![]() |
Rapat Kordinasi DP MUI Kabupaten Jombang dalam rangka menyikapi fenomena gejolak dinamika sosial. |
[Pacarpeluk, Pak
Guru NINE] - Rapat
koordinasi Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang
kembali menghadirkan nuansa khas yang penuh makna (Senin, 1/9/2025). Dalam sambutan pembukanya, Ketua Umum
MUI Jombang, KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi, mengutip salah satu ayat
Al-Qur’an yang sarat pelajaran, yakni QS. An-Naml ayat 18. Ayat yang
menceritakan dialog Ratu Semut kepada rakyatnya ini tidak sekadar kisah
sederhana, melainkan menyimpan hikmah besar tentang kepemimpinan, komunikasi,
dan tanggung jawab sosial.
Allah berfirman, “Wahai para semut,
masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala
tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya” (QS. An-Naml: 18). Tafsir
ayat ini menjelaskan bagaimana Ratu Semut memberi arahan demi keselamatan
bangsanya, sekaligus tetap berhusnudzon kepada pasukan Nabi Sulaiman yang tidak
mengetahui keberadaan mereka. Nabi Sulaiman sendiri, meski seorang raja besar,
berhenti mendengar suara kecil itu. Inilah teladan kepemimpinan sejati:
mendengar suara lemah sekalipun, dan tetap menjunjung sikap bijak.
KH. Afifuddin dalam pidatonya
mengingatkan, MUI Jombang ibarat koloni semut kecil yang selalu berusaha
menyuarakan aspirasi, meskipun mungkin terdengar lirih di tengah hiruk pikuk
politik dan sosial bangsa. Namun suara yang lirih itu justru penting sebagai
pengingat agar perjalanan masyarakat tidak keluar dari jalur keselamatan dan
kemaslahatan bersama. Sebagaimana Ratu Semut yang peduli pada bangsanya, MUI pun
memikul tanggung jawab moral untuk menjaga umat dari potensi bahaya sosial.
Pelajaran dari ayat ini sungguh relevan
dengan situasi bangsa hari ini. Pertama, pemimpin harus peka terhadap suara
kecil yang datang dari masyarakat bawah. Kadang keluhan mereka tidak lantang,
namun menyimpan kebenaran dan menyangkut keselamatan banyak orang. Kedua, kita
tidak boleh meremehkan nasihat siapa pun, sekalipun datang dari orang kecil
yang dianggap tidak berpengaruh. Ketiga, sebagaimana Ratu Semut, seorang
pemimpin hendaknya berjiwa besar dengan selalu memberi udzur dan prasangka baik
kepada orang lain.
Baca juga!
Saat
Suara Rakyat Menggema, Mari Bijak Menyikapinya!
Dalam konteks Jombang maupun Indonesia
pada umumnya, dinamika sosial dan maraknya penyampaian aspirasi rakyat harus
disikapi dengan bijaksana. Aspirasi adalah hak setiap warga negara, tetapi
penyampaiannya tidak boleh menimbulkan kerusakan. Di sisi lain, penguasa dan
aparat negara juga harus bersikap terbuka, bijak, serta penuh kasih sayang
dalam mendengarkan suara rakyat. Di sinilah MUI hadir sebagai jembatan moral,
yang mengingatkan kedua belah pihak untuk sama-sama menjaga keadaban dalam
berinteraksi.
Seruan yang disampaikan MUI Jombang
dalam rapat koordinasi tersebut menjadi sangat penting. Pertama, masyarakat
diajak agar dalam menyampaikan aspirasi tetap berniat baik, berjalan sesuai
aturan hukum, serta mengedepankan cara-cara damai. Sebab aspirasi yang
disampaikan dengan emosi, apalagi dengan kekerasan, hanya akan menimbulkan
kerugian bersama. Kedua, pemerintah diminta sungguh-sungguh mendengar suara
rakyat secara adil dan konstitusional. Hanya dengan mendengarkan, pemerintah
bisa menjaga kepercayaan rakyat yang merupakan fondasi utama kekuatan negara.
Ketiga, aparat keamanan diingatkan agar
selalu mengedepankan kesabaran dan pendekatan persuasif. Masyarakat yang turun ke
jalan sejatinya bukan musuh, melainkan saudara sebangsa yang sedang mencari
ruang untuk didengar. Sikap aparat yang manusiawi akan mencegah terjadinya
benturan yang merugikan. Keempat, masyarakat juga diajak menolak segala
provokasi yang mengarah pada anarki. Kekerasan hanya akan memicu spiral
konflik, yang ujungnya merusak persatuan bangsa.
Seruan ini bukan hanya pesan formal,
melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana kita seharusnya hidup bersama.
Kehidupan sosial yang damai memerlukan sikap saling memahami, berprasangka
baik, dan menahan diri dari sikap gegabah. Kita bisa belajar dari koloni semut:
mereka kecil, namun sangat terorganisasi. Mereka bekerja sama, saling
berkomunikasi, dan menjaga koloni dengan penuh kesadaran kolektif. Jika bangsa
sebesar Indonesia mampu meniru semangat kebersamaan itu, niscaya kehidupan
berbangsa akan lebih tenteram.
Di tengah situasi bangsa yang penuh
dinamika, suara MUI Jombang mengingatkan kita semua bahwa kunci kedamaian bukan
pada kekuatan, melainkan pada kebijaksanaan. Seorang pemimpin yang bijak tidak
hanya mendengar suara keras dari panggung politik, tetapi juga rintihan sayup
dari masyarakat kecil. Sebaliknya, rakyat pun tidak boleh terjebak dalam
prasangka buruk, sebab pemerintah sesungguhnya mengupayakan kebaikan, meski
jalannya tidak selalu mudah.
Seruan damai MUI Jombang ini adalah
ajakan moral agar semua pihak kembali ke jalan tengah, jalan yang berlandaskan
kebaikan, hukum, dan kasih sayang. Sebab bangsa yang besar hanya akan kuat jika
masyarakat dan pemimpinnya saling percaya dan saling menjaga. Kita semua, baik
rakyat maupun pemimpin, ibarat semut dan pasukan Sulaiman: meski berbeda peran
dan kekuatan, keduanya hanya bisa selamat jika ada komunikasi yang jujur,
prasangka baik, dan kesediaan untuk mendengarkan.
Maka mari kita jadikan seruan ini
sebagai pedoman bersama. Aspirasi boleh disampaikan, namun harus dengan damai.
Pemerintah wajib mendengar, namun dengan hati yang adil. Aparat menjalankan
tugas, namun tetap mengedepankan rasa kemanusiaan. Dan seluruh masyarakat, mari
bersama menolak provokasi yang mengancam persatuan. Dengan cara inilah Jombang,
dan Indonesia secara keseluruhan, akan tetap menjadi rumah yang damai bagi
semua warganya.[pgn]
Nine Adien Maulana, Sekretaris DP MUI Kabupaten Jombang-Direktur PGN Institute
Baca juga!
0 Komentar