![]() |
Kolase wajah Pak Guru NINE sebagai guru wali bersama murid-murid bimbingannya. |
[Jombang, Pak Guru
NINE] - Tahun pelajaran
2025/2026 menjadi lembar baru dalam perjalanan pengabdian saya sebagai
pendidik. Setelah sekian lama berperan sebagai guru mata pelajaran dan wali kelas,
kini saya mendapatkan amanah baru sebagai Guru Wali — sebuah tugas yang
secara resmi diatur dalam Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan
Beban Kerja Guru. Di pasal 9, dijelaskan bahwa guru wali memiliki peran
mendampingi murid secara utuh, bukan hanya dalam bidang akademik, tapi juga
dalam pengembangan karakter, kompetensi, keterampilan, dan perencanaan masa
depan mereka.
Tugas ini tentu bukan sekadar tambahan
administratif, melainkan tanggung jawab moral dan profesional yang menyentuh
sisi terdalam dari makna mendidik. Saya ditugaskan menjadi guru wali bagi 18
siswa kelas XI-4. Mereka adalah: Abidah Az-Zahra, Adine Nabila Ekidya, Agam
Firman Firansyah, Aida Rohmatun Nisa', Ailsa Maahirah Sasikirana, Aldira
Callysta Putri Kurniawan, Aliyatul Fajriyah, Amarily Ghita Prameswari, Amelia
Khansa Nuhawati, Budi Pangestu, Cinta Islam Wahyuning Sabilillah, Erlangga
Putra Wijaya Sugiarto, Firda Ramadhani, Gendhis Ning Cahyani, Gita Aurellya
Putri Ramadhani, Haidir Risasongko, Hendarman Ditya Pratama, dan Imelda Eka
Puri Ardhyni. Mereka bukan sekadar daftar nama, tetapi individu dengan potensi
dan cerita yang perlu dipahami dan dibimbing.
Meskipun belum ada panduan teknis dari
sekolah mengenai implementasi peran ini, saya memilih untuk tidak menunggu.
Saya segera mempelajari isi regulasi secara mandiri dan menerjemahkannya ke
dalam rencana kerja konkret. Langkah awal yang saya ambil adalah
menginformasikan kepada para siswa tentang peran baru saya ini. Saya katakan
kepada mereka bahwa mulai tahun ini, setiap murid akan mendapatkan layanan
pendidikan dari empat pilar pendidik: Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas,
Guru Wali, dan Guru Bimbingan dan Konseling.
“Silakan manfaatkan layanan pendidikan
ini dengan sebaik-baiknya,” pesan saya kepada mereka. “Jangan sungkan-sungkan
untuk berinteraksi, bahkan saat kalian tidak sedang punya masalah serius.
Komunikasi antara murid dan guru adalah bagian dari proses belajar yang
bernilai ibadah.”
Sebagai bentuk komunikasi awal, saya
membuat grup WhatsApp “Guru Wali” yang beranggotakan para siswa dan orang
tua/wali mereka. Grup ini menjadi ruang komunikasi cepat, terbuka, dan humanis.
Saya ingin menjadi sosok yang tidak hanya hadir saat ada masalah, tapi juga
saat mereka ingin berbagi, bercerita, atau bahkan sekadar bertanya tentang masa
depan mereka.
Agar pendampingan ini berjalan
sistematis dan terukur, saya menyusun Program Kerja Guru Wali dengan pembagian
ke dalam empat bidang utama: akademik, pengembangan karakter, konseling
pribadi, dan perencanaan masa depan.
Di bidang akademik, saya mulai dengan
mengidentifikasi profil akademik mereka: nilai rapor, minat, dan tantangan
belajar. Ini dilakukan dengan wawancara ringan dan angket. Setiap akhir
semester, saya akan memantau kemajuan nilai mereka dan mengadakan diskusi
strategi belajar secara berkelompok. Jika ditemukan hambatan serius, saya akan
berkolaborasi dengan guru BK untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Bidang kedua adalah pengembangan
karakter. Ini bukan hal remeh. Dalam dunia yang penuh tantangan seperti
sekarang, membangun sikap integritas, disiplin, dan tanggung jawab sama
pentingnya dengan prestasi akademik. Saya menjadwalkan sesi refleksi tematik
bulanan dan mendorong kegiatan literasi serta kepedulian sosial. Harapannya,
para murid tidak hanya cerdas, tapi juga memiliki nurani yang hidup.
Bidang ketiga adalah konseling pribadi.
Setiap murid akan saya temui secara pribadi minimal satu kali per semester. Ini
adalah ruang curhat yang aman, tanpa penghakiman. Bagi siswa yang menghadapi
tantangan tertentu — baik di sekolah maupun di rumah — saya siap menjadi
pendengar dan pendamping, tentunya tetap bekerja sama dengan BK dan orang tua
jika dibutuhkan.
Terakhir, bidang perencanaan masa
depan. Di fase pendidikan menengah ini, para siswa mulai dihadapkan pada
pilihan-pilihan besar: kuliah, kerja, atau wirausaha. Melalui survei minat dan
diskusi terbuka, saya akan membantu mereka mengenali potensi diri dan
mempersiapkan langkah konkret setelah lulus. Di kelas XII nanti, saya akan
mendampingi mereka dalam proses pendaftaran perguruan tinggi atau kerja.
Untuk mengukur keberhasilan
pendampingan ini, saya juga menyiapkan instrumen evaluasi kinerja. Mulai dari
jurnal harian, lembar monitoring akademik dan karakter, refleksi murid, hingga
evaluasi dari orang tua. Saya ingin memastikan bahwa pendampingan ini bukan
sekadar program di atas kertas, tapi benar-benar berdampak.
Menjadi guru wali bukan tugas yang
ringan, tapi juga bukan beban. Justru di sinilah letak keindahan profesi guru:
hadir di setiap proses tumbuh anak-anak muda, menjadi saksi perjalanan mereka
dari remaja yang labil menuju pribadi yang matang dan percaya diri. Ini bukan
tentang saya yang tahu segalanya, tetapi tentang saya yang bersedia berjalan
bersama mereka, belajar bersama mereka, dan mendoakan mereka dalam diam.
Peraturan Menteri yang baru ini telah
memberi kerangka kerja yang jelas. Kini tinggal bagaimana kami, para guru,
mengisinya dengan semangat, kasih sayang, dan ketulusan. Saya percaya, ketika
guru hadir sepenuh hati, maka pendidikan tidak hanya menjadi transfer ilmu,
tapi juga transfer harapan.
Semoga langkah awal saya sebagai guru
wali ini menjadi pintu masuk menuju pendampingan yang lebih manusiawi dan
berdampak. Sebab di balik setiap murid, ada potensi luar biasa yang hanya akan
tumbuh jika ada guru yang benar-benar hadir.[pgn]
Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang - Guru Penggerak Angkatan 9 tahun 2025
Baca juga!
Dilema Saat Mengisi Survei Lingkungan Belajar
0 Komentar