Sujud di Bawah Jati
Karya
: Taliya Kayana & Abacaraka
Di bawah bayang jati
yang menari pelan,
angin membawa bisikan doa yang tak putus,
langit pesantren menyimpan janji tak ternilai,
di sini, rindu bertemu harap dalam dekapan keikhlasan.
Langkah pertama
mengantar tubuh yang gemetar,
gerbang asrama menjadi saksi kebesaran hati,
“Bismillah,” bisikku lirih,
tanah ini, penuh berkah, seperti restu ayah dan bunda.
Ranting jati
mengguratkan ingatan,
tentang malam-malam panjang yang berlumur doa,
tatapan lembut bunda yang berkata,
"Pergilah, jadilah cahaya di tengah gelap dunia."
Kekaguman merayap di
sudut hati,
tiap sudut pesantren seakan memelukku erat,
suara lirih kitab dan dzikir para santri lama,
membisikkan janji, "Kau tak sendiri di sini."
Namun di balik
syukur yang menggulung jiwa,
rindu tumbuh seperti akar jati yang kuat,
menyelinap ke tanah, mencari wajah ayah,
mencari senyum bunda di balik gerimis doa.
Dalam sujudku yang
panjang,
kutumpahkan segala yang tak terkatakan,
air mata jatuh menyatu dengan tanah berkah,
mengalirkan doa kepada Sang Pemilik Kehidupan.
“Ya Allah,” bisikku
di dada yang berdebar,
“Berikan aku kekuatan di jalan ini,
bimbing langkahku menghafal kalam-Mu,
jadikan aku lentera yang menuntun umat-Mu.”
Jari-jemari
menghitung butir tasbih,
“Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar,”
rindang jati seakan ikut berdzikir,
mengiringi keyakinanku, bahwa Kau tak pernah jauh.
Saat senja
merapatkan tirainya,
hati ini tenang dalam penyerahan,
sujudku di tanah ini bukan sekadar ritual,
tapi sebuah janji untuk tetap bertahan.
Di Asrama HQ yang
rindang,
di bawah bayang pohon jati yang bijak,
aku memulai langkah suci ini,
berbekal cinta, doa, dan keyakinan pada-Mu, ya Rabbi.
0 Komentar