
Terima kasih dek Ghygha dan dek Rista, yang telah menghadirkan ruang bahagia dalam bentuk makan malam sederhana tapi sarat makna. Dan selamat ulang tahun, Syafira Widya Kusuma. Semoga engkau tumbuh sehat, cerdas, beradab, dan penuh cinta. Kelak, semoga engkau menjadi perempuan tangguh yang tak hanya cantik parasnya, tapi juga indah akhlaknya. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. [pgn]
0 Komentar