![]() |
Gagasan ini bukan untuk mengambil alih ruang pemerintah, melainkan memperkuatnya dengan cara menghadirkan lebih banyak ragam suara yang membawa nilai-nilai kebaikan dan kepedulian sosial. |
[Jombang, Pak
Guru NINE] – Di tengah hiruk pikuk Kota Santri, ada sebuah ruang terbuka hijau
yang tak hanya menawarkan keindahan bunga dan bangku taman, tetapi juga
menyajikan harapan akan masa depan komunikasi publik yang lebih terbuka dan
inklusif: Taman Informasi Jombang. Terletak di simpang empat strategis Jalan KH
Wahid Hasyim, taman ini menjadi simbol baru wajah Jombang yang informatif,
edukatif, dan penuh semangat kebersamaan. Sejak diresmikan oleh Bupati Hj.
Mundjidah Wahab dan Wabup Sumrambah pada November 2022, Taman Informasi telah
menjadi pusat interaksi sosial, ekspresi komunitas, dan media komunikasi visual
pemerintah daerah. Di antara elemen terpentingnya, berdiri sebuah videotron
besar yang menyala setiap hari, menyampaikan program-program dan pesan-pesan
layanan dari Pemerintah Kabupaten Jombang.
Namun di balik
kilau dan fungsinya yang sudah berjalan baik, ada ruang yang masih bisa
diperluas. Videotron ini sejatinya bisa menjadi lebih dari sekadar alat
penyiaran satu arah dari pemerintah kepada warga. Ia bisa tumbuh menjadi media
kolaboratif, tempat berjalannya sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil
dalam menyampaikan iklan layanan masyarakat (ILM) yang membangun, menggugah,
dan mencerdaskan. Gagasan ini bukan untuk mengambil alih ruang pemerintah,
melainkan memperkuatnya dengan cara menghadirkan lebih banyak ragam suara yang
membawa nilai-nilai kebaikan dan kepedulian sosial.
Bayangkan jika
videotron Taman Informasi tidak hanya menayangkan program-program OPD, tetapi
juga menyuguhkan video pendek dari lembaga-lembaga kredibel seperti Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Badan Amil Zakat Nasional, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Dewan Pendidikan, Shiddiqiyyah, hingga komunitas
literasi dan lingkungan. Setiap lembaga menyampaikan pesan sesuai ciri khas dan
misinya—tentang pentingnya toleransi, kebersihan lingkungan, etika digital,
gerakan zakat, hingga semangat belajar sepanjang hayat. Tayangan semacam ini
akan memperkaya isi videotron, menjadikannya lebih bernuansa, lebih menyentuh
sisi kemanusiaan, dan lebih mendekatkan pemerintah dengan warganya.
Tentu, usulan
ini tetap membutuhkan mekanisme yang tertib dan terukur. Pemerintah Kabupaten
Jombang bisa membuat kerangka kerja berupa tema, durasi, dan kisi-kisi materi
yang harus diikuti oleh lembaga kontributor. Setiap video yang masuk tetap
diseleksi, disensor, dan dijadwalkan penayangannya agar selaras dengan visi
pembangunan daerah. Tidak ada yang kehilangan kendali—yang ada justru perluasan
jangkauan manfaat.
Menariknya,
lembaga-lembaga tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk bisa tampil
di layar besar ini. Karena tujuannya bukan untuk komersial, melainkan demi
pelayanan dan edukasi publik. Ini menjadi bentuk nyata demokratisasi media
lokal, di mana suara-suara inspiratif dari berbagai elemen masyarakat bisa
tampil setara dan bermartabat. Pemerintah pun tidak terbebani secara finansial,
karena sistemnya berbasis pengajuan resmi, pengawasan konten, dan jadwal yang
terencana. Misalnya, hari Senin sampai Jumat tetap diperuntukkan bagi konten
dari Pemkab dan Forkopimda, sedangkan akhir pekan digunakan bagi lembaga
non-pemerintah yang telah mendapat persetujuan tayang.
Lebih dari
sekadar mengisi layar, terobosan ini adalah cara untuk menanam pesan-pesan baik
ke dalam ruang publik. Di era digital yang cepat dan cenderung dangkal, ruang
fisik seperti Taman Informasi menjadi “perhentian makna” yang sangat penting.
Di sinilah warga tidak sekadar lewat atau duduk, tetapi diajak merenung,
menyimak, dan menyerap nilai-nilai luhur secara visual dan emosional. Tayangan
ILM yang menyentuh akan lebih membekas dibandingkan spanduk formal atau
selebaran singkat yang mudah diabaikan. Apalagi jika pesan itu datang dari
lembaga-lembaga yang sudah akrab dan dipercaya masyarakat.
Dengan
melibatkan berbagai lembaga resmi dan komunitas, Pemerintah Kabupaten Jombang
sejatinya sedang membangun kultur kolaboratif dalam tata kelola ruang publik.
Taman Informasi tak lagi menjadi ruang milik satu pihak, melainkan milik
bersama. Warga yang merasa terlibat akan lebih terdorong untuk menjaga
ketertiban, kebersihan, dan keamanan taman. Rasa memiliki tumbuh bukan karena
instruksi, tapi karena keterlibatan nyata. Bukankah taman akan lebih lestari
jika warganya merasa bahwa mereka juga punya peran di dalamnya?
Terlebih, saat
ruang publik banyak digerus oleh kepentingan ekonomi dan komersial, kehadiran
sebuah ruang yang memprioritaskan edukasi, ekspresi, dan kolaborasi adalah hal
yang sangat berharga. Videotron Taman Informasi bisa menjadi simbol bahwa
Jombang tak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga infrastruktur
sosial dan budaya. Sebuah kota yang memajukan warganya tidak hanya dari sisi
ekonomi, tetapi juga dari nilai, etika, dan semangat gotong royong.
Akhirnya,
usulan ini mungkin terlihat sederhana: membuka ruang videotron untuk ILM dari
lembaga di luar pemerintah. Tapi sesungguhnya, ia adalah pintu menuju lompatan
besar dalam membangun komunikasi yang inklusif, partisipatif, dan berjiwa.
Seperti bijak pepatah berkata, “Kalimat yang baik adalah pohon yang baik, akarnya
menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit.” Mari kita isi layar
videotron itu dengan kalimat-kalimat baik dari berbagai pihak, agar akar
kebaikan itu tumbuh subur di tanah Jombang yang kita cintai—tanpa gaduh, tanpa
ego, tapi dengan semangat kebersamaan yang tulus dan menginspirasi.[pgn]
Nine Adien Maulana, Sekretaris DP
MUI Kabupaten Jombang
Baca juga!
0 Komentar