Si Mas Ganteng: Cerdas Menamai, Elegan Melayani

 

Menciptakan program publik, yang diperlukan bukan hanya niat baik, tetapi juga kesadaran bahasa, kepekaan sosial, dan tanggung jawab etika dalam berkomunikasi. 

[Jombang, Pak Guru NINE] - Di tengah maraknya program digital layanan publik yang hadir dalam bentuk aplikasi, tak sedikit pemerintah daerah yang mencoba tampil kreatif dengan memberi nama akronim yang dianggap unik, catchy, bahkan lucu. Namun, kreativitas itu seringkali tergelincir ke wilayah yang justru menurunkan citra dan profesionalisme pemerintahan. Nama-nama aplikasi seperti SiPepek, Sithole, SiMontok, SiSemok, hingga Mas Dedi Memang Jantan menjadi contoh nyata. Meski awalnya dimaksudkan sebagai singkatan dari program-program baik, penamaannya justru memunculkan konotasi negatif, vulgar, atau multitafsir yang tidak pantas untuk ruang publik.

Apresiasi tinggi patut diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan atas peluncuran layanan Si Mas Ganteng, sebuah moda transportasi publik gratis bagi pelajar yang tidak hanya menjawab kebutuhan mobilitas, tetapi juga menjadi bagian dari visi besar membangun sistem transportasi inklusif, modern, dan ramah lingkungan. Layanan ini layak dipuji karena menghadirkan solusi atas masalah pelajar yang terpaksa mengendarai sepeda motor tanpa SIM, menyediakan trayek strategis yang menghubungkan sekolah dan stasiun utama, memanfaatkan aplikasi digital untuk efisiensi dan ketertiban, menggunakan armada dengan desain menarik dan bersih yang ramah pelajar serta lingkungan, serta mengusung nama program yang santun dan simpatik tanpa konotasi negatif, menjadi contoh kreativitas pemerintah yang tetap menjunjung etika dan rasa bahasa.

Nama "Si Mas Ganteng" adalah akronim dari Transportasi Masyarakat Tuban yang Elegan, Aman, Nyaman, dan Terintegrasi. Sebuah nama yang ringan, positif, bersahabat, dan sangat relevan dengan misi layanan yang diusung. Tidak ada unsur vulgar, tidak ada kesan nyeleneh, tidak membuka celah untuk disalahartikan. Justru sebaliknya, nama ini menghadirkan kesan menyenangkan, segar, dan bersahabat di telinga publik.

Bandingkan dengan nama-nama seperti SiPepek (Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan), Sithole (Sistem Informasi Konsultasi Hukum Online Pengadilan Negeri), atau SiMontok (Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan Pokok). Tanpa melihat isinya, nama-nama ini langsung memicu tawa, canggung, bahkan rasa risih bagi sebagian orang. Dalam budaya bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut punya makna ganda yang sering kali merujuk pada hal-hal yang tak pantas untuk digunakan dalam ranah resmi pemerintahan.

Guru Besar Linguistik dari UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamal Yusuf, bahkan mengkritik keras fenomena ini. Menurutnya, penggunaan akronim yang cenderung vulgar atau tidak senonoh dalam program pemerintah menunjukkan rendahnya kepekaan sosial dan linguistik para perancangnya. Nama-nama seperti SiPepek atau SiMontok memang bisa jadi viral dan mengundang perhatian, tapi bukan dalam konteks yang membangun. Justru sebaliknya, program yang niatnya mulia bisa kehilangan fokus karena masyarakat lebih sibuk membahas namanya yang dianggap tak pantas.

Yang terjadi kemudian adalah kontra-produktivitas. Alih-alih mendukung pemanfaatan program, masyarakat justru menjadikannya bahan guyonan, meme, atau bahkan bahan kritik tajam di media sosial. Hal ini tentu melemahkan kepercayaan publik terhadap keseriusan dan profesionalisme instansi pemerintah. Sering kali pula, esensi layanan yang ditawarkan justru tak tersampaikan karena tertutup oleh sorotan terhadap nama yang tidak tepat.

Berbeda dengan itu semua, "Si Mas Ganteng" justru hadir sebagai narasi tandingan. Penamaannya tidak hanya aman secara linguistik, tetapi juga memberikan nilai tambah dalam komunikasi publik. Kata “ganteng” dalam konteks ini tak hanya menggambarkan sesuatu yang indah secara fisik, tetapi juga menyiratkan kesan positif, terawat, membanggakan, dan layak dicontoh. Ini adalah langkah cerdas Pemerintah Kabupaten Tuban dalam membangun citra program berbasis makna, bukan sekadar kata.

Selain aman secara bahasa, nama ini juga mengundang kedekatan emosional. Di benak masyarakat, “Si Mas Ganteng” bisa jadi sosok yang membantu, menyenangkan, dan bisa diandalkan. Bayangkan pelajar atau warga Tuban yang hendak naik transportasi publik lalu mendengar kalimat, “Ayo naik Si Mas Ganteng!”—ada semacam rasa percaya diri, bangga, dan tidak canggung. Bandingkan jika kalimat itu harus memakai nama-nama aplikasi kontroversial seperti “Ayo daftar lewat SiPepek” atau “Naik transportasi bareng SiMontok”—risiko distorsi makna dan rasa malu di ruang publik menjadi sangat besar.

Apresiasi yang diberikan masyarakat terhadap nama Si Mas Ganteng menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya tidak menolak kreativitas, tetapi menuntut kreativitas yang peka dan bermartabat. Pemerintah daerah harus sadar bahwa nama bukan sekadar label, tetapi bagian dari strategi komunikasi yang sangat penting dalam membangun kepercayaan dan partisipasi publik.

Karena itu, langkah Pemkab Tuban ini layak dijadikan contoh. Terbukti, tanpa vulgar, tanpa gimmick, tanpa sensasi berlebihan, mereka mampu menghadirkan layanan publik yang benar-benar diterima dan dibanggakan masyarakat. Dengan pendekatan yang cerdas dalam berbahasa, mereka bukan hanya menyuguhkan moda transportasi, tetapi juga menyuguhkan penghormatan terhadap bahasa, budaya, dan kecerdasan sosial warganya.

Semoga pemerintah daerah lain, khususnya kabupaten Jombang, bisa belajar dari Tuban. Bahwa dalam menciptakan program publik, yang diperlukan bukan hanya niat baik, tetapi juga kesadaran bahasa, kepekaan sosial, dan tanggung jawab etika dalam berkomunikasi. Karena ketika nama sebuah program bisa mewakili nilainya dengan baik, maka kepercayaan masyarakat pun akan tumbuh secara alami. Dan Si Mas Ganteng telah membuktikannya.[pgn]

Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang-Sekretaris DP MUI Kabupaten Jombang

 

Baca juga!

Jombang Harus Bergerak untuk Transportasi Publik yang Layak

Posting Komentar

0 Komentar