![]() |
Dakwah tidak lagi cukup disampaikan di mimbar-mimbar masjid, tetapi harus hadir di layar ponsel jutaan orang dengan cara yang bijak, kreatif, dan menginspirasi. |
[Jombang, Pak Guru
NINE] - Rabu siang, 27
Agustus 2025, aula PLHUT Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang dipenuhi
semangat baru. Di sana, Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kabupaten Jombang menyelenggarakan Workshop Pembuatan Konten Dakwah
berbasis gambar, video, dan audio. Acara yang dimulai pukul 13.00 WIB itu
diikuti para pelajar SMA terpilih dari berbagai sekolah negeri di Jombang serta
delegasi MUI Kecamatan. Mereka berkumpul dengan satu tekad: mempelajari cara
berdakwah yang lebih kreatif, menarik, dan relevan di tengah dunia digital yang
terus bergerak cepat. Dua narasumber utama, Desi Umiyati Kulsum, S.AP dan
Mukhtar Bagus Purnomo, SE, yang keduanya adalah pengurus Komisi Informasi dan
Komunikasi MUI, hadir bukan hanya untuk memberi ceramah, tetapi juga memberikan
pelatihan praktis yang membuka wawasan para peserta tentang bagaimana dakwah
bisa menjelma dalam bentuk yang lebih modern tanpa kehilangan substansi.
Materi yang disampaikan para narasumber
berangkat dari pemahaman mendasar tentang perubahan besar dalam dunia media.
Dulu, masyarakat mengenal media mainstream seperti surat kabar, radio, dan
televisi sebagai satu-satunya sumber informasi. Sejarah mencatat, sejak
terbitnya surat kabar pertama di Batavia pada abad ke-18, hingga mengudara
untuk pertama kalinya Radio Republik Indonesia tahun 1945 dan Televisi Republik
Indonesia pada 1962, masyarakat mendapatkan berita melalui saluran-saluran
resmi yang diatur hukum, dikelola tenaga profesional, dan tunduk pada etika
jurnalistik yang ketat. Tetapi era itu perlahan memudar ketika internet, dan
kemudian media sosial, hadir membawa paradigma baru. Oplah surat kabar mulai
merosot sejak 2005, pendengar radio menurun tajam pada 2010, disusul penonton
televisi yang beralih ke dunia maya pada 2015.
Baca juga!
Dakwah
Digital: Menyambung Spirit Nabi di Era Media Sosial
Media sosial seperti Facebook, YouTube,
Instagram, dan TikTok tidak hanya memungkinkan siapa pun memproduksi konten,
tetapi juga mendistribusikannya tanpa batas ruang dan waktu. Jika media
mainstream memerlukan redaksi, serikat kerja, dan aturan hukum, media sosial
justru bersifat bebas, terbuka, dan nyaris tanpa filter. Inilah yang disebut
para narasumber sebagai “pergeseran paradigma informasi” yang membawa dampak
ganda: di satu sisi memberi kebebasan berekspresi, tetapi di sisi lain juga
memicu banjir informasi, termasuk hoaks, ujaran kebencian, dan konten-konten
yang jauh dari nilai-nilai kebaikan.
Di titik inilah urgensi workshop ini
terasa. Dakwah Islam tidak boleh kalah bersuara di tengah hiruk pikuk dunia
maya. Rasulullah SAW mengajarkan, “Sampaikanlah dariku walau satu ayat.” Pesan
ini semakin relevan ketika media sosial telah menjadi ruang utama interaksi
manusia modern. Dakwah tidak lagi cukup disampaikan di mimbar-mimbar masjid,
tetapi harus hadir di layar ponsel jutaan orang dengan cara yang bijak,
kreatif, dan menginspirasi. Para peserta workshop diperkenalkan pada berbagai
bentuk konten dakwah: mulai dari ceramah panjang yang dikemas dalam video,
poster berisi pesan singkat nan menyentuh, hingga video pendek berisi potongan
nasihat, sejarah, atau kutipan-kutipan inspiratif yang mudah dibagikan di
berbagai platform.
Namun membuat konten dakwah yang baik
bukan sekadar soal niat, tetapi juga teknik. Para narasumber membedah
unsur-unsur penting dalam produksi konten digital: naskah atau narasi yang
jelas dan menyentuh, pemilihan gambar atau video yang relevan, pengisian audio
narator yang nyaman didengar, penambahan subtitle agar pesan bisa diakses semua
kalangan, hingga pemakaian musik ilustrasi yang mendukung suasana tanpa
mengganggu inti pesan. Bahkan teknik pengambilan gambar pun mendapat perhatian
serius. Kamera yang tenang, penguasaan garis imajiner agar arah pandang tidak
membingungkan penonton, serta pencahayaan yang memadai adalah detail kecil yang
sering diabaikan, padahal sangat menentukan kualitas konten.
Baca juga!
Workshop
Pelajar Kreator Dakwah: Mewarnai Ruang Digital dengan Konten Sehat
Yang membuat workshop ini semakin
menarik adalah ajakan para narasumber agar peserta tidak sekadar menjadi
konsumen media sosial, tetapi juga produsen kebaikan. Mereka diajak memandang
media sosial bukan hanya sebagai ruang hiburan, promosi, atau pencitraan,
tetapi juga sebagai ladang dakwah yang luas. Konten dakwah yang kreatif dan
berkualitas diharapkan mampu mengimbangi derasnya arus informasi negatif di
dunia maya. Bahkan para pelajar SMA yang hadir diharapkan bisa menjadi pionir
dakwah digital di lingkungannya masing-masing, menyebarkan pesan-pesan damai
dan inspiratif di tengah masyarakat.
Ketika acara berakhir, para peserta tidak hanya pulang dengan catatan materi, tetapi juga semangat baru. Mereka menyadari bahwa di era ketika informasi berpindah begitu cepat dari satu gawai ke gawai lain, dakwah tidak boleh tertinggal. Dengan menguasai teknologi, memahami cara kerja media sosial, dan memegang teguh nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin, mereka bisa menjadi agen perubahan yang menyebarkan kebaikan tanpa batas. Dari Jombang, sebuah langkah kecil telah diambil untuk menjawab tantangan besar: menghadirkan dakwah yang mencerahkan di tengah dunia digital yang sering kali bising oleh suara-suara tak bermakna.[pgn]
0 Komentar