Mengusahakan MPLS yang Benar-benar Ramah

 

Jika MPLS itu diselenggarakan secara konsisten mengikuti apa yang ada dalam pedoman atau petunjuk teknis dan buku rujukan kegiatannya maka potensi penyimpangannya pasti akan sangat kecil.

[Jombang, Pak Guru NINE] - Setiap awal tahun pelajaran baru, sekolah-sekolah di seluruh Indonesia menyambut murid-murid baru. Bagi sebagian anak, inilah saat yang ditunggu-tunggu: mengenakan seragam sekolah untuk pertama kalinya, bertemu teman-teman baru, dan melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, bagi sebagian lainnya, awal sekolah justru terasa mengintimidasi—terutama karena bayang-bayang “perploncoan” dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan (MPLS).

Kabar baiknya, negara kini turun tangan secara lebih serius. Melalui Petunjuk Teknis (Juknis) dan Buku Rujukan Kegiatan MPLS Ramah 2025, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengajak seluruh satuan pendidikan untuk berubah: menjadikan MPLS bukan lagi ajang unjuk kuasa murid senior, melainkan momen menyenangkan yang mendidik, membangun karakter, dan menjamin hak anak untuk belajar dengan bahagia.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah kita siap mengubah tradisi?

MPLS yang Ramah

Petunjuk Teknis MPLS Ramah 2025 membangun fondasi yang kuat: bahwa pendidikan harus dimulai dengan kasih sayang, bukan tekanan. Tujuh prinsip dasar yang menjadi panduan utama—ramah, edukatif, efektif, efisien, inklusif, partisipatif, dan fleksibel—bukan sekadar jargon, melainkan arah nyata bahwa MPLS harus jadi ruang pertumbuhan, bukan pelampiasan kuasa.

Tujuan MPLS pun diperluas: tidak hanya mengenalkan lingkungan sekolah, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila, membangun kebiasaan baik melalui Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7KAIH), dan memperkuat semangat anti-kekerasan, anti-diskriminasi, serta menjunjung tinggi hak anak.

Yang menarik, Buku Rujukan Kegiatan MPLS Ramah melengkapi juknis ini dengan sangat rinci. Disusun dalam format lima hari kegiatan tematik, murid diajak mengenal sekolah melalui permainan, diskusi nilai, proyek kolaboratif, hingga refleksi diri. Dari kegiatan “Pohon Harapan dan Solusi” hingga “Senam Anak Indonesia Hebat”, semuanya dirancang menyentuh aspek fisik, sosial, emosional, dan spiritual murid.

Rawan Penyimpangan?

Sayangnya, meskipun idealisme kebijakan sudah sangat baik, pelaksanaan di lapangan tetap menghadapi tantangan klasik: budaya senioritas, kekurangan guru pendamping, dan miskomunikasi tentang esensi kegiatan.

Beberapa celah yang masih berpotensi disalahgunakan antara lain:

1.  Pelibatan OSIS tanpa pelatihan khusus

Dalam kondisi kekurangan SDM, sekolah boleh melibatkan OSIS/MPK sebagai pendamping. Tapi celah ini sering dimanfaatkan murid senior untuk mengintimidasi adik kelasnya secara terselubung. Tanpa pelatihan tentang kepemimpinan empatik, OSIS bisa berubah jadi "komandan", bukan sahabat.

2.  Fleksibilitas untuk sekolah berasrama

Juknis memberi ruang fleksibel bagi sekolah berasrama untuk menyesuaikan waktu MPLS. Namun, di lapangan, fleksibilitas ini bisa menjadi dalih untuk memperpanjang kegiatan hingga malam hari, bahkan disusupi praktik pseudo-militeristik: baris-berbaris, push-up hukuman, atau pembinaan malam bernuansa mistis yang justru jauh dari nilai edukatif.

3.  Minimnya penguatan kanal pengaduan ramah anak

Memang disediakan jalur pelaporan seperti Unit Layanan Terpadu (ULT) dan LAPOR, namun bagi murid baru—terutama yang belum terbiasa bersuara atau tidak melek digital—kanal ini terasa terlalu formal. Buku Rujukan belum menyediakan sistem pelaporan yang lebih membumi dan cepat diakses murid.

4.  Belum ada panduan sanksi operasional

Apa yang terjadi jika sekolah melanggar? Siapa yang bertanggung jawab jika OSIS bersikap kasar? Juknis tidak secara rinci menjelaskan mekanisme sanksi atau evaluasi terbuka. Inilah tantangan implementasi: idealisme tanpa sistem kontrol bisa berujung pada kegagalan praktik.

Tawaran Solusi

Agar semangat MPLS Ramah tidak berhenti di atas kertas, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan sekolah:

1.  Latih OSIS sebagai “Sahabat MPLS” yang empatik

Bukan “komando”, OSIS harus menjadi fasilitator ramah. Sekolah wajib memberikan pelatihan kepada OSIS tentang komunikasi positif, manajemen konflik, dan cara mendampingi murid baru secara santun. Jika perlu, mereka menandatangani pakta integritas sebagai “teman belajar”, bukan “penguji nyali.”

2.  Bangun sistem pengaduan internal yang sederhana dan aman

Gunakan Google Form dengan QR Code, kotak pesan fisik, atau sesi refleksi harian yang dikelola oleh guru BK. Refleksi ini bisa berupa pertanyaan sederhana: “Apa yang kamu rasakan hari ini?”, “Apa yang kamu sukai/tidak sukai?”, “Apa harapanmu besok?”

3.  Libatkan orang tua dalam pengawasan MPLS

Undang orang tua untuk hadir dalam hari pembukaan dan penutupan. Libatkan mereka sebagai mitra sekolah. Jika memungkinkan, hadirkan perwakilan wali murid sebagai pengamat kegiatan MPLS agar ada kontrol eksternal.

4.  Ganti tugas atribut aneh dengan proyek kreatif

MPLS bukan ajang memalukan murid baru dengan atribut topi aneh, tas karung, atau nama-nama lucu. Gantikan dengan kegiatan yang memperkuat kolaborasi, misalnya membuat poster visi-misi kelas, menulis surat harapan kepada diri sendiri, atau presentasi kelompok tentang nilai-nilai sekolah.

Selamat Datang di Sekolah Ramah

MPLS adalah hari-hari pertama seorang anak memasuki dunia baru. Ibarat tamu yang datang ke rumah, sudah selayaknya mereka disambut dengan senyum, bukan bentakan. Dengan tepuk tangan, bukan tekanan.

Juknis dan Buku Rujukan MPLS Ramah 2025 sudah memberikan arah yang benar: bahwa pendidikan harus dimulai dari cinta, bukan ketakutan. Maka, tugas kita sebagai guru, orang tua, dan murid senior adalah menerjemahkan arah itu dalam tindakan nyata: menciptakan sekolah yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menyayangi.

Mari jadikan MPLS sebagai momen yang dikenang indah seumur hidup, bukan luka yang dibawa hingga dewasa. Mari tunjukkan bahwa sekolah adalah rumah kedua—tempat anak-anak tumbuh, bukan ciut. Tempat mereka diajak bermimpi, bukan dipermalukan.

Kini saatnya kita semua berkata: Selamat datang di sekolah! Di sini, kamu tidak akan diuji nyali, tetapi diajak menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri.[pgn]

Nine Adien Maulana, GPAI SMAN 2 Jombang-Guru Penggerak Angkatan 9 tahun 2024

Posting Komentar

0 Komentar